"Kamu mengenalnya?"
Jean diam sesaat untuk mencoba mengingat anak laki-laki mencurigakan beberapa meter disamping mereka. "Ah ya, aku ingat. Tapi kurasa itu tak penting," es jeruk di tangan Jean seketika tandas. Ia kemudian menggeret lengan Betti yang masih digantung dengan rasa penasaran tinggi.
"Eh, Jean...!"
"Kita harus segera pergi dari situ. Dia antara anak kelas XI dan XII yang mencegatku beberapa hari lalu," ucap Jean setengah berlari, tanpa mempedulikan Betti yang kesusahan mengikuti langkah kaki panjangnya.
"Haaah...," Betti memerosotkan punggungnya di kursi kelas sambil terengah. "Lain kali jangan menggeretku seperti ini lagi, Jean. Aku hampir kewalahan mengikuti langkah kaki jerapahmu itu,"
"Maaf," jawab Jean singkat.
"Lagian, kenapa kamu menghindar dari kekepoan mereka? Bukankah hal seperti ini yang dulu kamu inginkan?"
Jean menoleh ke arah Betti sebentar. Kemudian mengalihkan mukanya lagi. "Tidak. Ini jauh dari yang dulu kupikirkan,"
"Maksudmu?"
"Setelah mengubah penampilan, aku berharap bisa mendapatkan teman-teman secara normal. Bukan teman-teman yang dekat denganku karena keinginan mereka yang menjijikkan," "jangan kira aku berubah, Betti. Aku hanya tidak ingin jadi bahan ledekan lagi," lanjut Jean, kemudian mengeluarkan beberapa buku pelajaran dari dalam ransel.
Betti diam-diam mengerucutkan bibir. Merasa tak enak hati, sebab dirinya pun mau berteman dengan Jean hanya karena ingin mendapatkan contekan. Maafkan aku juga, Jean....
🍅🥝🍅🥝
"Oh my--""Aku minta nomor whatsapp-mu, dong," tiba-tiba saja dua anak laki-laki dengan perawakan kurus dan gendut, menghadangnya di depan koridor sekolah yang sudah hampir sepi.
"Maaf, aku tak punya" jawab Jean sambil berlalu.
Rio seketika menoleh pada Joni, memberinya isyarat agar segera menghentikan anak kelas X itu lagi.
"Eiitttts... Stoooop!" Joni berhasil menghadang Jean dan merentangkan kedua tangannya agar Jean tak dapat pergi.
"Jangan menggangguku!" bentak Jean yang mulai geram.
"Anak kelas X! Kami hanya meminta nomor whatsapp-mu!"
"Sudah kubilang kalau aku tidak punya. Apa kalian tidak tahu arti tidak punya?" Jean sangat kesal, ia kemudian mendorong tubuh kurus Joni agar menyingkir dari hadapannya. Tapi ia merasa berada dalam masalah besar, ketika kini melihat tubuh tinggi gemuk lah yang berada di hadapannya.
"Beri tahu kami!" ucap Rio sambil mencengkeram pergelangan tangan Jean.
"Lepaskan! Aku tidak ada urusan dengan kalian!"
"Lepaskan sendiri kalau bisa. Hahaha," anak gendut itu terbahak tanpa melepas tangan Jean. Mata Jean mulai merebak, ia bingung apa yang harus diperbuatnya dalam menghadapi anak sebesar Rio.
"Lepaskan dia!" Jean tersentak, mendengar teriakan seseorang dari arah belakangnya.
"Mau jadi sok pahlawan kamu? Hah?!" sahut Rio dengan tatapan menantang.
"Maksud aku, cepat lepaskan tangan anak itu. Ada guru BK di belakangmu!" Rio refleks melepaskan cengkeramannya dan menoleh ke arah belakang. Sementara itu, Dion segera menarik lengan Jean agar cepat berlari bersamanya menuju kantor guru agar Rio tak berani mendekat. Dengan napas terengah, Jean menoleh ke belakang, memastikan kedua anak nakal tadi tak lagi mengejar mereka.
"Dasar bodoh!"
Jean membelalak. Apa maksud anak itu. Menolongnya, tapi kemudian menyebutnya bodoh.
...(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Drama Queen - Ketika Semua Menganggap Lemah
Ficção AdolescenteJean nyaris tak pernah dihargai oleh siapapun dalam semua pencapaiannya. Tapi Jean selalu berusaha menghibur hatinya sendiri, sehingga ia selalu menampilkan bahwa dirinya baik-baik saja meski seburuk apapun orang lain merendahkannya. Jean bisa saja...