"Lagi!"
Dion menghela napas dalam-dalam. Stok sabar yang sudah ia kumpulkan sejak semalam tak boleh sampai habis. "Nih!" ucapnya sambil meletakkan mangkuk bakso dengan setengah kasar sehingga sebagian kuahnya tumpah ke atas meja. Rio tersenyum sinis dengan mulut penuh makanan sebesar bola kasti yang terbuat dari campuran adonan daging sapi dan beberapa jenis tepung itu.
Busyet kuda nil beneran nih anak, batin Dion yang sudah mulai kesal dengan segala perintah yang ditujukan Rio padanya. Ini jam juga kenapa jadi lama bener muternya? Ya Allah... Kenapa gak Kau ambil aja makhluk semacam ini...
"Lagi!"
"Ebusyeeet... Sudah empat mangkuk masih kurang? Gak sekalian aku taruh sini semua?!"
"Wah, boleh tuh!"ujar rio dengan mata berkilat-kilat. Dion menelan ludah dalam-dalam. Ia merasa akan terjadi hal buruk sebentar lagi.
"Woy man-teman! Sini cepetan, makan bakso! Gratis!" teriakan Rio berhasil membuat heran seluruh murid yang berada di kantin. "Pak Malik, nanti catat aja ya totalannya," lanjutnya dengan mulut yang masih berjejal bakso.
Pak Malik menggaruk kepalanya, merasa antara percaya dan tidak dengan ucapan Rio. "Beneran kamu? Mau nraktir semua anak yang ada di sini?"
"Tenang saja Pak, kalau aku gak bayar, aku bakal bantuin cuci mangkuk bakso selama tiga bulan. Hahaha,"
"Ya sudah kalau begitu. Ayo-ayo! Yang mau bakso gratis, baris satu persatu," suasana kantin menjadi sangat riuh dengan tepuk tangan dan ucapan terima kasih untuk Rio. Rio yang merasa bak pahlawan, membusungkan dadanya serta mengacungkan kedua jempolnya yang sebesar pisang goreng.
"Kamu yang bayarin!" bisik Rio tepat di lubang telinga Dion, sehingga sontak membuat Dion tarbelalak. "Gak akan!" tukas Dion sambil menggebrak meja kantin.
💖🌸💖🌸💖🌸
"Kenapa lagi mereka?" ucap Betty sambil menyikut pinggang Jean yang sedang meneguk cairan merah bersoda dalam botol kecil yang dipegangnya.
"Paling juga tengkar lagi. Dah jodoh mungkin," Jean terkikik sebentar kemudian meneguk minumannya lagi.
"Jodoh sama kamu? Haha yang gendut apa yang tinggi?"
"Buat kamu aja semua. Hahaha,"
"Beneran kamu gak minat? Kak Dion lumayan keren loh,"
"Dih, Ogah!" sergah Jean sambil tersenyum. Melihat respon Jean, Betty tiba-tiba terdiam. Pandangannya mendadak kosong ke arah depan. Benarkah Jean tak tertarik dengannya?
"Kamu ngelamunin apa?"
"Eh... Anu. Mmm... Enggak kok," jawab Betty sedikit terbata. Jean melihat sesuatu disembunyikan Betty darinya. Tapi masa bodoh, Jean merasa setiap orang memiliki privasi masing-masing.
"Yuk balik,"ujar Betty mengalihkan pembicaraan.
"Eh iya. Aku ke Pak Malik dulu ya,"
"Aku nitip bayar,"
"Gak usah... Kemarin kan kamu habis traktir aku," ucap Jean lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju stand bakso ber-banner oranye.
"Bakso dua, fanta dingin satu, es kelapa muda satu. Berapa Pak?"
"Sembilan belas ribu, Neng cantik," tukas Pak Malik setelah menekan-nekan tombol angka pada benda persegi yang dipegangnya. Jean mengulurkan selembar uang berwarna hijau sambil beberapa kali mencuri pandang ke arah tempat cuci piring. Namun, ia menjadi kelabakan saat Rio memandang ke arahnya juga.
"Hei... Jeanita. Lagi beli bakso ya?" sapa Rio yang justru membuat Dion terbahak.
"Haha... Ya iyalah, masak ke stan bakso, belinya ayam geprek?" seloroh Dion yang diikuti tawa oleh Pak Malik dan Jean.
"Aku siramin ke mukamu nih air kobokan!"
"Siram aja kalau berani,"
Pak Malik geleng-geleng melihat kelakuan kedua anak tersebut, kemudian melempar sendok ke kaki mereka yang membuat keduanya kembali mencuci mangkuk-mangkuk bakso. "Kalian dari tadi bukannya cuci piring malah bertengkar terus... Gak malu apa sama Neng Cantik ini? Bisa turun reputasi kalian...,"
"Kenapa mereka, Pak?" bisik Jean pada Pak Malik.
"Hahaha itu hukuman buat mereka karrna sok-sokan nraktir anak-anak kemarin, tapi gak ada yang mau bayarin,"
"Ya ampun... Teganya...,"
"Untung aja dah dibayar Pak Abdur Rohman. Gak gitu, tekor Bapak," Kini Jean yang ganti geleng-geleng kepala. Ia tak habis pikir dengan bercandaan mereka yang keterlaluan. Buru-buru ia ambil kembalian dari Pak Malik kemudian berlalu.
Aku gak boleh berteman sama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Drama Queen - Ketika Semua Menganggap Lemah
Ficção AdolescenteJean nyaris tak pernah dihargai oleh siapapun dalam semua pencapaiannya. Tapi Jean selalu berusaha menghibur hatinya sendiri, sehingga ia selalu menampilkan bahwa dirinya baik-baik saja meski seburuk apapun orang lain merendahkannya. Jean bisa saja...