Tubuh Jean yang kurus kecil membuatnya sering dianggap lemah. Menurutnya, percuma menjelaskan kebenaran apapun pada orang lain, sebab hanya akan menimbulkan perdebatan yang tak akan selesai kecuali bila dirinya yang mengalah.
"Jean... Apa kamu yang menulis ini Jean? " teriak Mery sambil menyodorkan tulisan artikel di koran harian Jatapos yang datang pagi tadi. Jean mengambil koran tersebut dan melihat judul cerita yang tak asing baginya.
"Memangnya ada berapa banyak orang yang berwajah seperti itu dan mempunyai nama Jeanita Adriana, Ma?" Jean balik bertanya karena menganggap mamanya mempertanyakan sesuatu yang sudah jelas tertera dan seharusnya tak perlu lagi ditanyakan.
"Ini pasti tulisan kakakmu yang kamu kirimkan atas namamu,"
"Glekk!" terdengar jelas suara Jean menelan ludah. Tenggorokannya seketika terasa kering mendengar tuduhan keji mamanya.
"Itu tulisan Jean sendiri, Ma," jawab Jean mencoba santai meskipun ia merasa sangat kecewa. Mata Mery kembali menelisik artikel yang telah dibacanya, dengan sesekali mengerutkan alis seolah tak percaya bahwa benar-benar Jean yang telah menulis artikel tersebut. Sejak kapan Jean bisa membuat tulisan sebagus ini? batinnya. "Mana mungkin, Jean? Kamu hanya anak ingusan yang tak mengerti hal-hal seperti ini. Kalau bukan kakamu, paling ya coppy paste dari internet. Iya kan?"
Jean menoleh ke arah mamanya dengan mata membulat, dan hampir tersedak. "Mama, kalau Jean copy paste, itu berarti Jean melakukan pelanggaran hak cipta," ujarnya usai mengunyah dan menelan cepat-cepat nasi goreng yang memenuhi mulutnya.
"Tidak masalah selama tidak ada yang tahu," tukas Mery masih tak percaya.
Sabar Jean... Tetap tenang...
Ucapan Mary membuat dada Jean terasa sesak. Entah apa yang salah dari dirinya sehingga orang-orang selalu seperti itu. Jean mempercepat sarapan paginya dan menenggak habis susu coklat hanya dalam waktu beberapa detik. Ia tak ingin emosinya sampai meledak di hadapan siapapun."Kalau masuk koran, berarti akan dibaca banyak orang, Ma. Kalau Jean melakukan plagiasi, sama saja Jean mempermalukan diri sendiri. Jangankan yang media cetak, di medsos saja cepat ketahuan, kok," jawab Jean sambil mengelapkan kertas tisue ke bibir dan sekitar mulutnya. "Jean berangkat dulu, Ma. Doakan Jean dapat nilai bagus lagi," lanjutnya, lalu mengecup punggung tangan Mery.
🍓
Sore hampir habis. Langit perlahan gelap. Tapi Jean tetap tak beralih dari pandangan kosong. Sudah sekitar satu jam ia menatap langit di balkon kamar. Sedari tadi juga ia membiarkan air matanya merebak ke seluruh pipi halusnya.
"Jean... Kenapa kamu tak menyalakan lampu-lampu kamarmu?!" Teriakan cetar Mery yang menyaingi petir membuatnya tersentak seketika.
Jean cepat-cepat menghapus sisa-sisa air mata, dan segera melompat ke kamar mandi.
"Jean...!" suara Mery terdengar semakin jelas.
"Jean masih mandi, Ma...!" teriak Jean sambil mengguyurkan air ke tembok untuk meyakinkan mamanya bahwa dia memang sedang mandi.
"Kalau mandi sudah mau malam itu lampu kamarnya dinyalakan dulu Jean... Biar tidak gelap kayak gini," ucap Mary sambil menekan tombol sakelar lampu kamar Jean.
"Iya Ma, Jean lupa..." teriak Jean lagi dengan suara menggema.
" Bukan lupa itu. Tapi ceroboh!" Mery terus saja mengoceh.
Haaah... Suka hati Mama lah. batin Jean yang seolah pasrah dengan apapun yang diucapkan Mary. Sudah hampir sepuluh menit ia mengguyurkan air ke tembok kamar mandi tanpa jelas. "Sepertinya mama sudah keluar," gumamnya setelah tak mendengar suara apapun di luar. Ia merapatkan telinganya ke sisi pintu.
Ah sudah sepi. Jean segera melempar gayungnya ke bak mandi, lalu keluar tanpa berniat mandi sungguhan atau sekedar mencuci muka. Namun, baru selangkah kakinya menginjak keset, suara petir mamanya membuat ia terkejut setengah mati."Kamu beneran sudah mandi, Jean?"
Jean terperanjat saat melihat ternyata mamanya masih duduk di atas tempat tidurnya
"Hehe... iya, Ma," jawab Jean sekenanya.
"Masih kucel seperti itu? Seperti tidak ada bedanya antara mandi dan tidak,"
Jean reflek meraba pipinya yang lengket. Oh ya ampun, Warna mukaku pasti tidak bisa membohongi mama..., pikir Jean mulai kebingungan. "Mmm... Jean... Jean memang mukanya sedang agak berminyak, Ma. Biasa, PMS," sanggah Jean sambil cengar-cengir dan menggosok-gosok pipinya. Mata Jean tiba-tiba membulat. Dunia seolah dirasanya mau kiamat ketika melihat sisi diary pink-nya seakan say hello di bawah tumpukan bantal. Ya Tuhan, Diary-ku... Semoga mama tidak membacanya...
"Kenapa kamu berdiri saja di situ? Apa yang kamu lihat sampai segitunya?" Mary menoleh ke sekitar tempat tidur. Dan sebentar lagi kedua tangannya pasti akan mengangkati bantal-bantal dan boneka karena penasaran dengan apa yang dipelototi oleh remaja cantiknya.
"J-Jean tadi melihat cicak... Ah, ya, dia ingin menjilat jari tangan Mama!" teriak Jean terpaksa membohongi Mary untuk yang kedua kalinya dalam kurun waktu tak sampai delapan menit. Mery seketika melompat dan berteriak histeris.
Jeaaannn!!!
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Drama Queen - Ketika Semua Menganggap Lemah
Novela JuvenilJean nyaris tak pernah dihargai oleh siapapun dalam semua pencapaiannya. Tapi Jean selalu berusaha menghibur hatinya sendiri, sehingga ia selalu menampilkan bahwa dirinya baik-baik saja meski seburuk apapun orang lain merendahkannya. Jean bisa saja...