Terkadang orang-orang menciptakan ilusi untuk bahagia
.
.
.
"Kau sudah merapikan barang-barangmu?"
Jaejoong teralih usai menutup koper, tersenyum kecil untuk menyapa Yunho yang mendekat sebelum beranjak, "Sudah semua," sejenak dirinya meragu namun juga tidak berniat menahannya, "Apakah... Jeyun akan mengantarku?" sejujurnya bukan sosok Jeyun yang Jaejoong maksud melainkan pria di hadapannya kini. Bolehkah Jaejoong berharap jika mereka masih memiliki kesempatan untuk kembali merajut kasih?
"Aku yang akan mengantarmu." Yunho tersenyum dan tanpa diketahui membuahkan perasaan senang bagi Jaejoong, "Apakah kau belum memberi tahu Jeyun jika kau akan kembali hari ini?" mengulum bibir hatinya sedikit merasa tidak enak, "Jeyun baru saja pergi untuk menemui temannya bersama Randa, dan mungkin akan kembali malam. Mengingat mereka sedang mempersiapkan diri untuk hari pertama sekolah minggu depan."
Meski sedikit kecewa karena penerbangannya akan berlangsung sore hari, Jaejoong tidak sepenuhnya bersedih, ada Yunho yang menemaninya pun Jaejoong berjanji akan lebih sering mengunjungi sang putra setelah ini. Sayang sekali urusan di Korea Selatan tidak bisa Jaejoong tinggalkan hingga harus pulang dua hari lebih awal dari rencana.
Padahal keberadaannya lima hari terakhir dengan menghabiskan waktu bersama Yunho dan Jeyun telah membuat Jaejoong serakah. Dirinya senang, bahagia tentu saja. Kembali melihat keindahan sosok yang dicintai sekaligus mengganti waktu belasan tahun yang terbuang bersama sang putra. Jika saja Jaejoong dapat berandai-andai, dirinya ingin sekali mengabiskan sisa hidupnya bersama Yunho dan Jeyun. Tidak peduli kerja kerasnya selama ini serta keseluruhan aset yang dimiliki- mereka semua tidak akan pernah bisa menggantikan kedamaian yang diterimanya dari dua pria Jung itu.
"Apa yang kau pikirkan?"
Jaejoong tidak lagi kaget oleh sentuhan yang diterima pipinya, dan hal itu malah semakin membuatnya sulit melepaskan Yunho, "Aku hanya takut jika Jeyun akan kecewa, kami telah berencana untuk menghabiskan waktu di kebun anggur sebelum pergi ke restoran ayam langganannya. Sayang sekali harus dibatalkan," dirinya bersungguh-sungguh akan kekhawatiran tentang reaksi Jeyun.
"Tidak masalah. Kalian masih akan melakukannya jika kau kembali berkunjung, lagipula kau memiliki kesibukan yang tidak bisa seenaknya ditinggal dan Jeyun pasti mengerti. Putra kita telah beranjak dewasa, Jaejoong-ah. Pola pikirnya bahkan melebihi ekspetasi kita berdua, bukan?"
Dada Jaejoong terasa begitu penuh oleh kalimat Yunho. Pria itu tanpa sadar mengikutsertakan dirinya dalam kehidupan Jeyun, dan mungkin kehidupan Yunho sendiri. Dirinya tidak berniat merasa rendah diri oleh kebaikan Yunho setelah berbagai kelakuan buruknya di masa lalu, namun menerima cinta dan kasih sayang Yunho adalah keberkahan yang tidak akan pernah bisa Jaejoong abaikan.
"Kita akan kembali bertemu, bukan?" sudut mata Jaejoong sedikit tergenang, tiba-tiba saja nalurinya memperingatkannya akan suatu hal yang belum diketahui.
Yunho menaikan alisnya untuk memahami ungkapan itu, tidak perlu merasa terlalu percaya diri ketika Jeyun sudah pasti yang dimaksud, "Aku akan menjaga Jeyun dengan baik, kau tidak perlu cemas. Aku tidak mungkin menyakitinya,"
"Kau..." Jaejoong menjadi lebih berani, "Apakah aku masih bisa kembali bertemu denganmu, Yunho-ya?"
"Jaejoong-ah," bibir hatinya terkulum meragu, "Bukankah kita sedang bertatap muka kini? Aku berada dihadapanmu, Jaejoong. Dan lima hari terakhir kita berada di tempat yang sama." Meski Yunho dapat menangkap sinyal Jaejoong, namun logikanya menolak untuk jatuh pada lubang pesakitan yang sama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Love
FanfictionKisah dari dua orang pria, Jung Yunho dan Kim Jaejoong. Mereka adalah anggota dari sebuah grup idol terkenal, hingga menghilangnya Jung Yunho ditambah kabar pernikahan Kim Jaejoong merebak luas, menciptakan berbagai spekulasi diantara penggemar hing...