EPS 9:ATTEMPT

2.6K 411 186
                                    

"Bagaimana rasanya berpura-pura waras?"

Sinar matahari membangunkannya dari tidur nyenyak semalam. Setelah membuat Seulgi 'jera' karena ulahnya, seperti biasa dia memaksa perempuan itu untuk tidur di sebelahnya.

Tentu, apa jadinya jika Seulgi tak ada disampingnya? Beberapa kali Jimin tidur bersama perempuan itu dan hasilnya benar-benar membuatnya bisa tidur nyenyak. Tidur nyenyak? Dia tak ingat pernah tidur senyaman saat Seulgi di sisinya. Dia bahkan tak pernah tidur selama itu saat tanpa Seulgi. Perempuan itu yang bisa membuatnya seperti ini.

Setidaknya hanya tidur di sebelahnya sudah cukup, meskipun sebelumnya Jimin membuat Seulgi menangis sejadi-jadinya—setelah mengurungnya di gudang dan lagi-lagi melecehkannya.

Kini, tatapannya pun beralih ke sana. Pada perempuan yang masih terlelap itu. Tidak, Jimin tak melakukan apa pun padanya kecuali memeluk Seulgi sepanjang malam—Meskipun Seulgi terus menangis ketakutan.

Tapi dibalik itu, Jimin merasa tak pernah menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya. Dia bia melihat perempuan idamannya selama bertahun-tahun dalam jarak sedekat ini. Apa lagi, mereka berada di ranjang yang sama.

Oh tak ada yang tahu seberapa sukanya Jimin pada perempuan itu. Dulu dia membayangkan betapa beruntungnya pria-pria yang bisa dekat dengan Seulgi. Dia begitu iri dengan mereka yang bisa bersama perempuan itu. Dan Jimin seketika mengingat bagaimana dirinya yang selalu menatap Seulgi dari jauh. Bagaimana dirinya yang selalu mengirim surat, bagaimana dirinya yang selalu tersenyum saat melihat perempuan itu.

Bahkan hal itu terasa sangat membahagiakan sebelum akhirnya Seulgi sendiri yang menghancurkan semuanya. Saat itu, Jimin yang merasa tak punya teman justru sangat bahagia hanya dengan melihat gadis itu. Tapi seketika harapannya pun hancur setelah Seulgi juga menghancurkan hatinya.

Dan saat itu juga Jimin menganggap jika di dunia ini memang tak pernah ada yang menyukainya. Hal itu juga yang membuatnya seperti ini, membenci perempuan itu sampai titik terendah.

Salahkah dia punya pemikiran seperti itu?

Tangannya pun terulur untuk menggapai wajah itu. Menggapai wajah halus yang begitu dia kagumi. Dia mengusapnya pelan seolah dia tengah berhati-hati jika Seulgi mungkin akan terluka. Sungguh, hal ini tak akan pernah dia rasakan saat dulu.

Tapi Jimin pernah mengatakan jika dia tak lagi menyukai Seulgi? Dia pernah mengatakan sendiri jika rasa cinta itu tak ada lagi. Hanya tersisa rasa benci di sana. Benar kan? Jimin sudah tak menyukai perempuan itu lagi kan?

"Aku sangat membencimu." Tiga kata itu selalu dia ulangi untuk meyakinkan dirinya sendiri. Tapi berbeda dengan perlakuannya yang masih mengelus lembut pipi gadis itu sambil mengaguminya. "Aku ingin sekali melihatmu menderita Seulgi." Tapi lagi-lagi Jimin berbohong saat nyatanya dia tak menghentikan perlakuannya. "Aku benar-benar membencimu Seulgi, aku tak lagi menyukaimu." dia kembali berbohong saat kini dia kini malah mendekat dan mencium pipinya pelan.

Bahkan jimin memeluknya erat dari belakang dan menikmati betapa hangatnya pelukan itu.

Kenapa selalu ada dua hal yang bertolak belakang dalam pikirannya? Jimin bilang dia membenci Seulgi tapi nyatanya dia malah memeluk perempuan itu.

"Aku membencimu." Dia kembali mengatakan itu ditengah dirinya yang masih memeluk posesif.

Tapi, di tengah pelukannya yang belum terlepas, Jimin yang masih memeluk Seulgi erat tiba-tiba harus terganggu oleh suara ponsel yang berdering—ponsel miliknya. Mendengar itu pun, Jimin langsung mengangkatnya.

"Halo Jimin?" Wanita ini lagi, yang selalu 'mengganggunya'. "Apa kabar? Apa kau masih sibuk?" Beberapa kali wanita itu meneleponnya, dan sudah pasti dia ingin Jimin menemuinya. "Bisakah kau datang menemuiku? Sebentar saja, kita mengobrol. Tak akan lama." Tapi Jimin masih belum menjawab. "Bisakah? Aku harap kau bisa datang hari ini."

[DITERBITKAN] XANNYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang