Tidak Apa

30.3K 2.4K 78
                                    

"Tuh, seharusnya di usia yang sudah segini dia mulai tampak. Janinnya sangat kecil, tante mohon sama kamu untuk makan makanan yang bergizi dan jangan banyak pikiran." Aku tertegun menatap layar di samping tempat tidur dengan pikiran yang tidak karuan.

Tepat satu minggu lalu, saat Harviz benar-benar mengundang tante Tika ke rumah, Aku mendapati kenyataan bahwa diriku tengah hamil. Usia janinnya jalan empat bulan lewat hasil pemeriksaan yang tante Tika berikan.

Bukan kabar menyenangkan juga bukan suatu kesialan. Dalam situasi yang tidak baik seperti sekarang, bagaimana aku tidak banyak pikiran?

Saat itu, tante Tika menyarankan untuk langsung memeriksakan diri ke rumah sakit tempatnya praktik. Tujuannya agar bisa mendapat hasil yang lebih akurat. Tapi entah apa yang mengganjal, aku terus menunda waktu. Berusaha memperiapkan diri untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan baru hari ini aku sanggup melangkah dari rumah untuk periksa.

"Tante tahu masalah yang sedang kamu hadapi cukup berat. Tapi janin di kandungamu juga butuh diperhatikan."

Satu tetes air mataku turun. Sudah pasti Romi tidak ingin tahu tentang hal ini. Aku tebak, dia sudah tidak mau peduli. Padahal setelah bercerai, aku ingin kembali mencari pekerjaan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Tapi dalam kondisi hamil seperti ini, aku tidak yakin untuk hal itu.

Nak, kenapa kamu datang di saat yang tidak tepat.

"Tante janji mau kasih aku info lowongan kerja, kan? Sudah dapat belum?" Tanyaku.

"Ck! Tante tidak yakin akan membiarkan kamu bekerja dalam kondisi yang rawan seperti sekarang." Ujarnya sembari membereskan beberapa peralatan.

"Aku butuh kerja, tan. Dengan adanya calon bayi di rahimku, sudah pasti kebutuhanku akan semakin banyak. Kasihan papa kalo aku tidak mampu mengimbangi pemasukannya." Tante Tika menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Tante enggak tahu harus bilang apa lagi. Tante paham kamu pasti berat menerima ini semua." Ucapnya sendu. Aku tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan beban di balik senyum palsu itu.

"Hanum pasti kuat kok tan!"

"Ini," Tante Tika memberikan sebuah kartu nama ke arahku.

"Siapa tahu kamu beruntung."

"Kantornya area dekat sini saja kan tan, enggak jauh?" Tante Tika menggeleng.

"Cuma dekat, kamu bisa melamar ke sana. Tapi dengan satu syarat, setelah usia kandungan kamu masuk bulan ke lima, dan ukuran janinnya sudah normal!"

"Tapi, tan..." Bagaimana mungkin? Bisa-bisa lowongan kerjanya sudah tutup.

"Tante tidak mau membahayakan nyawa kamu juga janinmu. Jadi tolong kamu bersabar." Aku terdiam.

"Setelah ini, tante akan atur jadwal makan kamu, obat-obatan dan vitamin. Selain itu, ada jadwal minum susu serta suplemen lain supaya berat janinnya bisa segera normal." Aku mengangguk pasrah.

"Sekali lagi terima kasih untuk kebaikan tante. Aku nggak tahu harus gimana kalo enggak ada tante Tika."

"Tolong lebih sabar ya menghadapi papa kamu. Dia tuh sebenarnya sangat sayang sama kalian."

"Hanya saja keadaan membuat dia menjadi sedikit dingin dan terkesan sadis. Tante tahu, dia pun tidak tega membiarkan kamu bekerja. Tapi papa kamu tidak ada pilihan lain. Barangkali tahun besok tanggungannya segera selesai, jadi bisa fokus pada kamu dan Harviz." Aku hanya bisa mengangguk

.....

Memasuki bulan kelima, aku sudah diizinkan untuk melamar pekerjaan. Tante Tika benar-benar merawatku dengan baik selama satu bulan kemarin. Tidak lapar pun disuruh makan. Semua vitamin dan obat tidak pernah absen, begitu juga dengan susu.

Bukan Salah Karma [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang