Calon Jagoan!

26.9K 2.3K 27
                                    

"Masih sering mual?" Tanya tante Tika sembari mengoleskan gel di permukaan perutku.

"Sedikit, tan." Tante Tika menganggukkan kepalanya.

"Agak kurang wajar saat mulai menuju bulan ke delapan dan masih mual. Tapi ibu hamil punya keluhannya masing-masing. Kamu yang semangat ya!" Aku tersenyum kecil.

Alat yang ada di atas perutku mulai menunjukkan fungsinya.

"Wah sehat sekali janinnya. Tante pikir perkembangan dia di dalam perut sangat pesat, semuanya bagus tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Aku merasa lega sekaligus terharu menatap layar di samping tempat tidur.

"Mau tahu jenis kelaminnya enggak?"

"Bisa tan?" Ujarku antusias.

"Coba ya kita lihat sama-sama." Tante Tika memfokuskan diri mencermati layar bergambar itu.

"Calon jagoan ini!" Aku sedikit lesu, padahal aku ingin sekali punya bayi perempuan. Tapi semua yang Tuhan titipkan akan tetap ku syukuri.

Aku merapikan kembali bajuku, lalu berjalan menuju meja tante Tika. Dia tampak sibuk memberiku catatan-catatan pada kertas kecil di samping obat.

"Gimana pekerjaan kamu?"

"Alhamdulillah baik tan." Jawabku singkat.

"Nyaman, kan?" Aku tersenyum gugup.

"Kira-kira betah enggak?" Tanyanya lagi.

"Bisa dibilang betah karena butuh, tan. Kan yang penting aku enggak akan kesusahan beli popok sama susu buat anakku kelak." Tante Tika tersenyum miris.

"Kamu berhak meminta pertanggungjawaban pada Romi. Meski sudah mantan tapi dia tetap wajib membiayai anak yang kamu kandung." Aku menggeleng cepat.

"Aku enggak mau tan. Aku enggak pengen dia marah kalau tahu aku hamil anaknya. Aku takut dia justru mencelakai anak ini." Bayangan-bayangan buruk selalu berhasil menghantuiku sejak bercerai. Aku tidak ingin berurusan lagi dengan Romi.

"Selama aku bisa berusaha sendiri, aku tidak ingin meminta apapun dari dia, tan. Aku enggak mau anak ini jadi korban berikutnya." Penjelasanku membuat wanita itu menghela napas.

"Tante cuma berdoa, hasil kerja kamu bisa menghidupi kalian. Tante enggak mau ya kamu susah-susah kerja tapi hasilnya tidak mencukupi!" Aku terkekeh.

"Tante tidak perlu khawatir." Ujarku sembari mengusap jemarinya. Dari yang aku lihat, tante Tika belum tahu kalau perusahaan yang dia rekomendasikan beberapa bulan lalu itu adalah perusahaan milik Bagas.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau dia sampai tahu. Dokter kandungan profesional itu pasti akan bercerita pada papa dan papa akan memintaku berhenti bekerja.

"Tante minta, mulai minggu depan kamu sudah meminta jatah cuti hamil."

"Sebenarnya aku juga mikir begitu, tan. Tapi sepertinya kurang sopan baru masuk berapa bulan sudah minta cuti." Enggak tahu diri banget kan ya?

"Jangan berfikiran begitu dong, Han. Perusahaan seharusnya memahami kondisi kamu! Memangnya mereka mau kalau sampai kamu lahiran di kantor!" Aku sontak tertawa.

"Tante Tika mikirnya kejauhan!"

"Loh, banyak terjadi hal seperti itu. Apalagi terkadang ibu yang terlalu aktif bergerak bisa melahirkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan."

"Masa iya, Tan?"

"Lah, tante banyak menangani kasus begitu. Kamu harus banyak-banyak istirahat untuk mempersiapkan diri menuju HPL. Kasihan janin kamu kalau dibawa kerja terus." Tidak ada cara lain menanggapi ucapan tante Tika selain mengangguk.

Bukan Salah Karma [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang