Part. 21

642 91 13
                                    

Kalian bosen ya aku up terus?

ㅡㅡ

Mata sipit milik Jeno menelusuri sepanjang kedai kopi dekat apartemennya untuk mencari keberadaan Haechan. Setelah menemukan sosok pemuda gembil itu ia pun berjalan santai kearahnya lalu duduk dengan tenang di depan Haechan.

Haechan meliriknya sekilas lalu mengedarkan pandangannya pada taman bunga yang terdapat dalam toko tersebut. Tetap mekar di tengah musim salju ini karena mereka terlindungi oleh kehangatan.


“Bunga-bunga itu layaknya Jaemin.”

Jeno ikut menatap bunga-bunga di dalam kedai itu. Yang tertata rapi, berwarna-warni memanjakan mata. Mengingatkan pada sosok cantik suaminya juga.

“Dia hanya bisa bertahan kokoh dengan kecantikan karena kehangatan. Ia hanya butuh perhatian dan cinta. Itu saja.” Haechan menatap Jeno penuh harap. “Jadi, bisakah kau melakukan itu untuknya?”

“Apa maksudmu?”

“Kau mengerti maksudku, Jeno.” Haechan menatapnya tajam. “Kau menduakannya. Bagaimana mungkin kau membagi perhatianmu untuk dua orang sekaligus? Bagaimana mungkin kau bisa seegois itu?”

Mata Jeno dapat menangkap ekspresi Haechan yang seolah sedang menahan amarah.

“Sebenarnya bagaimana perasaanmu pada Jaemin? Apa kau masih mencintai Renjun dan mempertahankan Jaemin hanya untuk membunuhnya secara perlahan? Bahkan kumbang pun tak bertengger pada dua bunga. Ia akan memilih salah satunya. Tidakkah kau mengerti juga?”

“Itu bukan urusanmu, Haechan-sshi.” Haechan terkekeh mengejek.

“Tentu saja urusanku. Jaemin adalah segalanya. Dia sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri dan kau dengan mudahnya menyakitinya.”

“Aku tak bermaksud seperti itu.” Jeno pun mulai tersulut emosi karena Haechan terus-terusan memojokannya. “Jaemin hanya tidak mau mengerti bagaimana posisiku sekarang.”

Haechan berdiri dari tempat duduknya lalu nencengkram kerah Jeno hingga membuat pemuda berhidung mancung itu terbatuk sebentar. Haechan mendesis penuh amarah.

“Aku tidak bisa meninggalkan Renjun dalam keadaan seperti ini. Hyunjin hyung dan suaminya sibuk di perusahaan. Seulgi noona dan Dokter Lai memiliki urusan masing-masing. Lalu siapa yang akan menjaga Renjun?” ujarnya di tengah kesakitan itu. “Tak ada cara lain untuk menjaga Renjun selain menikahinya.”

“Dasar gila!”

Haechan melepaskan cekikan itu dengan kasar hingga tubuh Jeno terhempas. Sekecil itu, namun tenaganya luar biasa. Kalau saja sedang tidak berada di tempat umum, Haechan sudah pasti mencincang tubuh Jeno saat ini juga.

“Aku kira Jaemin hanya mengada-ngada, namun ternyata semua itu benar. Bagaimana mungkin kau bisa seegois itu?! Apa otakmu belum berfungsi dengan benar, Lee Jeno? Aku masih maklum jika itu dilakukan oleh kau yang dulu. Tapi lihat dirimu sekarangㅡ”

Haechan segera berdiri dari kursinya dan menatap tajam mata Jeno.

“Kurasa kau membutuhkan otak yang baru, Tuan Lee. Menjaga Renjun tidak harus dengan menikahinya.”

“Kau takkan pernah mengerti, Haechan-sshi!”

“Kaulah yang tak mau mengerti Jaemin, brengsek! Aku pergi!”

Jeno menggeram kesal setelah kepergian Haechan.

***

Hyung, aku datang lagi.”

Jeno refleks mencium dahi Renjun untuk beberapa detik.

Ia pun duduk disamping ranjang Renjun dan menggenggam jemari Renjun dengan erat. Lelaki sipit itu menatap Renjun dengan sendu. Bertanya-tanya apakah yang dilakukannya ini benar-benar telah menyakiti Jaemin atau memang Jaemin terlalu mencemburuinya?

Apa ini kesalahannya yang hanya ingin memenuhi permintaan ibunya? Atau salah Jaemin yang tak pernah mencoba mengerti posisi Jeno? Atau sebenarnya ini adalah mereka berdua?

Jeno mengerti betul kalau hubungan mereka tak pernah berjalan baik. Dan mungkin semua itu berakar dari dirinya. Ia tak pernah benar-benar berniat untuk membuka hatinya untuk Jaemin.

Ia memang tertarik pada sosok itu, Jeno pun nyaman bersama Jaemin. Tetapi sekali Lagi, Renjun adalah seseorang yang harus dijaganya. Itulah yang membuatnya masih ragu.

Jika ada yang bertanya bagaimana perasaannya terhadap Renjun?

Jeno pun tak tahu. Baginya, Renjun adalah sosok ibu kedua. Seperti peran Seulgi juga. Hanya saja, Renjun lebih spesial dari itu.

Jika itu disebut cinta, Jeno pun ragu. Ia tak pernah berdebar ketika bersama Renjun. Ia tak pernah menyayangi seseorang sebesar kasih sayangnya pada ibunya. Dan fakta yang memukulnya telak adalah... perasaan itu hanya ada ketika Jaemin yang bersamanya.

Debaran halus, perasaan hangat, rasa aman dan nyaman. Perasaan ingin melindungi yang lebih besar dan perasaan kuat untuk memiliki. Semua itu nyatanya hanya ada untuk Jaemin. Mungkin ia memang telah jatuh cinta sejak lama.

Namun sekali lagi, Jeno itu terlalu bodoh untuk menangkap bisikan dari dalam hati kecilnya itu...


Hyung, aku tak tau apa yang harus aku lakukan.” lirihnya. “Aku terlalu bodoh. Kenapa aku begitu egois dengan menginginkan kalian berdua?”

Jeno menunduk. Dahinya bersandar pada punggung tangan Renjun yang digenggamnya.

Jujur saja, perasaannya sangat kalut sekarang. Ia mengkhawatirkan Jaemin. Lelaki itu tetap tidak bisa dihubungi sejak tadi dan Hyunjin pun sepertinya tidak bertemu dengan suami mungilnya itu.

“Aku... aku menyayanginya, hyung. Aku sangat mencintainya. Aku tak tau perasaan ini ada sejak kapan. Aku harus bagaimana, hyung? Bagaimana denganmu?”




Guanlin menatap punggung Jeno dalam diam. Lelaki berjas Dokter itu sudah berada disana sejak lima menit yang lalu dan mendengar semua ucapan Jeno. Namun Jeno sendiri tak menyadari kehadirannya karena terlalu sibuk dengan keluh kesahnya pada Renjun.

Jeno, bagaimana ia mengatakannya, lelaki itu terlihat benar-benar mencintai sosok suaminya tetapi disatu sisi ia juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga Renjun.

Sepertinya ia harus melakukan sesuatu agar Jeno bisa menyadari kesalahannya dan melepaskan Renjun. Dengan begitu pun, Guanlin akan leluasa bersama Renjun. Dan ia bisa mendapatkan cinta Renjun dengan perlahan.



“Tuan Lee?”




To be continued.

Jughead SpouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang