Part. 30

629 92 5
                                    

Jaemin menatap datar sosok Renjun yang tiba-tiba saja bertamu ke rumah besarnya. Padahal ia baru saja selesai menelepon suaminya untuk menjemputnya, namun selang lima menit, Renjun sudah dipersilahkan masuk oleh ibunya.

Jaemin sungguh merutuki ibunya yang membawa masuk lelaki sialan yang selalu menggoda suaminya itu. Keduanya kini duduk berhadapan di taman belakang rumah besarnya.

Renjun tampak terdiam sembari menyesap tehnya, sedangkan Jaemin melipat kedua tangannya dan menatap Renjun tajam.

Renjun yang merasa diperhatikan pun langsung membalas tatapan Jaemin dengan senyuman yang terlihat dipaksakan.

"Kenapa tiba-tiba kemari?"

"Aku... hanya ingin minta maaf tentang semua yang telah terjadi."

Jaemin membuang wajahnya.

Teringat akan masa lalu mereka yang benar-benar menyesakkan. Ia benci mengingat semua itu. Mengingatkan kejadian itu hanya akan membuatnya semakin sakit.

Semua penolakan Jeno hanya karena sosok Renjun ㅡlelaki yang selama ini menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya dan menghancurkannya.

Sekarang dengan mudahnya dia meminta maaf?

Jeno hampir saja menikahi lelaki itu. Bayangkan betapa sakitnya Jaemin waktu itu. Dengan mudahnya Renjun datang dan bersikap seolah dia adalah malaikat yang selalu dikelilingi kebaikan lalu meminta maaf padanya.

Untuk apa? Mencari perhatian Jeno lagi? Heh.

"Minta maaf, huh? Setelah semua yang terjadi, tidakkah terlalu mudah bagimu untuk meminta maaf?"

"Aku dengar kau juga hampir bunuh diri karenaku, maka dari itu aku datang kemari untuk meminta maaf, Na Jaemin."

Tatapan Jaemin masih saja datar.

Dan tanpa disadarinya, Renjun mengepalkan tangannya.

Dia kesal dengan sikap Jaemin yang terlihat begitu membencinya. Membuat Renjun semakin tidak rela untuk menyerahkan Jeno pada lelaki itu.

"Aku akan memaafkanmu jika kau menjauh dari Jeno."

"Tidak." ucapan Renjun membuat hatinya mencelos.

Tatapan tajam keduanya beradu.

"Apa aku juga sudah mengatakan 'maaf' untuk 'tidak akan pernah meninggalkan Jeno'? Aku akan tetap bersama Jeno. Dan meyakinkannya kalau aku benar-benar sangat mencintainya."

Wajah Jaemin pun sudah memerah menahan emosi karena jawaban Renjun. Rasa kesal bertumpuk dalam hatinya. Mengabaikan rasa sakit di kepalanya, Jaemin berdiri dan menumpahkan segelas teh hangat pada wajah Renjun hingga lelaki manis itu basah kuyup.

Renjun tersenyum ㅡlebih tepatnya menyeringaiㅡ melihat reaksi Jaemin. Sungguh, Jaemin telah membangunkan monster dalam dirinya. Ia, takkan pernah lagi menjadi Renjun yang lemah.


"Pergi!"

"Aku lelah menuruti kemauanmu, Na Jaemin. Kau tidak bisa mengaturku lagi. Renjun tidak akan menjauh dari Jeno. Aku pergi."

Brengsek! Kau... aku takkan membiarkanmu, Renjun!


***

Jaemin terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Kepalanya terasa sangat pusing dan pandangannya mengabur.

Melihat sekelilingnya, Jaemin mampu mengenali tempat ini sebagai kamar tidurnya di Mansion Na.

Ia melirik ke samping dan melihat Jeno tengah menumpu pipinya dengan sebelah tangan. Matanya terpejam dan kepalanya terantuk-antuk. Sepertinya suaminya telah menungguinya sedari tadi.

Apa mungkin ia pingsan?

Karena setelah kepergian Renjun, ia merasakan sakit pada bagian dadanya dan pandangannya berubah gelap.

“Jeno...” panggilnya dengan suara serak.

Tenggorokannya terasa sakit sekarang. Jeno berjengit kaget. Secepat kilat, ia langsung duduk di ruang kosong di samping Jaemin dan membantunya duduk.

“Kau terbangun? Apa ada yang sakit?”

Jaemin menggeleng pelan, lalu membisikan kata 'haus' dengan lirih. Jeno langsung mengambilkan gelas berisikan air putih yang ia taruh di nakas dan membantu suami mungilnya minum.

Ia menyandarkan punggung Jaemin di dadanya dan memeluknya dari belakang. Dapat ia rasakan suhu Jaemin yang sedikit meningkat. Sepertinya ia terserang demam, namun tidak begitu mengkhawatirkan.

“Apa kau butuh yang lain?”

Jaemin menggeleng pelan. Matanya terlihat sayu dan enggan terbuka.

“Mama?”

“Mama sedang makan malam bersama papa. Tadinya mama menjagamu sampai lupa makan malam, kau tau!”

Jeno menyentil dahi suaminya hingga Jaemin mengerang manja. Ia menyandarkan tubuhnya demi masuk ke dalam dekapan suaminya. Senyum kecil tersemat di bibir pria yang lebih tinggi. Suaminya begitu menggemaskan.

Sulit untuk tidak jatuh cinta pada lelaki manis sepertinya. Jemari besar Jeno menelusuri rambut halus Jaemin sementara si manis memainkan jemarinya yang lain.

“Ada apa sebenarnya? Kenapa kau tiba-tiba pingsan? Kau membuat kami semua khawatir.”

Bibir si manis merengut. Mengerucut lucu, seperti sudah menjadi kebiasaan ketika ia mulai merajuk.

“Jeno,” yang lebih tinggi menanggapi dengan gumaman kecil. “Kau tidak akan meninggalkanku kan? Kau akan tetap bersamaku kan?”

Dahi Jeno berkerut mendengar pertanyaan out of topic dari suami manisnya.

Diliriknya wajah cantik itu tampak sendu dan menatap jemari besarnya dengan ekspresi yang kosong. Entah apa yang dipikirannya, ia tak tahu.

“Kenapa kau bertanya seperti itu, Jaem?”

Jaemin membalikkan tubuhnya untuk melihat ke dalam manik Jeno. Ekspresinya tampak serius namun tetap terlihat imut. Jeno sampai lupa jika mereka membahas hal penting sekarang.

Uh, keraguan Jaemin sepertinya muncul kembali apa yang sebenarnya terjadi?


See! Kau dulu memanggilku Nana, apa sekarang kau sudah melupakan panggilanmu? Apa kau belum bisa menerima kehadiranku?”

“Jaemㅡ”

“Kenapa? Apa kau sudah tak mau memanggilku seperti itu? Kau belum terbiasa?”




“Jaemin, apa yangㅡ”

“Kau tak mau menerimaㅡugh. Sakit.” Kepalanya kembali berdenyut sakit dan dadanya terasa sesak.

Jaemin meremas-remas kepalanya dan Jeno pun merasa dirinya terkena serangan panik mendadak. Tangannya segera mengambil gelas air putih lagi, namun Jaemin menolak untuk meminumnya.

“Sakit, Jen..”



Pasti gangguan itu lagi!



“Tenanglah... aku disini.”

Jeno membaringkan tubuh mereka dan mendekap Jaemin dengan erat. Kemeja depannya terasa basah. Sepertinya Jaemin sudah menitikkan air mata sejak tadi, meskipun tak ada satu isakan pun yang keluar dari bibir tipisnya. Rasa sesak pun mencengkram erat dada Jeno.

Melihat bagaimana Jaemin merasakan kesakitan itu sendiri, rasanya ia ingin menangis saja.

“Tidurlah, Jaem... Pejamkan matamu. Tidurlah...”





Kenapa semuanya menjadi serumit ini?


TBC.

Jughead SpouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang