24 ♍ ️Alasan yang Sebenarnya ♍️

90 14 5
                                    

Minggu, 06 Oktober 2019

Seperti yang Bulan bilang waktu di hari Rabu, kalau hari Sabtu dia akan pergi ke rumah Pamannya Farhan untuk bermain. Seperti biasa, Bima mengantarnya sebelum berangkat kerja.

"Farhan," ucap Bulan sambil mengetuk pintu rumah.

Tidak lama kemudian Farhan datang membukakan pintunya. "Ayok, masuk."

Mereka masuk dan duduk di ruang tamu. "Aku ambilin minum dulu, ya," ucap Farhan sambil beranjak ke dapur.

Sementara itu Bulan memainkan ponselnya. Ternyata ada pesan masuk dari Zidan.

Zidan: "Kamu ada waktu luang nggak?"

Bulan: "Memangnya kenapa?"

Zidan: "Aku mau ngajak jalan."

Bulan: "Maaf, aku nggak bisa."

Zidan: "Kenapa? Karena lagi di rumah Farhan?"

Bulan: "Kok, kamu tahu?"

Zidan: "Satu-satunya alasan kamu ketika nggak bisa diajak jalan, memangnya apalagi kalau bukan karena main dengan Farhan."

Memang benar. Akhir-akhir ini Zidan selalu mengajaknya jalan dan pulang bareng. Namun Bulan selalu menolaknya dengan alasan dia main dan pulang bersama Farhan. Entah apa yang sebenarnya Bulan inginkan. Dulu, dia yang selalu mengejar cinta pertamanya, tetapi setelah Zidan balik mengejarnya dia malah menjauh.

Bulan tidak membalas pesan dari Zidan. Dia beralih menatap Farhan yang membawa segelas air putih untuknya. Farhan pun duduk di sebelah Bulan.

"Tadi, Zidan nge-chat aku. Katanya dia mau ngajak aku jalan," ucap Bulan.

"Terus?"

"Aku bilang nggak bisa karena aku lagi di rumah kamu."

Farhan menghela nafas. "Kalau kamu mau pergi sama dia ... nggak papa, pergi aja," lirih Farhan.

"Ah, nggak usah. Aku juga nggak mau jalan sama dia."

"Kenapa?"

"Entahlah."

Mereka diam untuk beberapa saat. Kemudian Farhan mulai angkat bicara kembali. "Sebenarnya apa alasan kamu menolak dia?"

"Aku, kan, sudah bilang kalau kita itu nggak bakalan bisa bersama."

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Karena aku bisa merasakannya."

Mereka terdiam lagi hingga ada suara ketukan pintu dari luar. Farhan segera beranjak untuk membukannya.

"Di mana Bulan?" tanya Zidan yang tadi mengetuk pintu.

"Ada." Tanpa permisi Zidan segera masuk ke dalam.

"Bulan."

Bulan menoleh. "Zidan. Ngapain kamu ke sini? Aku kan sudah bilang ...."

Ucapan Bulan terhenti saat Zidan memegang tangannya. "Aku mau kamu jadi pacar aku. Dan kali ini aku tidak mau ada penolakan."

Sontak ucapan Zidan membuat Farhan dan Bulan terkejut. Bulan berpikir kalau ucapan Zidan mirip dengan ucapan-ucapan Bad boy yang menembak cewek di cerita Wattpad.

"Maaf Zidan, aku sudah bilang nggak bisa," tolak Bulan untuk yang ke dua kalinya.

"Kenapa? Karena dia, kan?" bentak Zidan sambil menunjuk ke arah Farhan.

"Apa maksud kamu?"

"Karena kamu dan dia sudah berpacaran?"

"Zidan, aku sudah bilang kalau kita itu ...."

"Diem lo!" bentak Zidan pada Farhan.

"Kita nggak pacaran, Farhan itu cuman sahabat aku. Dan aku ...."

"Jujur aja, deh," sahut Zidan membuat ucapan Bulan terpotong.

"Aku udah jujur. Kamu ini kenapa, sih?"

Zidan hendak memukul Farhan. Namun kali ini Farhan menahannya, dan langsung melayangkan pukulannya ke arah rahan Zidan,  membuatnya sedikit terkejut karena sekarang Farhan sudah bisa melawannya. Zidan mengusap darah yang mengucur di rahangnya. Ternyata pukulan Farhan cukup keras juga.

"Jadi, sekarang lo udah berani ya?"

Zidan membalas pukulan Farhan dengan menendang perutnya. Membuat Bulan semakin terkejut, dan langsung membantu Farhan yang meringis kesakitan di lantai.

"Kalian ini kenapa, sih?" bentak Bulan.

"Kalau kamu tetep nggak mau nerima aku karena dia, aku juga bakalan tetap akan menghajar dia."

Zidan hendak melayangkan lagi sebuah pukulan ke arah Farhan. Namun Bulan menahannya. "Stop!" teriak Bulan.

"Satu-satunya alasan aku nggak mau nerima kamu karena kamu adalah saudara tiri aku!" Kali ini Bulan tidak bisa menahannya lagi.

•••
Flashback

"Mah, Pah, kenalin ini Bulan."

Orangtua Farhan langsung menoleh ke arah mereka.

Deg.

"Wah, kamu cantik sekali, sayang," puji Hilma.

"Kalau Bulannya sudah datang, ayok, kita mulai acaranya."

Saat hendak kembali ke halaman, Bulan bertanya kepada Zidan, "Zidan, aku boleh tahu siapa nama Ibu kamu?"

"Hilma Rosita. Memangnya kenapa?"

"Ah, nggak papa, kok. Cuman pengen tahu aja."

Aku nggak mungkin lupa wajah dan nama itu. Dia ... dia memang Ibu aku. Kenapa dia bisa menjadi Ibu Zidan?
•••

"Maksud kamu?" tanya Zidan yang terkejut.

"Aku nggak tahu gimana ceritanya Ibu aku bisa jadi Ibu kamu. Hilma Rosita, dia adalah Ibu aku! Aku nggak mungkin bisa lupa wajah dan nama Ibuku!" teriak Bulan dengan air mata mata yang sudah tidak bisa dibendung lagi.

Hancur sudah semuanya. Dia tidak bisa lagi menahan emosinya. Dan dia juga sudah tidak kuat lagi menyembunyikan kenyataannya. Bulan segera berdiri dan lari dari mereka. Bulan berlari dengan terus meneteskan air mata, tanpa peduli dengan keadaan sekitar. Zidan juga beranjak pergi dengan motornya. Namun bukan untuk mengejar Bulan, tetapi segera pulang ke rumah untuk menanyakan hal itu pada Ibunya.

Sementara itu, Farhan masih terduduk di lantai sambil memegangi perutnya yang sakit. "Apa maksud Bulan? Dia Bilang kalau Zidan adalah saudara tirinya? Ibu Zidan adalah Ibu Bulan? Tapi bukannya waktu itu Bulan pernah bilang kalau orangtuanya sudah meninggal karena kecelakaan? Apa dia membohongiku?" tanya Farhan pada dirinya sendiri.

Hari itu, mereka bertiga merasa hancur. Bulan yang tidak bisa menahan emosi dan ucapannya. Zidan yang tidak bisa memiliki Bulan karena dia adalah saudara tirinya sendiri. Serta Farhan yang merasa tidak dianggap karena Bulan tidak pernah menceritakannya. Mereka menangis tanpa memedulikan keadaan sekitar.

♍️♍️♍️

Terima kasih buat kalian yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca dan menghargai cerita ini.

Jangan lupa vote dan komennya, ya😊

Semoga selalu bahagia😊

WS

20 Mei 2020

VIRGO [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang