25 ♍️ Kecelakaan ♍️

103 13 3
                                    

Malam itu untuk pertama kalinya lagi Zidan menangis. Setelah mendengar apa yang Bulan ucapkan, dia langsung pulang dan menanyakan hal itu pada Ibunya. Awalnya Ibunya berpura-pura tidak mengerti. Namun akhirnya dia tidak bisa menolak kenyataannya.

"Mah, nggak usah berbohong lagi! Sekali lagi aku tanya, apakah Bulan September cewek yang aku kenalin sama Mamah di hari ulang tahunku sebenarnya adalah anak Mamah?"

Hilma terdiam.

"Jawab, Mah! Aku akan sangat berdosa jika aku terus membentak Mamah karena Mamah tidak mau menjawab yang sebenarnya!"

"Mamah tidak tahu! Mamah akan jujur menceritakan yang sebenarnya sama kamu, tapi Mamah tidak tahu apakah Bulan itu anak Mamah atau bukan."

Zidan mencoba tersenyum meski air matanya mulai menetes. "Ceritakan."

"Sebenarnya ... kamu bukan anak kandung Mamah. Ibu kandungmu bernama Tia Rahmawati. Saat kamu berumur 5 tahun ... Ibumu meninggal. Ayahmu pernah bilang sama kamu kalau Ibumu sudah pergi. Namun kamu masih terlalu kecil waktu itu, hingga kamu belum mengerti arti pergi yang sebenarnya."

Hilma menghela nafas panjang. Air matanya juga sudah tidak bisa dibendung lagi. Sedangkan Zidan hanya diam sambil menangis, mencoba menerima setiap perkataan dari Ibunya.

"Kamu terus menunggu kedatangan Ibumu untuk kembali. Ayahmu juga sangat bersedih. Hingga satu tahun kemudian, Ayahmu bertemu dengan Mamah yang mirip sekali dengan Ibu kandungmu. Lalu kita menikah dan sepakat untuk menutupi semuanya."

"Kenapa Mamah baru menceritakannya sekarang?"

"Karena Mamah hanya mencari waktu yang tepat, atau mungkin tidak akan pernah menceritakannya kalau kamu tidak bertanya. Karena kalau Mamah dan Ayah menceritakannya, kami tahu kalau kamu akan sulit untuk menerima kenyataannya."

"Kenapa Bulan bilang sama aku kalau Mamah adalah Ibunya?"

"Sudah Mamah bilang, Mamah tidak tahu. Mamah masih belum selesai bercerita."

Zidan mengangguk pertanda dia ingin Ibunya melanjutkan.

"Sebelum Mamah menikah dengan Ayah kamu, 6 tahun yang lalu ... saat itu Mamah hamil di luar nikah. Pacar Mamah berniat untuk menikahi Mamah. Namun Mamah tidak mau karena dia sudah dijodohkan. Sebelum Mamah pergi dari kehidupannya, dia memberikan Mamah sebuah kalung nama bertulis Septiani. Dia bilang kalau anaknya perempuan berikan nama itu, tapi kalau anaknya laki-laki Mamah boleh memberinya nama lain. Seolah tahu kalau anaknya memang perempuan, dan nama itu sangat cocok dengan anak Mamah yang lahir di bulan September. Saat Mamah hendak menikah dengan Ayahmu, Mamah meninggalkannya di sebuah panti asuhan, dan sampai sekarang ... Mamah tidak tahu dan tidak pernah bertemu lagi dengannya."

"Kenapa Mamah tega meninggalkannya?"

"Mamah tidak tahu. Mamah sudah menceritakan semuanya, jadi Mamah harap kamu mengerti."

***

Pukul 06.30. Farhan sudah sampai di sekolah. Namun dia tidak melihat keberadaan Bulan di kelas. Sampai bel masuk berbunyi pun Bulan tidak ada. Padahal saat itu Farhan sangat ingin menanyakan soal kejadian kemarin.

Tiba-tiba Wali Kelas X - Multimedia datang ke kelas. Farhan mengerutkan keningnya. Tumben ada Bu Ninda, sekarang kan bukan pelajarannya, batin Farhan.

"Assalamualaikum. Selamat pagi, anak-anak," sapa Bu Ninda.

"Waalaikumsalam. Pagi, Bu," jawab murid di kelas serempak.

"Maaf mengganggu waktunya sebentar. Tadi pagi, Ibu dapat telepon dari Kakaknya Bulan, katanya kemarin Bulan kecelakaan. Dia tertabrak mobil saat hendak pulang ke rumah. Jadi Ibu harap kalian patungan. Seikhlasnya aja, yang penting bisa buat beli buah-buahan. Perwakilan 4 orang yang menjenguknya, nanti pulang sekolah kita berangkat ke rumah sakit."

"Bu, sekarang bagaimana keadaan Bulan?" tanya Risna.

"Kakaknya bilang kalau Bulan belum sadarkan diri. Sekarang Ibu harus mengajar di kelas Farmasi. Ada yang mau ditanyakan terlebih dahulu?"

"Perwakilan 4 orangnya siapa aja, Bu?" tanya Adi.

"Bebas, siapa saja. Inget ya, cuman 4 orang. Soalnya pihak rumah sakit hanya memperbolehkan batas penjenguk sampai 5 orang saja."

"Baik, Bu."

"Sudah tidak ada yang mau ditanyakan lagi?"

"Tidak, Bu."

"Kalau begitu, Ibu pergi mengajar dulu ke kelas Farmasi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah Ibu Ninda pergi, Adi sang Ketua kelas langsung menagih uang patungan kepada teman-temannya. Setelah selesai, dia menghitung jumlah uang yang terkumpul.

"Alhamdulillah, ada 78.000. Mudah-mudahan cukup," ucap Adi yang diangguki oleh Rizki.

4 orang perwakilan yang ikut menjenguk Bulan adalah Adi, Rizki, Risna, dan Sri. Sebenarnya Farhan ingin sekali ikut. Namun dia berpikir ingin menjenguknya sendiri meskipun dia tidak tahu di rumah sakit mana dan ruangan apa.

***

"Gimana keadaan Bulan sekarang?" tanya Bu Ninda. Mereka sudah sampai di Rumah Sakit untuk menjenguk Bulan.

"Dia masih belum sadarkan diri, Bu. Ayok, silahkan masuk," ajak Bima kepada Bu Ninda dan teman-temannya Bulan. Mereka masuk ke ruangan Bulan dan melihat keadaannya yang masih terbaring lemah. Terdapat infusan yang menempel di tangan serta perban yang melilit di kepala dan tangannya.

"Astaga."

"Anak-anak, mari kita doakan semoga Bulan cepat siuman dan cepat sembuh."

Mereka mulai berdoa membacakan Surat Al-Fatihah serta doa untuk menjenguk orang sakit. "Aamiin ...."

"Kak, maaf kita harus segera pulang karena hari sudah menjelang Magrib. Maaf, cuman ini yang bisa kami berikan," ucap Bu Ninda sambil menyerahkan parcel buah kepada Bima.

"Eh, Makasih banyak, Bu. Makasih banyak adik-adik."

"Sama-sama. Semoga Bulan cepat sembuh. Kalau begitu kami pulang dulu."

"Iya, Bu."

Setelah mereka pergi, Bima kembali duduk di samping Bulan. "Ya ampun Bulan, kenapa kamu bisa ceroboh sampai tertabrak segala?" Dia mungusap puncak kepala Bulan dan menciumnya. "Semoga kamu cepat sadar. Kakak harus pergi dulu," lanjutnya kemudian pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya di kantor.

♍️♍️♍️

Terima kasih buat kalian yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca dan menghargai cerita ini.

Jangan lupa vote dan komennya, ya😊

Semoga selalu bahagia😊

WS

22 Mei 2020

VIRGO [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang