2. Tsunami dan Kegelisahan

3.5K 766 96
                                    

Dari awal seharusnya aku sadar.

Dari awal seharusnya aku mengerti.

Aku; identitasku; diriku

Tak seharusnya ada di sini...

Bukanlah bagian dari mereka...

...aku berbeda

...

Kekacauan melanda suku air. Bagaimana tidak, lonceng mercusuar yang berbunyi nyaring, berdenting selama lima kali seolah menjadi pertanda kematian.

Akan ada Tsunami yang dasyat.

Para penjaga berbondong-bondong mengamankan warga, sebagian lagi bersiap dan berjejer di sepanjang garis pantai.

Tsunami amat sangat jarang terjadi karena akhir-akhir ini bumi seolah dalam keadaan damai. Hanya ada satu kemungkinan besar. Gunung api aktif dasar laut akan erupsi.

Tak lama saat lonceng mercusuar berbunyi, bumi seolah menggigil. Getarannya dapat dirasakan. Beberapa orang yang tengah berlari terbirit-birit menyelamatkan diri nyaris terjatuh.

Haechan berlari sekencang yang dia bisa. Rumahnya berada dekat dengan pantai dan kemungkinan neneknya tengah berada di lantai dua. Mark dan Lin telah berpisah arah darinya. Mark berlari dan mencoba mengungsikan warga setempat sedangkan Lin berlari ke arah rumahnya.

Dari kejauhan Haechan melihat Roy, salah seorang penjaga suku air. Dia berlari dari arah rumahnya.

"ROY!!" Haechan berteriak lantang. Berusaha memanggil penjaga itu.

Untung saja Roy mendengar itu dan berlari kearahnya. "HAECHAN! Oh astaga!! Aku mencarimu sedari tadi!"

"Bagaimana dengan nenekku?! Kau berhasil mengungsikannya ketempat aman?!"

Roy menggeleng pelan. Seketika Haechan pias. "A-apa maksudmu?"

"Rumah kalian bahkan terkunci. Aku mencoba memanggilmu maupun nenekmu namun tidak ada yang menyahut."

'Oh astaga!!'

Dengan cepat Haechan melanjutkan langkahnya. Berlari dengan sekuat tenaga diikuti Roy dibelakangnya menuju rumahnya. Rumahnya kini tampak di hadapannya dengan pintu terkunci rapat. Haechan mengendornya, namun tak bisa. Otaknya tumpul seketika. Apa yang harus dia lakukan?!!

Haechan mencoba mendobrak pintu rumahnya tak peduli jika pintu kayu itu rusak oleh karena ulahnya.

"H-Haechan... sebaiknya kita cepat..." Roy memandang ngeri ke arah air laut yang menyurut dengan cepat. Dari langit burung-burung terbang bergerombol seolah tengah bermigrasi. Bedanya burung-burung itu terbang dengan kicauan tak karuan.

Haechan kalut! Dobrakannya semakin kuat. Dan entah pada dobrakan yang keberapa, pintu itu berhasil terbuka dengan engsel yang rusak.

Seketika Haechan membelalakkan matanya. Di depan pintu, tepatnya di bawah tangga, neneknya tengah terbaring sembari memegang pergelangan kakinya.

"Haechan..."

Haechan berlari mendekati neneknya. Dilihat kaki neneknya membiru. Dia pasti terkilir karena menuruni tangga dengan tergesa-gesa.

"Roy! Bawa nenekku! Segera!! Kumohon selamatkan nenekku!!"

Roy mengangguk dan segera menggendong Yava. Roy sangat kuat, jadi dia tidak khawatir.

"Bagaimana denganmu, Haechan?" Roy bertanya padanya dengan Yava yang berada di gendongannya.

"Aku akan mengikutimu dari belakang!"

HORIZON : Markhyuck ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang