8. Es yang Menahan Panas

2.9K 689 138
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa bintang dan komentar ya teman-temanku. Apalagi sebuah komentar. Hal ini akan sangat memotifasi saya untuk segera menyelesaikan chapter-chapter selajutnya.

Semoga kalian suka dengan chapter ini

...

Rait's Present

...

Angin berhembus pelan membelai wajah. Membawa serta udara dingin dan salju-salju yang turun dari bentang langit melewati jajaran pohon pinus tinggi. Suara decitan kereta dan tapal kaki rusa bersahutan dengan konstan. Membawa kereta kayu yang ditumpangi tiga manusia di atasnya bergerak membelah hutan.

Jungwoo menduduki dirinya di depan, kursi kemudi. Tangannya memegang tali pacu untuk menginstruksikan rusanya agar tidak salah arah. Dan dalam kereta tanpa langit-langit itu, duduklah Haechan dan Mark dengan Mark yang setia mengeratkan pelukannya pada Haechan yang dibalut oleh mantel tebal berbulu. Lelaki bersurai arang itu menggigil kedinginan dengan bibir pucat. Mark sesekali mengusap-ngusap kepalanya agar Haechan memperoleh kenyamanan dan kehangatan.

Jungwoo menolehkan kepalanya ke belakang guna mengecek kondisi penumpang dadakannya ini. Kasihan sekali. Lelaki kecil mungil nan kedinginan itu terus menggigil sedari tadi. Namun fokusnya juga beralih pada Mark yang hanya mengenakan satu lapis mantel bulu milik Jungwoo sedangkan Haechan sekarang telah bertransformasi menjadi gulungan fabrik dengan dua lapis mantel bulu dan dua lapis jubah di dalamnya.

Jungwoo sendiri hanya menggunakan pakaian biasa. Mantelnya secara paksa diberikan kepada Mark yang tadi terus menolak. Dingin tak akan pernah mengganggunya, tak akan sekalipun mengusik dirinya yang mampu mengendalikannya.

Kereta kayu itu terus melaju membelah hutan pinus yang mulai ditutupi warna putih. Keheningan kian melanda keadaan. Tak mau suasana ini terus bertahan, Jungwoo pun membuka suara.

"Kalian ada tujuan apa datang mengunjungi suku ku?"

Mark mendongak perlahan. Menatap punggung Jungwoo. "Mencari jati diri."

Jungwoo menyerit bingung. Salah satu alisnya terangkat. Namun tentunya Mark tak dapat melihatnya sebab Jungwoo masih memunggunginya. "Pencarian jati diri? Kalian?"

"Bukan, tapi Haechan."

Jungwoo menolehkan kepalanya sekilas dan kembali membuka suara. "Ada apa dengan dirinya?"

Mark menghela napasnya pelan.

"Apa kau dapat merasakan aura? Ku dengan suku es sangat peka dalam membedakan aura" Jungwoo mengangguk sekilas.

"Aku mengatakan bahwa kami berasal dari suku air. Yakin sekali diriku bahwa kau melihatku melempar serigala-serigala itu dengan air."

Jungwoo mengangguk antusias sebagai jawaban. "Ya! Keren sekali!"

Pujian itu hanya dianggap angin lalu oleh Mark. Dirinya kembali membuka suara. "Apa aku dan Haechan memiliki aura yang sama?"

Jungwoo terdiam. Dirinya memejamkan mata perlahan dan merasakan dua aura yang berbeda dari belakang punggungnya. "Tidak. Kalian berbeda. Si mungil itu memiliki aura asing. Aku tak tau aura apa itu. Mungkin karena penjelajahanku kurang jauh."

Mark hanya mendengarkan tanpa ada niatan untuk membalas. Sudah terjawab. Tak perlu ada perbincangan lagi. Dirinya akan kembali fokus pada Haechan yang kini tengah tertidur di pelukannya.

...

Decitan kereta nampak terdengar saat kereta kayu yang ditarik oleh rusa besar itu berhenti. Jungwoo melepaskan tali pacu dan merenggangkan tubuhnya perlahan. Merilekskan otot-ototnya yang mulai kaku karena sedari tadi terus memacu kereta dengan badan tegap.

HORIZON : Markhyuck ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang