Maaf atas segala kekurangan.
...
Rait's Present
...
Haechan mendengus kesal. Kerutan di dahinya tidak menghilang sama sekali. Begitupula kerisihan yang tak kunjung minggat dari diri Mark. Bagaimana tidak jika sedari tadi –atau mungkin sejak kemarin- Tuan Putri dari suku ini tak akan berhenti menempeli Mark sama sekali.
Sungguh menambah beban. Entah sudah pada omelan kesekian kalinya yang terus dilontarkan Renjun atas ketidak sukaannya pada sikap Sang Putri. Sedangkan Jaemin hanya dapat mendengus dengan sesekali memohon pada pengendali tumbuhan itu untuk tetap bersabar.
"Bisakah kau lepaskan lenganku?" Lawan bicara –Putri Herin- menggeleng dengan brutal atas permintaan Mark barusan.
"Tidak! Tidak! Kau harus terbiasa dengan kehadiranku, calon suami."
"Mark tidak akan menikahimu. Kau tidak dapat menikahinya juga. Menyerah saya yang mulia dan biarkan aku mengangkat penyakit itu dari tubuhmu." Entah sudah pada tawaran ke berapa dengan intonasi yang kian hari kian berkurang semangatnya yang Renjun berikan. Tawaran yang dipenuhi dengan dengusan keras, sengaja diperdengarkan memang.
"Berhenti bicara, pendek! Kau tidak tahu apa-apa!"
Ah, bolehkah Renjun mencekik wanita di hadapannya ini?
...
"Kau aneh."
Haechan menoleh sekilas. Mendapati Mark yang tengah menatap dirinya dengan intens. Wajah kedua tersapu oleh sinar rembulan di atas balkon lantai tiga kastil kiri yang kini ditempati mereka untuk beristirahat. ada beberapa ruangan di lantai ini dengan tiga kamar tidur.
Renjun memutuskan untuk berbagi kamar yang sama dengan Jaemin, Jeno dibiarkan tidur sendiri karena akhir-akhir ini dirinya tidak akan sengaja melepas energi dingin saat menjemput mimpi. Dan kamar satunya digunakan oleh Mark dan Haechan untuk beristirahat.
"Aneh bagaimana? Aku biasa-biasa saja."
Ada kerutan yang terbit di wajah rupawan Mark. Iris kebiruannya menatap Haechan dengan tatapan ketidaksetujuan. "Kau menjauhiku."
Haechan terkekeh. Dirinya membalikkan badannya secara penuh menghadap ke arah Mark dengan badan yang ditompangkan pada pembatas balkon. Surai hitam mengkilat yang tersapu sinar rembulan itu ikut bergerak dengan lembut saat dirinya membalikkan posisi.
"Aku tidak menjauhimu. Kau yang selalu menghilang bersama putri itu."
"Tapi-"
"Sudahlah. Ini sudah larut malam. Aku ingin beristirahat. selamat malam"
Mark menghela napas gusar menatap punggung Haechan yang bergerak menjauhinya dan menghilang di balik pintu kamar. Mark mengenal Haechan buka dua-tiga hari saja, namun selama delapan belas tahun. Tentu saja dirinya tahu Haechan berbohong padanya. Lelaki manis itu menjauhinya.
...
Masih dengan pagi yang begitu cerah. Sengatan cahaya mentari tidak menyakiti kulit sama sekali. Udara yang membawa hawa sejuk memenuhi paru-paru. Dengan langkah pelan, Haechan berjalan dalam kesendirian membelah taman belakang kastil kiri. Hanya ada satu-dua pekerja istana yang berlalu lalang menyelesaikan tugasnya. Sesekali mereka akan menyapa Haechan ataupun sebaliknya.
Haechan menghirup dan mengembuskan napasnya dengan teratur. Mencoba menenangkan dirinya yang sedari empat hari yang lalu merasakan kegelisahan. Entah oleh apa, bisa jadi karena kedekatan Mark dan Putri Herin akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HORIZON : Markhyuck ✔
Fanfiction[TELAH DIBUKUKAN] [LENGKAP DI PDF] Harusnya Haechan menyadari bahwa sedari awal eksistensinya adalah sebuah pertanyaan besar. Terlihat jelas dari perbedaan sepenuhnya antara dia dan mereka. Fisik maupun aura. Lantas, siapa dirinya?