Maafkan atas segala typo dan kekurangan lainnya.
...
Rait's Present
...
Hari tak terasa berganti begitu cepat. Teriknya mentari siang berganti dengan lembutnya sinar rembulan. Hanya ada suara jangkrik, dedaunan yang diterpa angin, serta tapal kaki kuda yang bergerak konstan membelah malam. Dari depan Renjun memperhatikan sekitar. Menimang-nimang hal yang harus dilakukan. Sampai dimana suara aliran air ikut terdengar secara jelas memenuhi malam, dengan segera Renjun menghentikan kudanya.
Dari belakang nampaknya Jeno terkaget. Untung saja pria itu memiliki refleks yang bagus sehingga tak perlu ada adegan tabrakan antar kuda malam ini. Jeno menggerakkan kudanya untuk bergerak ke depan dan berhenti tepat di samping Renjun. Wajahnya mengerut kebingungan. "Kenapa berhenti?"
Dengan menggunakan dagunya, Renjun menunjuk ke arah tanah lapang beralaskan rerumputan yang bersembunyi di balik pepohonan. "Kita akan bermalam di sini."
Tanpa berlama-lama, Renjun kembali menggerakkan kudanya mendekat ke arah pohon-pohon itu. Jeno juga melakukan hal yang sama. Dan dari sorot mata Renjun yang mengarah padanya, Jeno dengan segera menyuruh Mark untuk turun terlebih dahulu dari kuda namun pria bersurai biru itu nampaknya tak bergeming dan justru menatap Jeno kebingungan. Dengan helaan napas pelan, Jeno menunjuk ke arah Haechan yang tengah tertidur dengan damai sembari bersandar pada punggung Renjun. Tudung kepalanya menutupi sebagian wajahnya namun dapat dilihat dengan jelas bahwa matanya terpejam.
"Bantu menurunkan Haechan sana."
Tak butuh perintah kedua untuk mark menuruni kuda. Dengan segera ia berjalan mendekati kuda milik Renjun. Pantas saja Haechan berdiam diri sedari tadi. Hal ini juga menjelaskan kenapa Renjun memelankan langkah kudanya. Pria kecil itu tak mau mengusik tidur nyenyak milik Haechan.
Mark yang kini berada tepat di samping kuda milik Renjun dengan perlahan menepuk-nepuk paha milik Haechan. Mencoba membangunkan si surai hitam dari tidurnya dengan cara yang lembut. Dan nampaknya hal ini membuahkan hasil. Haechan kini terusik dan mulai menggeliat tak nyaman di punggung Renjun. Matanya mulai bergerak dan akhirnya terbuka menampakkan tatapan sayu khas orang mengantuk. Dirinya mencoba menegakkan diri dan menatap sekitar. "Hmm..? kenapa berhenti?"
Suaranya bahkan masih terdengar serak. Renjun yang tadinya menghela napas lega sebab beban yang sedari tadi melingkupi pundaknya telah menghilang, kini menolehkan kepalanya ke arah Haechan. "Kita bermalam di sini. Turunlah terlebih dahulu."
Haechan yang masih setengah sadar hanya menggangguk pelan. Dirinya bergerak menuruni kuda dengan sempoyongan. Untung saja Mark telah berdiri dengan siap siaga di sampingnya sehingga Haechan dapat turun dengan mulus sebab lelaki itu masih terlihat berada di awan-awan, belum tersadar secara total. Mark segera memapah Haechan untuk berjalan menuju tanah lapang di hadapan mereka.
Renjun dan Jeno juga turut bergerak menuruni kuda dan dengan segera mengikat kuda mereka di batang pohon yang beralaskan rerumputan. Rerumputan itu nampaknya tak lebat sama sekali. Tak cukup untuk dijadikan pakan kuda mereka malam ini. Melihat minimnya jumlah rerumputan itu, Renjun mendudukan dirinya dengan lutut yang menjadi tumpuan dan mulai mengusap-ngusap tanah menggunakan tangan kanannya. Tangannya berpendar mengeluarkan cahaya hijau lembut dan dengan segera rerumputan tumbuh dengan begitu cepat dan lebat di bawahnya. "Nah, dengan begini kuda-kudanya bisa makan."
Renjun kembali berdiri dan segera berjalan ke arah tanah lapang yang telah ditempati terlebih dahulu oleh Jeno, Mark dan Haechan. Jeno terlihat sedang mengatur barang bawaan mereka dengan dibantu Haechan yang akhirnya berhasil mengumpulkan nyawa dengan sempurna. Mark terlihat berjalan sembari memperhatikan sekitar dengan tangan kanan yang menenteng ranting-ranting.
KAMU SEDANG MEMBACA
HORIZON : Markhyuck ✔
Fiksi Penggemar[TELAH DIBUKUKAN] [LENGKAP DI PDF] Harusnya Haechan menyadari bahwa sedari awal eksistensinya adalah sebuah pertanyaan besar. Terlihat jelas dari perbedaan sepenuhnya antara dia dan mereka. Fisik maupun aura. Lantas, siapa dirinya?