Maaf atas segala kekurangan baik salah ketik dan kesalahan lainnya.
...
Rait's Present
...
Kesiur angin tanpa malu berhembus melewati jendela, menyelinap dengan begitu gesit melintasi fentilasi-fenstilasi kecil. Udara yang bergerak itu merembes ke seluruh ruangan berdinding batu, menurunkan sedekit angka dari suhu -teramat sejuk. Di depan, si pirang pengendali cahaya berjalan memimpin. Melangkahi anak-anak tangga di depannya dan membawa mereka pada lantai tiga kastil kiri.
Sungguh ruangan yang besar nan rapi. Jejeran-jejeran rak buku tersebar pada beberapa bagian, menempel mesra pada dinding batu. Ada kursi-kursi beludru yang ditata sedemikian cantiknya pada bagian tengah ruangan. Bagian bawahnya dialasi oleh karpet bulu yang apabila dipijaki maka lembutnya akan membelai telapak kaki.
Ruangannya nampak lenggang. Tak ada siapapun di dalamnya kecuali mereka yang baru saja menapaki lantai tersebut. Jaemin membalikkan badannya yang sedari tadi membelakangi mereka. "Beristirahatlah terlebih dahulu di ruangan ini. Aku ada urusan sedikit di kastil utama. Nanti akan aku panggilkan pelayan untuk menjamu kalian."
Jaemin tersenyum dan mempersilahkan tamu-tamunya untuk mendudukkan diri pada kursi-kursi yang tersedia. "Jika bosan, baca saja buku-buku yang ada di ruangan ini."
Saat tungkai kaki milik Jaemin hendak membawa lelaki itu berlalu meninggalkan ruangan ini, Jeno dengan sigap menghalangi jalan dan menatap lelaki indah itu dengan serius. Wajah pengendali es itu nampak terlihat pucat dengan keringat sebesar bulir jagung yang membasahi dahinya dan menetes begitu saja. Ekspresinya menunjukkan ketidak baikan sama sekali.
"Ada apa, um... Jeno?"
Jeno menggigit bibirnya pelan. Ragu terhadap apa yang hendak Ia utarakan sedari tadi. "Umm... apa... apa di sini ada ruangan kosong yang jauh dari ruangan lainnya dan jarang orang tempati?"
Jaemin menyerit kebingungan dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Jeno. Matanya menerawang angkasa mencoba mengingat-ngingat. "Seingatku di lantai satu ada ruangan kosong yang hendak dijadikan gudang penyimpanan barang. Jika boleh aku tahu, ada tujuan apa bertanya demikian?"
Jeno menggaruk tengkuk tak gatalnya. Masih ragu untuk menjelaskan situasinya saat ini. Melihat keterdiaman Jeno yang sedari tadi terus menganggu, Renjun yang ikut memperhatikan akhirnya memutuskan untuk membuka suara.
"Dia kepanasan. Biarkan dia menempati ruangan kosong karena dia hendak membekukan beberapa bagian ruangan dan memulihkan diri."
Jaemin mengatupkan kedua tangannya dan mengangguk pelan, paham maksud dari perkataan Renjun. "Ah... aku lupa kalau pengendali es sangat sensitif dengan suhu tinggi. Siang hari memang waktu yang panas di suku ini. Mari ikut aku."
Jeno mengangguk dan menggumamkan terimakasih. Lelaki itu berjalan mengekori Jaemin. Sebelum sampai pada anak tangga ke dua dari atas, Jaemin kembali membalikkan dirinya menghadap yang lain sembari berseru.
"Sebentar lagi kakak hendak datang untuk beristirahat. Maaf ya jika auranya tidak mengenakan." Dan selepasnya Jaemin berlalu begitu saja bersama Jeno meninggalkan Renjun yang terdiam dengan keringat dingin yang mulai membanjiri sekujur tubuhnya juga Haechan dan Mark yang terdiam tidak paham dengan situasi.
...
Setelah mengistirahatkan diri ditemani setoples kue-kue kering dengan bergelas-gelas teh hangat dalam suasana yang menenangkan jiwa, kini ketiganya dibuat terduduk dengan badan tegap selepas mendengar langkah kaki tegas yang berjalan melewati anak-anak tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
HORIZON : Markhyuck ✔
Fanfiction[TELAH DIBUKUKAN] [LENGKAP DI PDF] Harusnya Haechan menyadari bahwa sedari awal eksistensinya adalah sebuah pertanyaan besar. Terlihat jelas dari perbedaan sepenuhnya antara dia dan mereka. Fisik maupun aura. Lantas, siapa dirinya?