4. Dongsook dan Lelaki Misterius

3.1K 770 105
                                    

Rait's Present

Enjoy~

...

Haechan ternganga. Matanya melotot tak percaya dengan pandangannya tak lepas dari lukisan yang neneknya sodorkan. Apa-apaan ini? Ibunya? Penjaga air terkuat?

"Ha... hah? Ibuku? Jangan bercanda, Nek! Kau bahkan mengatakan sendiri padaku bahwa Orang Tuaku bukanlah orang yang senang dilukis! Apa-apaan ini! Kau membohongiku?!" Haechan tanpa sadar membentak dan berdiri. Emosi dan ketidakpercayaannya berkumpul menjadi satu. Dengan segera Mark menahan pergerakan Haechan dan menariknya untuk duduk sebelum anak itu lepas kendali.

"Kendalikan dirimu, bodoh! Di mana sopan santunmu?!" Mark membentak, mencoba menyadarkan Haechan atas sikapnya.

Yava tersenyum pilu melihat Cucu kesayangannya membentaknya. Dia tau hal ini akan terjadi. Yava menyadari inilah kesalahan terbesarnya, tak membiarkan Haechan mengetahui siapa Orang Tuanya, tak membiarkan dia mengetahui asal-usulnya. Yava terlalu tenggelam dalam rasa egois dan keras kepalanya. Mematok diri pada pendirian egoisnya. Lind mendekati Yava, mengusap bahu renta itu perlahan.

"Maafkan Nenek, Haechan." Ucap Yava dengan suara pelan dan rasa pilu.

Haechan membuang muka, enggan menatap raut wajah sedih milik Neneknya. Ada sebesit rasa bersalah dalam dirinya melihat Neneknya menampakkan raut seperti itu namun emosinya menang telak mengalahkan rasa ibanya.

"Kenapa? Kenapa Nenek menyembunyikannya dariku?" Pertanyaan itu keluar dari elah bibirnya namun dengan tatapan yang terpaku ke lain hal'

"Karena aku takkan pernah siap. Karena aku takkan pernah siap mengingatnya kembali. Kepedihan di masa lalu bukanlah sesuatu yang mesti diingat. Namun Nenek sadar inilah kesalahan terbesar yang Nenek lakukan padamu."

Haechan akhirnya menatap neneknya. Sorot mata meminta penjelasan atas segala hal yang tiba-tiba ini. Sesuatu yang lebih mengejutkan dari tsunami beberapa hari yang lalu.

"Ibumu adalah wanita yang hebat. Dia sangatlah kuat. Menjadi pengendali air dengan level tertinggi pada usia 18 dan mengingat dirinya adalah seorang wanita merupakan suatu hal yang luar biasa. Si Putri suku, sang kebanggaan, penjaga terkuat, dan si pembangkang keras kepala." Vaya berucap dengan senyum menghiasi wajahnya. Bernostalgia dengan masa lalu, Putri tunggal kesayangannya.

Haechan, Mark dan Lind mendengar dengan seksama tanpa ada niatan menyela. Yava tersenyum, mengingat saat ketiganya masilah anak kecil yang senang mendengarnya mendongeng, persis seperti sekarang.

Yava kembali melanjutkan. "Sifat pembangkangnya bukanlah salah satunya. Ibumu adalah wanita dengan rasa penasaran yang tinggi dan sangat pemberani. Terkurung dalam suku bukanlah pilihannya saat menginjak kepala dua. Terlebih saat dia berkenalan dengan kerabat pengendali es yang datang berkunjung. Jiwa bebasnya bergelora ingin dilepaskan. Nenek tidak kuasa menahannya. Rasa penasaran dan keras kepalanya lebih parah darimu, Haechan."

"Saat usianya menginjak dua puluh dua, disaat itulah Dia memutuskan untuk meninggalkan suku. Memenuhi segala rasa penasarannya yang besar dengan menjelajahi dunia. Memuaskan seluruh hasratnya untuk mengenal suku lainnya. dia meyakinkanku bahwa dia akan baik-baik saja. Dia meyakinkanku bahwa dia akan selalu mengabariku. Dan yang bisa Aku lakukan adalah membiarkannya, mengikuti kemauannya. Tak kuasa diriku melenyapkan raut bahagianya walaupun Aku khawatir setengah mati."

Yava mengela napas perlahan. Kembali tersenyum dan menatap ketinganya, kembali melanjutkan kisah itu. "Dia memenuhinya. Dongsook selalu mengabariku lewat embun dan hujan. Berbagi kisah denganku mengenai pengalaman spektakulernya. Tentang betapa dinginnya lokasi namun hangatnya hati para penduduk Suku Es. Tentang betapa ramahnya para Suku Penyembuh. Tentang betapa indahnya paras penduduk Suku Cahaya. Tentang betapa dinginnya sikap dan perilaku para Pengendali Bumi dan Api, dua suku terkuat, Ibu kalian tak menyukai dua suku itu."

"Dan tentu saja, kisah cintanya. Tentang bagaimana Ia bertemu ayahmu, Haechan"

Pancaran cahaya penasaran terbit dari kedua bola mata Haechan. Penasaran setengah mati dirinya akan kisah itu. Ayahnya? Siapa dia? Sosok bagaimanakah dia?

"Ibumu berkata bahwa ayahmu adalah sosok misterius yang berhasil menjerat hatinya. Sosok yang tidak pernah sekalipun membicarakan asala-usulnya, darimana Dia berasal. Sosok yang sangat menawan dengan surai dan iris sekelam malam, kulit sebersih salju dengan hati yang hangat. Mereka berdua menjalin cinta yang indah dengan Ibumu yang pertama kali mengutarakan perasaan. Wanita yang hebat bukan?" Yava tersenyum geli mengingatnya, begitu pula Haechan, Mark dan Lind. Dongsook pastilah sosok yang menyenangkan.

"Mereka berdua menikah dan tak lama setelahnya kau telah berada dalam perut Ibumu. Dongsook tetap mengabariku bahkan sampai kau lahir dan berusia lima bulan. Namun setelahnya komukasi kami putus. Mereka seolah menghilang ditelan bumi. Tak ada kabar sama sekali." Raut wajah Yava meredup, kenangan pahitnya akan dimulai.

"Nenek khawatir sekali. Anak, Menantu dan Cucuku tiada pernah muncul kabarnya, hilang tak berbekas. Hingga saat itu, dua bulan kemudian saat hujan badai bergemuruh di malam hari. Nenek dikejutkan dengan ketukan pintu di rumah ini. Sungguh luar biasa mengingat di luar hujan deras dengan gemuruh petir bersahutan namun ketukan itu dapat terdengar jelas."

Hawa menegang seiring dengan cerita yang bertambah berat. "Pada awalnya Nenek ragu untuk membukanya. Namun Nenek mencoba memberanikan diri saat mendengar ketukan itu kian melemah. Saat pintu terbuka, Nenek langsung mengetahui sosok acak awut yang berdiri di depan pintu sambil menggendong bayi mungil yang tertidur lelap tanpa memperdulikan suasana yang mencekam malam itu. Nenek menyadari bahwa dialah Ayahmu. Sosok menawan yang sama persis dengan deskripsi Ibumu. Memelukmu erat sambil tersenyum manis. Sekujur tubuhnya penuh sayatan dan lebam, mata kirinya terluka dengan dahi kanan yang lecet. Nafasnya terdengar berat dan pendek"

"Dia menyerahkanmu pada Nenek dan berkata bahwa Namamu adalah Haechan. Sang cahaya kehidupan mereka. Setelahnya dia jatuh bertumpu lutut. Nenek menawarinya masuk namun sosoknya hanya menggeleng lemah. Ayahmu kembali menatap Nenek. Nenek tau saat itu Ayahmu menangis walaupun tubuhnya basah oleh hujan. Bibir pucatnya lalu megatakan kalimat yang tak pernah siap Nenek dengar, tidak sama sekali... di... dia... uh..."

Yava tidak sanggup, sungguh. Matanya sembab mengingat kejadian itu. Lind disampingnya hanya bisa memeluknya dan mengusap bahu dan punggung tangan yang telah dipenuhi keriput itu.

"Ayahmu meminta maaf. Dia terisak dan terus meminta maaf. Berkata tentang kenyataan pahit bahwa Ibumu terbunuh. Dirinya terus menyalahkan diri sendiri karena menjadi penyebab atas kekacauan itu. Dan diantara hidup matinya, dia meminta Ayahmu yang juga sekarat untuk membawamu pergi jauh dan kembali ke Suku Air, tempat teraman dan rumahnya untuk kembali. Hujan yang menuntun jalan Ayahmu. Hujan lebat yang ternyata merupakan kekuatan terakhir dari ibumu, tak heran bahwa hanya sosok kecilmu lah yang tetap kering disaat Ayahmu basah kuyup. Ibumu tetaplah melindungimu di saat-saat terakhir kehidupannya. Ayahmu berkata bahwa dia menyesal telah mengenal Ibumu dan membawanya menuju kematian tragis. Namun jiwanya bersyukur karena bertemu Ibumu, mengenal cinta darinya, dan memiliki Buah Hati manis sepertimu."

Air mata menuruni dan membasahi pipi Haechan tanpa dia sadari. Sebuah kisah cinta yang berakhir tragis, kisah kedua Orang Tuanya. Orang terkasih yang tak pernah dikenalnya.

"Ayahmu berkata bahwa dirinya tak dapat tertolong. Maut telah memanggil-manggil namanya. Dan disaat terakhir, Ayahmu berpesan bahwa Dia dan Dongsook amat sangat mencintaimu melebihi apapun di dunia ini. Kau adalah anugerah terbesar. Cahaya kehidupan mereka. Ayahmu juga mengucapkan kalimat yang sampai sekarang tak pernah ku mengerti. Ucapan terakhirnya sebelum dia menghilang dalam sekejap bersama hujan dan angin. Dia berkata bahwa dialah sosok di antara siang dan malam. Berada di titik terang dan gelap. Nun jauh di san, Suku Sang Horizon."

To Be Continued

Akhirnya update yooooooo.....

*lapkeringat

Kalimatnya lebih banyak daripada narasi :')

Entah baik entah buruk. Tapi aku udah berusaha yang terbaik. Soalnya bakalan susah kalo aku pake flashback di cerita Orang Tuanya dedek ecan :((((

Silahkan menebak siapa sebenarnya Ayah si ecan dan apa kekuatannya yorobuunnn...

Mean to leave a star and comment?

See you guys on the next chapter!

With love, Rait.

HORIZON : Markhyuck ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang