7. ᴡᴀʀɴɪɴɢ

9.3K 1K 23
                                    

Saat ini Chanisa sedang berada di pusat perbelanjaan seorang diri. Kedua sahabatnya sedang sibuk dan mereka akan bertemu kembali esok malam.

"Mau beli apa lagi ya? Bingung~" Ucap Chanisa pada diri sendiri. "Cari makan aja deh."

Chanisa membawa tiga tas belanja dari merk terkenal kemudian membawa dirinya pada restoran jepang. Kini, ia berjalan ke meja pojok tempat favoritenya serta kedua sahabatnya. Setelah memesan beberapa menu, ia memusatkan pandangan pada layar ponselnya.

"Hai, kita ketemu lagi."

Suara itu membuat Chanisa mendongak. Di hadapannya terdapat Mark dengan setelan Jas dan dasi yang sangit rapi, serta rambut yang ditata ke atas membuat pria itu terlihat sangat menawan.

Chanisa sempat terpana beberapa saat, kemudian kembali tersadar saat Mark melambaikan tangan di depan wajahnya.

"Oh h-hai." Balasan Chanisa membuat Mark tersenyum tipis.

"Gue boleh gabung?" Tanya Mark.

"Euh– i-ya" Jawab Chanisa dengan bingung, sebenarnya ia tidak ingin Mark bergabung tapi kalau menolak pun sangat tidak sopan.

Mark segera mengambil duduk dihadapan Chanisa. Ia buka jasnya dan menaruh di samping kursi, kemudian menggulung lengan kemeja hingga siku.

"Lo sendiri?" Tanya Mark.

"Iya."

Tidak ada pembicaraan sampai makanan Chanisa dan Mark datang.

Chanisa yang tidak bisa dengan suasana hening saat ada orang lain, kini mulai membuka obrolan di tengah makan mereka.

"Lo habis ngapain? Bisa di sini." Chanisa mulai bertanya.

"Gue habis ketemu klien." Jawab Mark singkat.

"Oh, lo kerja apa emang?" Tanya Chanisa lagi.

Mark menghentikan suapannya, menaruh sumpit dengan pelan. Ia tersenyum miring sebelum menatap Chanisa.

"Kerja yang bisa menghasilkan banyak uang, hanya dengan memberi barang."

Chanisa menukik alis bingung, apa pekerjaan yang dimaksud oleh Mark?

"Lo orang penting? Di– perusahaan tempat lo kerja?" Lagi Chanisa bertanya dengan ragu.

"Perusahaan? Ya, gue orang penting, bahkan sangat penting."

Smirk di bibir Mark membuat Chanisa jadi curiga. Pria ini sebenarnya siapa?

Chanisa menggeleng untuk menghapus pikiran negatifnya, yang harus ia lakukan sekarang adalah segera cepat berlalu dari hadapan Mark.

"Gue duluan ya." Chanisa bangkit dengan terburu, namun segera ditahan oleh Mark dengan cepat.

"Kenapa buru-buru banget?"

"Gue harus cepat pulang."

"Kalau gitu gue anter, biar lo cepat sampai."

Chanisa merutuki dirinya serta Mark dalam hati. Ia salah mengucapkan alasan, sial.

"Ngga usah, gue bisa pulang sendiri." Chanisa melepas cengkeraman Mark namun, pria itu justru mengeratkannya.

"Gue anter." Ucap Mark dengan datar.
Ia segera menarik tangan Chanisa ke kasir untuk membayar makanan mereka. Setelahnya, menarik tangan mungil itu keluar dari restoran.

"Mark." Chanisa melepas cengkeraman ditangannya dengan kuat. "Gue mau ke toilet dulu."

"Oke."

Chanisa segera berjalan dengan cepat ke arah toilet. Di belakangnya, Mark mengikuti dengan tenang, menunggu di luar toilet.

"Gila, ini udah ngga bener." Chanisa menatap pantulan dirinya di cermin besar.

"Kenapa gue selalu ketemu dia setiap gue lagi sendiri? Kebetulan?" Chanisa menggigit bibir gusar dengan tangan berkacak pinggang.

Chanisa menghembuskan napas kasar, ia segera membasuh wajah, menepuk kedua pipinya dengan pelan.

"Hati-hati."

Ucapan tiba-tiba itu membuat Chanisa terlonjak terkejut, Di sampingnya terdapat wanita mungil sedang mencuci tangan.

"Pardon?"

"Lo, harus hati-hati. Kalau lo masih mau hidup dengan tenang, lo dan teman lo harus hati-hati." Wanita itu menutup kran air, menatap Chanisa dari cermin dihadapannya.

"Maksud lo apa?!"

"Mereka– nggak sebaik yang kalian pikirin." Kini wanita itu menatap penuh Chanisa dengan senyum tipis diwajahnya.

"Siapa yang gmngfa–" Ucapan Chanisa harus terpotong saat dering ponselnya berbunyi dengan nyaring, tertera nama Mark di layar ponsel.

"Lo harus keluar sekarang."

Chanisa menatap wanita dihadapannya, mengingat wajah itu. Kemudian segera berbalik untuk keluar.

"Sorry lama."

"It's oke, come on." Mark berjalan lebih dulu dengan wajah datarnya.

Chanisa menyusul dibelakangnya, menatap punggung Mark dengan tanya.

Kini suasana di dalam mobil yang Chanisa tumpangi terasa sangat dingin. Ya, karena Mark sedari tadi hanya menampakkan wajah datar dan tegas miliknya. Mark hanya memfokuskan pandangan pada jalanan di depannya.

Chanisa beberapa kali menengok ke belakang dengan pelan. Tadi saat ia keluar dari toilet, wanita itu terus mengikutinya. Ia kembali mengingat perkataan wanita itu, apa orang yang dimaksud wanita itu adalah Mark? Tapi, mengapa wanitu itu juga mengatakan temannya harus berhati-hati? Mereka? Siapa mereka yang dimaksud wanita itu?

Terlalu larut dalam pikiran rumit di otaknya, Chanisa sampai tidak sadar kalau mobil milik Mark sudah berhenti tepat di depan rumahnya.

"Eh? Udah sampai?"

"Dari tadi." Mark menyender dengan kedua tangan terlipat di dada.

"Sorry." Chanisa melepas seatbelt dengan cepat. "Thanks Mark tumpangannya, gue duluan."

Chanisa segera membuka pintu mobil mahal itu. Namun, saat ingin turun, lagi-lagi tangannya ditahan.

"You have an event next week?"

Chanisa memandang Mark dengan tanya. "Don't know, why?"

"Sunday morning, I'll pick you up."

"Mau ngapain? Gue ngga–"

"Cepat masuk ke dalam rumah lo, katanya tadi buru-buru."

Chanisa segera keluar dari mobil, memasuki rumahnya dengan tanda tanya besar. Mungkin minggu nanti ia bisa menginap di rumah Jasmin untuk mengusir rasa khawatirnya.


🥀🥀🥀


Mark melempar kunci mobil dengan kasar ke atas meja ruang tamu apartemenn, menyandarkan punggung ke sofa hitam disana.

"Kenapa lo?" Tanya Jeno yang duduk tidak jauh dari Mark dengan sekaleng soda digenggamannya.

"Kayaknya dia mulai curiga." Ucap Mark pelan.

"Who? Temannya Nana itu?" Tanya Jeno.

Mark mengangkat kedua bahu tak tau. Ia menegakkan tubuh kemudian menatap Jeno.

"Gimana kalau kita langsung ke inti rencana aja?"

"No, nanti baby bisa marah." Ucao Jeno dengan tidak setuju.

"I'm already getting annoyed with her." Ucap Mark dengan rahang mengeras. "she is too smart to be fooled."

"Lo yang harusnya lebih pinter dalam permainan ini Mark." Jeno mencondongkan diri, menatap Mark dengan mata memicing. "A little more game is over, jangan ngerusak semuanya."

Mark mengeraskan rahang, wajahnya memerah menahan marah. Ia kemudian beranjak ke arah kamar miliknya, membanting pintu dengan cukup keras.

~~~

Haaaaii heelooo. Ada yg kangen cerita ini? g.

Struggle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang