chapter 6

4K 273 15
                                    

Key POV

Sekarang aku sedang menuju ke rumah. Setelah lelah mengantar Lana mengelilingi mall. Akhirnya dia mendapatkan gaun yang ia inginkan. Dan kaki ku yang pegal pun terselamatkan. Lalu kami memutuskan untuk mengisi perut sebelum pulang.

Aku memang mengendarai mobil. Aku meminta agar diajari mengendarai mobil saat SMP. Tetapi sebenarnya aku belum memiliki KTP ataupun SIM saat ini. Karena aku masih berumur 16 tahun. Biasanya aku akan mengendarai mobil jika itu adalah hal yang penting. Tentu saja dengan persetujuan ibu atau papa.

Lagi pula Lana penting buatku. Tidak mungkin kan aku membawa Ken saat mengantar Lana ke mall yang sudah dipastikan ia akan membeli banyak barang? Kalian tau kan bagaimana seorang gadis?

----------

"Psstt hey! Key!"

Merasa ada yang memanggil, aku lalu menoleh ke kanan. Aku mendapati Alex yang sedang memanggilku sambil meletakan tangannya disamping bibir. Berbisik.

"Apa?" Tanyaku tanpa bersuara.

"Gue bosen. Bolos kuy?" Ia bertanya dengan berbisik.

Aku menoleh kedepan. Ternyata pak Hendra-guru bahasa indonesia- sedang fokus menulis rangkuman dipapan tulis. Aku lalu menoleh Alex lagi. Menganggukkan kepala semangat sambil tersenyum evil. Biasanya jika guru bahasa Indonesia itu sedang menulis di papan, ia pasti benar-benar fokus menulis. Bahkan menoleh pun biasanya tidak. Atau jika kelas ribut ia hanya berkata 'sstt' dengan badan yang masih fokus menulis. Kecuali ada guru ataupun murid yang memanggil. Guru yang aneh, tetapi itu menguntungkan.

Alex memberi tanda untuk memberitahu Agus.

Aku menyolek punggung Agus. Agus berada di depanku, aku diapit oleh jendela dan Alex yang berada di kanan ku. Kami memang mencari tempat duduk di belakang agar lebih leluasa. Leluasa untuk bercanda tentunya haha.

Agus berbalik. Ia menaikkan kedua alisnya bertanya. "Bolos kuy?" Ajak ku. Agus menganggukkan kepalanya semangat sama seperti ku tadi.

Seperti sudah mengetahui rencana hanya dengan saling tatap. Agus lalu mengangkat tangannya dengan tangan satunya memegang perut, terlihat gusar. "Pak!"

Pak Hendra menghentikan kegiatan menulisnya lalu menoleh Agus. "Ada apa?" Tanya nya heran melihat Agus.

"Aduhhh saya mau ijin ke toilet ya pak? Ga tahan pak. Kebelet..."

Wow. Aktris masa depan. Batin ku takjub.

Pak Hendra menganggukkan kepalanya. "Silahkan." Jawabnya, Lalu Agus keluar kelas dengan terburu-buru. Pak Hendra lanjut menulis di papan.

Selang beberapa menit, aku dan Alex melihat Agus yang mengintip lewat jendela. Cowo itu lalu berbicara tanpa suara. "cepetan." Aku dan Alex menganggukkan kepala lalu saling pandang.

Mengerti tatapan Alex, aku lalu mengangkat tangan. "Pak!"

Pak Hendra lagi menghentikan aktivitasnya dan berbalik menatap ku. "Ada apa?" Tanya nya persis seperti pada Agus.

"Anu pak. Mau permisi ke toilet pak." Ucap ku.

Pak Hendra mengerutkan keningnya. "Ga bisa. Tunggu Agus balik dulu. Baru kamu bisa ke toilet."

"Tapi pak-"

"Tunggu Agus dulu Keyshana." Potongnya lalu kembali menulis di papan.

Dasar guru tak berperiketoiletan.

Aku lalu menatap Alex. Ia menganggukkan kepalanya. Kami berpaling menatap pak Hendra. Pak Hendra masih anteng saja menulis. Aku dan Alex lalu berdiri, dan mengendap-endap berjalan ke pintu kelas. Murid-murid dikelas menatap kami. Aku hanya meletakkan telunjuk ku di depan bibir. Mereka mengerti lalu lanjut menulis. Kelas ku memang begitu. Mereka kompak. Dan saling melindungi. Mereka juga tidak egois. Aku senang memiliki teman kelas seperti mereka.

Pintu kelas kami tidak benar-benar lurus menghadap pak Hendra sekarang. Itu terdapat 1 langkah dibelakangnya. Jadi bisa keluar kelas tanpa dilihat, walaupun dari ekor matanya sekalipun.

Setelah berhasil keluar kelas. Kami bertiga lalu agak mengendap-endap melewati kelas. Saat lumayan jauh dari kelas, Alex berhenti lalu menatap aku dan Agus yang ikut berhenti.

Aku menyeringai. "Satu." ucapku.

"Dua." Kami bertiga agak menundukkan badan.

"Tiga!" Kami bertiga lalu berlari dengan kencang tidak peduli jika bunyi sepatu kami yang bergema di koridor sekolah.

Ku lihat Agus memimpin didepan dan aku dibelakangnya lalu Alex. Saat berbelok Agus terlihat sedikit terpeleset, tetapi tidak sampai terjatuh. Tak menyia-nyiakan momen itu aku dan alex lalu menyalip Agus, sekarang Agus yang berada di posisi paling belakang.

"Yes! Gue menang lagi! Uhuyyy..." Ucapku girang sambil melompat-lompat.

"Ah ilah lagi dikit ae gue bisa nyalip lu padahal." Alex terlihat lesu menjatuhkan dirinya ke lantai.

Agus yang baru sampai langsung terduduk di atas sofa. "Hah hah.. Tadi gue hampir jatuh... Anjing coba ga jatuh hah.. hah.. pasti gue yang menang..." Sambar Agus terengah-engah. "Hah... Capek-capek gue lari kenceng. Taunya kalah juga." Sambungnya menjatuhkan kepalanya kesamping.

"Hahaha... Kalian ga bakal bisa kalahin gue." Aku menepuk-nepuk dada ku bangga, yang berakhir dengan terbatuk-batuk. Mereka berdua tertawa bahagia. "Aih anju." Gumam ku lalu berjalan kearah kulkas mini untuk mengambil minuman. Lalu melempar soda kaleng ke arah Alex dan Agus yang dengan sigap ditangkap oleh mereka.

Kami sekarang berada di markas kami di sekolah. Kenapa kami memiliki markas? Kami melihat kelas kosong yang tak terpakai di belakang sekolah, entah untuk apa. Karena pas untuk tempat saat bolos. Akhirnya aku meminta kelas tersebut pada kepala sekolah untuk dijadikan tempat kami. Tentu saja dengan alasan yang berbeda. Kepala sekolah mengizinkannya karena papa adalah penyumbang terbesar pertama di sekolah. Yang tahu tentang ini hanya kepala sekolah, papa, aku, Alex, dan Agus. Bahkan Lana tidak tahu.

Para murid disekolah MGK juga tidak tahu jika aku adalah penyumbang terbesar disekolah. Hanya 3 sahabatku saja yang tahu. Yaitu Lana, Alex, dan Agus. Aku tidak ingin para murid mengetahuinya, karena mungkin mereka pasti ingin berteman denganku hanya karena aku anak dari penyumbang terbesar sekolah. Ya walaupun aku tidak banyak mempunyai teman. Aku hanya mengenal teman sekelas ku, Lana, dan Dayu. Itu saja. Aku tidak terlalu pandai bersosialisasi.

Aku lalu mendudukkan bokong ku diatas sofa. Menatap mereka berdua. "Kalian ikut kan ke party nya Dayu?"

"Ya ikutlah, masa ultah calon pacar ga dateng." Agus membidik kaleng soda nya yang sudah kosong kedalam tong sampah, lalu melemparnya ala-ala pemain basket.

"Lex?" Kini aku beralih ke Alex.

"Ikutlah. Calon kakak ipar ultah masa ga dateng." Jawabnya sambil sibuk mengubek-ubek isi kulkas.

"Lo dateng kan?" Agus menatap ku.

"Dateng lah. Berangkat bertiga ye?"

"Lo ga sama Lana?" Tanya Agus bingung.

"Loh Gus kan Lana udah pasti sama DION." Jawab Alex menekan kata Dion, lalu tertawa.

"Kesian sahabat gue. Sini sini peluk." Agus melebarkan kedua tangannya.

"Asu." Aku memutar bola mata malas sedangkan mereka berdua malah tertawa.

Alex berusaha menghentikan tawanya, ia melihat kearah Agus. "Oh iya Gus. Lo gimana sama Dayu?" Aku lalu menoleh ke arah Agus.

"Ya gitu. Gue Masi pdktan." Ucap Agus.

"Hmm..." Alex mengusap-usap dagunya berpikir. Lalu sebuah lampu terlihat menyala diatas kepalanya. "Ha!" Teriak Alex membuat kami berdua terperanjat.

"Sinting!"

"Asu!"

Alex mengatupkan kedua telapak tangannya dengan cengiran. "Hehe maap-maap. Gimana kalo-" Alex memberitahu rencana nya dengan serius, sedangkan Key dan Agus tersenyum senang dengan ide brilian milik Alex.

My LovelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang