#15 Nama Samaran

561 15 10
                                    

Aku semakin gusar ketika menyadari bahwa sampai hari Ahad hampir habis pun Mas Banyu belum juga pulang dari Probolinggo. Ponselnya tak bisa dihubungi. "Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan". Suara manis operator seluler itu semakin membuatku tak tenang.

Pikirku, tak ada cara lain selain menghubungi Mas Lutfi. Akan tetapi aku tak punya kontaknya. Yang kutahu hanya akun facebook, mengingat beberapa kali mereka saling suka dan saling berbalas komentar.

Assalamualaikum.. Mohon maaf Mas Lutfi sebelumnya. Apa Mas Banyu masih sama njenengan? Soalnya ini sudah larut dan nomor HP nya tak bisa dihubungi.

Boleh kah saya dapat nomor njenengan? Biar gampang hubunginya sewaktu-waktu?

Terima kasih sebelumnya.

Pesanku pada Mas Lutfi di pesan FB, berharap dia segera online, membaca, dan segera membalas pesanku tersebut.

Aku sama sekali tak bisa tidur dengan nyenyak. Setiap setengah jam aku pasti terbangun mengecek ponsel hingga dini hari. Sampai akhirnya pukul 5 pagi, ada notifikasi pesan di FB.

Waalaikumussalam

Iya Mbak. Mas Banyu masih sama saya. Beliau tadi malam demam, jadi ndak bisa pulang. Ini saya minta istirahat dulu. Sepertinya Mas Banyu kecapekan dan banyak pikiran.

Boleh Mbak, ini nomor saya.

Sambil membubuhkan sebuah deretan angka yang langsung saja ku copy, kusimpan di ponselku, dan kucek ketersedian WA nya. Kumulai mengetik.

Mas, Saya Bening.

Bagaimana kondisi Mas Banyu? Saya mau telpon tapi ponselnya ndak aktif.

Kubermaksud mengirimkan pesan itu, namun akhirnya kuhapus. Kuganti.

Mas, Saya Bening. Boleh saya telepon?

Setelah beberapa menit, Mas Lutfi membalas.

Boleh Mbak

Tut.. Tut.. Tut..

Tak butuh waktu yang cukup lama, kemudian dia mengangkat teleponku.

"Assalamualaikum Mas.." Sapaku mengawali.

"Waalaikumsalam.."

"Mas Banyu kondisi gimana sekarang? Sakit gimana?"

"Kemarin sore mulai demam Mbak pas mau balik. Karena kondisinya juga sedang tak sehat, saya minta untuk tinggal dulu di rumah saya untuk istirahat. Rencana hari ini balik kalau sudah turun suhunya."

Aku tersayat. Antara bingung dan sakit. Di satu sisi aku sangat merasa tak dihargai sebagai istrinya, tak diberikan kabar. Namun di sisi lain aku tak bisa membohongi diriku bahwa aku sangat mengkhawatirkannya. Dia sakit, dan aku taka da di sampingnya sekarang.

Aku lantas meminta Mas Lutfi untuk menyampaikan pada Mas Banyu agar dapat mengaktifkan ponselnya.

Kututup telepon dengan Mas Lutfi dengan hati yang hancur. Ingin sekali rasanya menyusul Mas Banyu kesana. Namun aku takut jika aku lakukan itu, dia akan lebih marah lagi padaku dan bahkan mungkin tak akan mau lagi memaafkanku karena telah berani meninggalkan Umi sendirian di rumah.

Dengan sekuat hati aku berusaha bangkit dan harus terus menjalani hariku dengan baik. Aku harus tetap berangkat kerja dan menyelesaikan tanggung jawabku.

Namun sayangnya, untuk membuatku baik-baik saja tak semudah yang kubayangkan. Sepanjang perjalananku mengendarai motor dari rumah hingga sampai di kantor, tetes demi tetes air mata membercandaiku. Tak sadar mereka deras mengucur tanpa mempedulikan pengendara yang lain. Walaupun memang juga tak ada yang peduli denganku. Kalaupun ada yang melihatku menangis di sepanjang jalan itu, aku lagi-lagi tak peduli. Siapa mereka dan tahu apa mereka tentang lukaku ini?

Kupeluk LukakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang