#6 Banyu Biru

458 13 7
                                    

Aku mulai mengenal gadis itu saat menemukan CV-nya di tumpukan berkas para kandidat pemilihan duta bangsa wilayah Jawa Timur. Kebetulan aku adalah satu alumni program tersebut, sehingga tahun-tahun berikutnya, aku dan teman-teman alumni lainnya-lah yang menjadi dewan juri.

Universitas Negeri Surabaya, begitu tertera. Rupanya dia juniorku di jurusan, fakultas, dan kampus yang sama. Harusnya aku mengenalnya, batinku.

Kulihat lekat-lekat fotonya, sepertinya tak asing, Gadis berusia 24 tahun, berjilbab, dan berjaz hitam di foto berukuran 4x6 itu seolah sedang tersenyum padaku. Matanya sipit dan berbinar, kulitnya sawo matang cerah, wajanya oriental namun sedap dipandang. Aku sedikit mengingatnya. Begitupun namanya. Bening Cahya Kusuma.

Oh iya.. Bening. Aku mengingatnya. Bening adalah perempuan yang sempat bertemu denganku di meja Bu Ana yang menjadi asisten juniorku. Dan dia inilah yang ingin Bu Ana jodohkan denganku kala itu. Hanya saja, aku sudah punya Nata, walapun saat ini hubunganku dengan Nata semakin kesini semakin tak pasti. Aku yang payah. Belum berani melamarnya.

Nata berasal dari strata keluarga yang berbeda dan lebih tinggi dari keluargaku. Apa jadinya jika aku jadi suaminya? Lagi pula, apakah dia bisa menerimaku apa adanya nanti? Atas kekurangan ang dia belum ketahui.

Berkali-kali pula, Nata juga dekat dengan laki-laki lain. Barangkali memang sudah waktunya mengikhlaskannya. Dan aku mulai mencoba untuk menyibukkan diriku sendiri dengan semua targetku, sekolah, dan juga pendidikanku, sampai akhirnya Bening hadir.

Kupelajari semua yang tertera di CV-nya. Keturunan kerajaan Majapahit, Mojokerto. Gadis yang rajin. Simpulku. Dari berbagai penghargaan yang diraih dan juga pengalaman yang diperoleh, sudah pasti dia adalah perempuan yang rajin, cerdas, dan pantang menyerah. Sepertinya dia mempunyai visi hidup yang sama denganku.

Tak banyak mahasiswa atau mahasiswi dari jurusan kami yang berani mencoba mendaftar ajang ini. Jika dia sampai memaksa mendaftarkan diri, itu berarti dia cukup memunyai nyali dan mempunyai kemauan tinggi untuk berkembang.

Kucatat semua narahubung dengannya. Termasuk Facebook. "Aku akan menghubunginya selepas acara ini. Agar tak ada nepotisme selama proses seleksi." Batinku.

Bersyukurnya dia pun lolos seleksi administrasi dari sekian ribu orang dan yang hanya diambil 100 putra dan 100 putr. Sampai akhirnya aku berhasil melihat sosoknya secara langsung lagi saat tes tulis. Aku diam-diam memperhatikannya sedari dia melakukan registrasi. Aku sudah berpesan kepada panitia yang menjaga meja registrasi jika perempuan atas nama Bening Cahya Kusuma sudah datang, aku meminta mereka untuk memanggilku. Dan, Bening benar-benar datang.

Perempuan dengan tinggi sekitar 160 cm dengan tubuh yang langsing memakai setelan kemeja putih dan bawahan hitam juga jilbab hitam berdasi pita sesuai syarat yang diberikan panitia menjadikannya terlihat lebih anggun. Terlihat seperti seorang pramugari atau banker. Cara berpakaiannya sangat rapi. Aku hanya memperhatikannya dari jauh. Namun sayangnya dia tak berlanjut ke tahap selanjutnya.

Malamnya aku mencoba menemukannya di FB. Begitu terkejutnya aku, ternyata aku telah berteman dengannya. Hanya saja, kami tak pernah bertegur sapa. Chat kami di messanger pun kosong. Namun ternyata beberapa kali dia menunjukkan interestnya di beberapa status yan kubuat dengan memberikan dukungan "Like".

Kucoba pelajari beberapa statusnya. Tak banyak, hanya saja sekalinya dia menuliskan status di FB, selalu status yang cukup panjang dan penuh ibrah. Tentang bagaimana dia menjadi guru, bagaimana dia menyelesaikan studi, bagaimana dia menangani bencana yang ada, dan hal-hal demikian. Aku semakin tertarik untuk bisa lebih dekat dengannya. Sepertinya dia cukup menyenangkan untuk dijadikan teman diskusi.

Esok harinya kuberanikan diri untuk mengirimkan pesan di FB nya. Kebetulan memang aku ingin menghabiskan liburanku di Jogja, dan aku tahu bahwa dia saat ini sedang menyelesaikan program magisternya di kota itu Sekalian nanti aku mau ke Semarang. Keluarga Abah dan Umiku awal mulanya berada di Semarang, namun karena bisnis, akhirnya kami merantau ke kota-kota besar lainnya. hanya adiknya Abah yang bertahan disana.

Kupeluk LukakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang