Terbang.

495 78 4
                                    

Tok...tok...tok...

Dari kamar bertembok warna putih— yang tertempel poster 'The 1975' terdengar suara ketukan pintu yang memaksa Wendy bangun dari tidurnya.

Dia duduk bersila di atas kasurnya.

"Siapa?" teriak Wendy dengan muka lesu-nya

"Irene," kata gadis yang mengetuk pintu kamar Wendy, "aku masuk ya!"

"Tunggu," Wendy berjalan mendekati pintu dan memutar kunci— lalu membukanya, "masuk, Rene."

Irene diam, dia menatap wajah pucat Wendy yang terdapat plester di pelipisnya.

"Ayo Rene!" Wendy berjalan ke arah kasurnya lalu duduk dipinggirnya,

"sini duduk," sambungnya sambil menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya.

Irene tersenyum lalu masuk. Dia letakkan bungkusan yang tadi dibeli Joy diatas nakas— kemudian ikut duduk bareng Wendy.

"Maaf ya," kata Irene yang menundukkan kepalanya, "gara-gara gue, lo jadi sakit."

Wendy terkekeh, "Gak kok, lo gak salah kok Rene— gue-nya aja yang lemah."

Wendy lalu mengambil tangan Irene kemudian dia arahkan ke dahinya. Irene yang kaget, sontak menengok ke arah Wendy.

"Udah gak panaskan?" kata Wendy memberikan senyum, "gak usah khawatirin gue."

Irene ikut tersenyum lalu mengangguk, "Iya Wen."

Suasana kemudian hening, suhu ruangan yang sedikit panas ini pun tak dihiraukan oleh dua manusia tersebut— mereka saling tatap.

Wendy tenggelam oleh sepasang mata yang terhalang kaca tipis milik Irene. Dia memajukkan wajahnya sambil menutup mata.

Irene menutup matanya— menerima kecupan halus dari bibir Wendy.

Setelah 5 detik, kedua manusia ini menarik mundur wajahnya masing-masing—membuka mata secara perlahan lalu tersenyum.

Irene menundukkan kepalanya, pipinya merah bagai tomat yang sudah masak.

"Gue suka lo, Wen," bisik Irene.

Wendy memegang dagu Irene lalu mengangkatnya, "Gue juga, Rene."

Mata Irene berbinar, bibirnya pun tersenyum–tanda bahwa dia bahagia karena Wendy memiliki rasa yang sama.

Wendy lalu menjatuhkan badannya kemudian menatap langit-langit kamarnya.

"Irene," kata Wendy, "gue percaya lo gak bakal kecewain gue lagi."

Irene yang belum melunturkan senyumannya, kemudian membaringkan badanya di lengan Wendy.

"I promise, and i love you, Wendy." bisik Irene.

"I will always love you more, Irene." kata Wendy menolehkan wajahnya lalu mengecup dahi Irene.

Tok...tok...

"Wendy? Irene?" Seulgi sedikit berteriak dari balik pintu, "makan dulu ayo!"

"Iyaa, Ddeul!" kata Wendy yang membangunkan tubuhnya, "ayo Rene."

Dia menarik lembut tangan Irene. Irene kemudia ikut terbangun lalu mereka berdua kemudian berjalan keluar kamar—turun ke ruang tengah.

Irene mengaitkan tangannya ke Wendy—dan Wendy cuma tersenyum, kejadian itu sukses bikin Joy dan Seulgi kaget.

"Beb!" Joy memukul-mukul paha Seulgi, "aku gak salah liat kan?"

"Gak tau beb," kata Seulgi yang juga kelihatan bingung.

Wendy dan Irene duduk disebelah Seulgi, Joy menatap kedua pasangan itu dengan tajam.

"Ada yang gak bener nih?" celetuk Joy yang membuat Irene tertawa.

"Apasih?" tanya Irene terkekeh.

Seulgi berdiri lalu menarik Wendy ke pojok ruangan sambil merangkulnya.

"Wen, lo jadian sama Irene?" bisik Seulgi.

Wendy terkekeh, "Engga kok,"

"Lah itu lo pegangan tangan apa maksudnya anjir?"

"Gue kan pacarnya, emang gak boleh pegangan tangan?" sambung Wendy yang mengangkat satu sudut bibirnya.

"Bangkeeeeee!" Seulgi kemudian menjitak kepala Wendy. Wendy memegang kepalanya sambil tertawa.

Mereka berdua kemudian kembali ke sofa, Seulgi duduk diantara Wendy dan Irene.

Seulgi menoleh ke arah Irene, "Son Irene, lo gak boleh bikin sahabat gue uring-uringan, okeh?

Btw selamet yaa, gara-gara lo si Wenwen gak jomblo lagi, kasian gue liatnya kalo gue telponan sama Joy—si Wendy cuma anteng dengerin doangan, ahahah."

"Dan lo Wendy," celetuk Joy, "awas lo bikin temen gue yang paling cakep ini nangis—gak ada ampun lo!"

Wendy dan Irene cuma mengangguk lalu menatap satu sama lain.

"Awas dong Ddeul!" usir Wendy, "pindah-pindah, gue mau duduk deket Irene."

Seulgi pindah ke sebelah Joy, kemudian mereka ber-empat mulai makan ramyeon yang tadi sudah disiapkan.

Pandangan Irene tak lepas dari Wendy, dia menatap Wendy yang mengunyah makanannya sambil sesekali bercanda dengan Seulgi.

Wendy yang melihat Irene menatapnya, lalu menyodorkan suapan ke arah mulut Irene, "Aaaaa~"

Irene membuka mulutnya—menerima suapan Wendy.

"Enak?" tanya Wendy sambil tersenyum.

Irene hanya mengangguk sambil tersenyum.

Seulgi yang melihat perlakuan Wendy ke Irene, tak mau kalah saing—ia juga menyodorkan suapan ke Joy, "Aaaa~"

"Kenyang beb," tolak Joy yang mengangkat mangkuk kosongnya.

Seulgi memanyunkan bibirnya, "Yah beb, dahal aku mau romantis sama kamu."

Joy cuma tertawa, di ikuti Irene dan Wendy yang juga tertawa.

Setelah selesai makan, Wendy menyetel drama yang berjudul 'The King : Eternal Monarch', kemudian mereka ber-empat menonton bersama sampai malam menjelang.













Tbc.....
Quick update, soalnya mau bantuin nenek bikin ketupat eheheheh.

Makasih buat yang udah baca dan makasih banyak buat yang udah vote!

Have a nice day!




5 Second [WENRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang