1 | Galuh

11 0 0
                                    

Sejak dua minggu yang lalu tiga orang waitress resign dengan waktu yang berdempetan, mengakibatkan cafe kalang kabut kekurangan tenaga kerja apalagi disaat Rush hour seperti jam makan siang atau makan malam. Cafe tempat gue kerja berlokasi di Dago Atas, selain menyuguhkan ruang dan tempat strategis, gue juga harus tetap menjaga nama baik yang jadi tanggung jawab gue sebagai manager operasional, dari kualitas makanan, kebersihan, hingga pelayanan. Makanya kepala gue pening waktu kekurangan pelayan dan gue yang liat sendiri gimana karyawan gue kalang kabut bahkan gue sampai ikut turun tangan sendiri bantu ngawasin pelanggan dan memenuhi apa yang kurang-kurang, gue akuin cukup bikin capek dan rasanya pulang-pulang pengen langsung rebahin badan di kasur sampai besok paginya, tapi gue juga masih harus beresin laporan, dan di sisi lain gue juga gak sampai hati liat karyawan mpot-mpotan tiap hari dan akhirnya gue memutuskan buat buka job vacancy minggu lalu

Hari ini adalah hari dimana gue interview pelamar dan sambil menyeruput segelas cold americano yang ngebantu gue buat tetep melek setelah tidur hanya sepertiga malam, gue baca lagi satu-persatu dokumen dari tumpukan amplop coklat yang udah terkumpul di meja gue. Hampir semua applier udah dateng buat wawancara. Hampir. Hanya tersisa satu amplop lagi yang masih rapi belum terbuka. Tak kuasa menahan diri, gue membuka amplop tersebut dan melihat manusia sombong mana yang sudah berani terlambat di hari wawancara kerja

Nama : Gammalia Sagita Arifin

TTL : Bandung, 25 Januari 2000

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Malang No. 36, Antapani, Bandung

No. HP : 0877710-

Aktivitas membaca gue diinterupsi sama suara ketukan dari pintu yang baru terbuka ketika gue memerintahkan masuk. Tampak seorang gadis berkacamata mengenakan kemeja longgar biru keabuan dan celana bahan berwarna hitam. Gadis itu tersenyum hangat yang gue balas sekilas sebelum memberinya perintah duduk di hadapan gue

Jadi ini manusia sombongnya?

"Gammalia?"

"Panggil Gita aja pak"

"Oke, Gita..." Gue mengangguk pelan sambil menelaah penampilannya dari atas hingga ke bawah sebatas yang gue bisa lihat karena terhalang meja

"Ketiduran?" sindir gue

Gadis itu tersenyum hingga matanya menyipit, namun gue gak menemukan tanda-tanda adanya sakit hati "Maaf pak, saya baru selesai kelas jam dua tadi, terus macet dijalan"

Sedikit melirik ke pergelangan kiri gue dimana jam menunjukkan pukul tiga, gue melanjutkan baca CV yang menuliskan pendidikan terakhir Gita ini adalah SMA Negeri di Bandung

Ga salah sih, kan emang baru lulus SMA

"Kuliah?" tanya gue 

"Iya" Jawabnya singkat yang membuat gue menurunkan lembar yang gue baca dan menatap perempuan ini dengan alis terangkat. Gue tau dia tau bukan cuma ini jawaban yang gue harapkan. Gue maunya jawaban yang mendetil, kuliah dimana, jurusan apa, tingkat berapa. Buat apa dia ngelamar kalau interview aja setengah-setengah? Fix mood gue jelek abis ini.

"Saya kuliah di Universitas Martadinata"

Lagi-lagi gue dibikin percaya-tak percaya dengan jawabannya dalam konteks yang berbeda "Bukannya itu kampus mahal ya?"

Gita mengelak disertai kekehan kecil. "Saya juga realistis kali, orangtua saya cuma pensiunan"

Lima tahun gue kerja sebagai manajer, bertahun-tahun gue nginterview karyawan, gue terbiasa buat "baca" mereka. Bukan dengan cara cenayang seperti yang orang-orang bilang ; dari tatapan mata, gerak gerik badan, atau sekali liat muka. Enggak. Somehow, gue bisa nangkep sinyal emosi dan isi kepala orang dengan ngobrol dan berada dekat dengan mereka. Setiap manusia punya perspektif masing-masing dalam melihat sesuatu, itu juga yang bikin mereka unik dan punya nilai tersendiri. Tapi ada juga momen disaat gue ibarat mendadak punya disleksia, gue gak bisa baca beberapa orang yang sengaja membangun tembok pertahanan, dan bukan hak gue juga buat ngintip-ngintip pribadi mereka. Tapi kalau di posisi sekarang ini, rasanya nyusahin,

"Maaf, pak. Saya agak keberatan kalau membahas topik personal. Tapi saya siap kalau ditanya soal pekerjaan"

Itu jawabnya setelah gue tanya soal keluarga dan kuliahnya di kampus swasta itu

Gue liat Gita punya kapabilitas untuk bersikap profesional tanpa bawa-bawa emosi ke tempat kerja, dia juga punya pemikiran terbuka, dan punya sifat independen. Tapi kan gue juga perlu tau siapa-siapa yang kerja sama gue, gak mau gue nerima karyawan ternyata buronan.

Oke, Gita, apa yang lo sembunyiin?

SENANDIKA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang