13 | Galuh

10 0 0
                                    

Pundak kanan gue ditepuk dua kali oleh Malken yang gak gue sadari udah berdiri di hadapan gue. "Udah?" Tanya gue yang dijawab anggukan olehnya.

"Gila, seumur-umur gak nyangka gue bakal jadi life safer nyawa orang" ucapnya sambil duduk di kursi sebelah gue. Dito udah gue suruh pulang sejam yang lalu, tapi dia bilang dia mau ke Cafe dulu buat ngontrol keadaan sekalian ngabarin anak-anak kalau Gita baik-baik aja.

Gue tersenyum, lagi-lagi senyum karena gak ada yang bisa gue lakuin.

"Baju lo gak mungkin selamat sih, pasti ngebekas" Malken menunjuk darah Gita yang sudah mengering sejak tiga jam lalu di kemeja gue yang berwarna dasar putih "Mau ganti gak? Di mobil ada baju gue"

Gue menggeleng, sudah lebih dari cukup Malken ngebantu gue. Lagipula kalau masalah baju, gue juga bawa di mobil

"Oh iya, kayaknya Gita mau ngomong sama lo deh tadi"

Gue mengangkat alis dan Malken mengangguk. Gue pun meninggalkan Malken. Pemandangan selang merah yang menghubungi tangan gita dan sekantung darah dari Malken yang digantung tinggi-tinggi mencuri perhatian gue begitu memasuki bilik Gita

"Lo pulang aja, gue bisa sendiri" kalimat yang dilontarkan Gita menyadarkan gue bahwa ada orang lain selain gue disini. Yandra mengusap wajah kusutnya tanpa membalas omongan Gita

"Git, kakak lo udah dateng kesini-"

"Gal, lo gatau apa-apa mending diem aja."

Mungkin gak sih jantung dicubit? Karena barusan gue merasakannya. Pertamakali Gita menyebut nama panggilan gue tanpa embel-embel, tapi gue gak mengharapkannya dalam nada dingin seperti itu.

"Terus lo mau gimana? Pulang sama dia? Lo gak liat dia udah gaada bentuknya gara-gara lo? Masih punya muka lo ngerepotin dia melulu?"

"Yandr-"

"Pergi. Lo bukan abang gue"

Gue dibuat bungkam oleh pertengkaran kakak adik di hadapan gue yang gue tak habis pikir masalah apa yang jadi penyebab mereka bisa-bisanya ribut ditengah kondisi seperti ini

Gue membalas tatapan yang dilempar Yandra kepada gue. We're gonna have a conversation soon. Gue mengangguk kecil sebelum Yandra hilang di balik tirai yang dibiarkan terbuka lebar

"Gue mau makasih, maaf, tapi gue juga marah sama lo" Gita menatap baju gue sebelum menemui mata gue dengan tatapan tajam "Lo kan yang hubungin abang?"

Sebelum menjawab, gue menarik nafas panjang lalu menghembuskannya "Maaf, gue gatau kalau lo ada bad blood sama kakak lo, tapi dia tetep kakak lo, dia pantes buat tau keadaan lo. Coba kalau gaada kakak lo tadi, gue kebingungan sendiri pas suster ngomongin soal darah" gue semakin menatap Gita dalam

Gita tak menyanggupi omongan gue, dia malah memutus kontak mata dengan gue dan memejamkan matanya sambil sesekali terdengar gumaman halus

"Git, lo kedinginan?" gue meraih tangan gita yang ternyata sudah dipenuhi bentol bentol berukuran besar

"Suster!"

"Mas, gue gapapa"

"Gapapa apanya Git! Lo menggigil!"

Terdengar suara tirai dibuka, dan begitu melihat keadaan Gita yang menggigil tak terkendali, suster tadi langsung berbalik dan meminta sesuatu pada rekannya

"Rame-rame, ada apa?"

Gue menoleh saat mendengar suara Malken. Dia berdiri di ujung tirai, ingin memastikan keadaan namun juga tak ingin mengganggu akses mobilitas perawat yang hilir mudik. Kedua tangannya terselip di saku celana dan matanya terpaku melihat Gita yang menggigil

SENANDIKA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang