12 | Galuh

8 0 0
                                    

Sekali lagi gue menarik nafas dalam-dalam berusaha menenangkan gelombang panik yang menguasai paru-paru gue sehingga kesulitan untuk bekerja normal. Gue masih kesulitan untuk memproses karena semua terjadi begitu cepat.

Hari ini cuaca begitu cerah, dari gue bangun tidur gue udah feeling hari ini adalah hari yang baik. Energi positif dari sinar matahari membuat gue bekerja dengan fokus dan mood baik. Sampai jam setengah tujuh kurang tadi, Dito menggebrak pintu ruangan gue dengan ekspresi yang belum pernah gue lihat sebelumnya, antara takut, kaget, percaya dan tak percaya. Sebelum gue diberi kesempatan untuk bertanya ada apa gerangan, setengah teriak Dito menyuarakan maksud kedatangannya

"Gal-Gita jatoh!"

Tanpa berkata apa-apa gue bangkit dan mengikuti kemana Dito berlari, gue gak mau terbawa panik sebelum gue yakin dengan keadaan yang sebenarnya. Kalau memang gak begitu parah, rasanya panik akan buang-buang tenaga. Namun setelah melihat genangan darah di area wudhu, isi perut gue dililit sangat kuat dan justru gue yang kena panic attack

Sebagian dari diri gue menolak untuk percaya, namun bau logam dan jejak merah di kemeja panjang gue justru bertindak sebaliknya, memaksa gue untuk sadar bahwa kejadian ini benar-benar nyata. Masih terekam jelas di memori gue saat gue mendekap Gita dan berupaya menahan aliran darah dari ubun-ubunnya dengan sapu tangan yang diberikan Ratna. Dito yang melihat bagaimana tangan gue bergetar dan mata gue bergerak liar akhirnya berinisiatif meminta kunci mobil gue sedangkan gue dan Gita di bangku pengemudi. Jarak dari Cafe ke rumah sakit St. Borromeus tidaklah jauh, hanya perlu menyusuri turunan namun detak jantung gue yang berdegup hingga ke telinga membuat setiap detik terasa seperti neraka. Yang membuat perjalanan semakin neraka adalah Gita yang sadar, matanya masih menatap keatas-ke gue-tapi ia tak memberikan respon apapun saat gue panggil namanya

Yang gue dapati ketika menyalakan layar hp Gita di tangan gue adalah waktu menunjukan pukul tujuh kurang lima belas dan tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk

Alfayandra is calling...

Gue menempelkan layar hp gita di telinga kanan gue. Gue punya saudara perempuan, dan gue gatau apa yang akan gue lakuin kalau maghrib-maghrib gue ditelfon kalau teh Mila masuk rumah sakit. Walau otot-otot gue melemas, gue sempat menelfon Yandra begitu Gita ditangani dokter

"Halo" gue berdeham menjernihkan tenggorokan gue yang serat. Bukan jawaban yang gue dapatkan. Tetapi sepasang sepatu memasuki ruang pandang gue yang menunduk. Ketika gue mengangkat pandangan gue mendapati keberadaan Yandra dengan wajah tenang, namun air mukanya langsung berubah sepersekian detik begitu menyadari paparan darah di baju gue

"Gita kenapa?"

Tak kuasa menjawab, gue menoleh kearah Dito yang duduk di samping gue. Gue sendiri terlalu panik sampai gue belum sempat bertanya pada Dito apa yang sebenarnya terjadi

"Gita jatuh di tempat wudhu pas mau sholat maghrib"

Penjelasan singkat dari Dito mampu membuat dada gue nyeri. Gita gak melakukan sesuatu yang buruk, ia justru sedang mengerjakan hal yang mulia

Bibir gue tertarik ke dua sisi merasa malu pada diri sendiri

"Gue mau liat Gita" pinta Yandra yang gue sanggupi. Gue berdiri dan menuntun langkah Yandra ke bilik dimana Gita berada

Gita menatap kedatangan gue dengan senyuman lemah, namun ketika tirai terbuka untuk kedua kali dan memunculkan sosok Yandra, ekspresinya berubah

SENANDIKA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang