2 | Galuh

12 1 0
                                    

Gemertak tulang bergema di ruang kerja saat gue meregangkan otot leher gue yang mulai kaku setelah berjam-jam menghadap layar 14 inch di meja. Jam di pergelangan menunjukkan pukul enam sore saat gue memutuskan untuk keluar sekedar mengecek keadaan

"Dit, americano dong" pinta gue pada salah satu barista cafe yang bernama Dito. Gue lihat Dito dan dua orang pelayan lainnya tampak senggang, mungkin rush hour makan malam belum tiba

"Abis ini ya, gue masih ada pesenan" jawab Dito yang sedang berkutat dengan mesin espressonya. Gue emang sengaja minta semua karyawan memanggil gue pake nama-tanpa embel-embel "pak" dan bersikap santai, gak usah sok-sokan senioritas. Lagian gue masih 27 juga. Namun sifat perfeksionis Gue sudah dihafal semua pekerja disini, pernah sekali seorang karyawan gak becus dan selengean memicu emosi gue, setau gue gak ada satu karyawanpun yang berani melempar gurauan sepanjang sisa hari itu.

"Gimana hari ini? Gaada masalah?" Tanya Gue sambil melipat kedua tangan di dada lalu menyapu pandangan ke sekitar, hanya satu dua meja yang kosong namun semua tampak kondusif

"Gila sih, karyawan baru-si Gita-Gita itu, kerjaan dua orang waitress yg dulu resign, beres sama dia sendiri" ucap Dito sambil geleng-geleng kepala. Gue mengangkat sebelah alis mempertanyakan maksud Dito

Dito membuka satu laci berisi jejeran gelas, semua rapih berurutan dari ukuran terbesar hingga terkecil, logo cafe yang tercetak di gelas, semua menghadap sudut kemiringan yang sama. Dito mengambil satu gelas untuk kopi yang akan ia racik

"Baru dua jam dia disini, lo liat ini gelas rapihnya udah kaya paskibra mau tujuh belasan. Kaget gue waktu buka laci semua gelas piring sendok garpu rapihnya rada gak ngotak. Barusan juga dia beres cuci piring katanya mau bersihin toilet, coba lo periksa ntar, mana tau mendadak toiletnya berubah jadi sauna"

"Yailah, awal-awal kerja aja kali masih rajin" Gue terkekeh dan mengelak gurauan Dito yang rasanya diluar nalar, namun gue tak kuasa menahan diri ingin melihat kerja karyawan baru itu. Akhirnya gue minta kopi gue diantar ke ruangan sebelum melangkahkan kaki ke tempat yang Dito sugestikan dimana Gita berada. Entah kesurupan apa saat gue memilih untuk menerima Gita yang terlambat datang interview, bahkan minta jam kerja separuh hari mulai sore sampai malam karena dia ada kuliah, harusnya nama anak itu sudah dicoret dengan tinta merah saat itu juga namun gue justru menempatkan namanya di prioritas

Enggak, gue gak lagi naksir anak orang. Kecuali kalau emang itu anak pake susuk, berarti gue udah kena umpannya

Pernah gak sih, feeling bilang iya padahal otak bilang enggak? Feeling berasa punya mata sendiri yang udah ngalkulasiin hal-hal kedepannya yang gak gue tau, gambling sih, antara untung atau buntung. Tapi kalau udah kaya gini yaudahlah berdoa aja semoga feeling gue gak salah.

Langkah gue terhenti setibanya gue di lorong yang menghubungkan mushola dengan dua pintu toilet dan tempat wudhu. Gak ada suara sikat yang beradu sama lantai, gue cuma nemuin sepasang converse putih di rak sepatu.

Menyandarkan satu pundak di dinding, gue menyondongkan badan sedikit buat liat seseorang dengan rambut terkuncir tengah melipat mukena, Gita.

"Eh-pak Galuh? Mau solat juga?"

Mata gue terbelalak sambil gue merutuki diri sendiri bisa-bisanya ke-gap. Salah tingkah, akhirnya gue membuka ikatan Dr. Martens di kaki gue dan mencari sendal wudhu yang berukuran besar

"Permisi pak, saya balik kerja lagi" pamitnya dan gue cuma mengangguk sambil mengibaskan tangan agar ia cepat kembali ke habitatnya. Gue nyalain air keran buat mulai wudhu dan begitu sampai tiba urutan gue cuci kaki, gue terdiam.

Biasanya gue paling males sholat kalau lagi kerja gini, seringnya gue lebih milih skip daripada nginterupsi kerjaan. Gue bahkan gak inget kapan terakhir kali gue sholat disini

Fix Gita lo apain gue

Pada akhirnya gue sholat juga, mumpung udah terlanjur wudhu, yasudah. Turns out ternyata gue balik ke ruangan dalam keadaan fresh setelah air wudhu bikin gue melek lagi. Sorry Dit, kayaknya kopi lo gak akan gue habisin

Hingga pukul sepuluh, saat lampu-lampu mulai dimatikan dan kursi-kursi dirapihkan, iced americano di meja gue baru berkurang seperempatnya. Gue udah ilang napsu liat esnya yang udah mencair mengakibatkan jejak air berbentuk lingkaran begitu gue angkat gelasnya yang cuma gue timpa pake tisu lalu gue tinggal gitu aja.

Beberapa karyawan berpamitan begitu melihat gue menjinjing jaket dan ransel gue

"Hati-hati di jalan ya Galuh! Gerimis tadi" ucap pak Yanto-security begitu gue menarik sleting jaket kulit gue hingga ke leher setibanya gue di parkiran khusus karyawan di belakang Cafe

"Pak Yanto juga istirahat yang cukup ya!" Ucap gue begitu menyalakan mesin  motor dan membunyikan klakson begitu meninggalkan pak Yanto

Baru berselang beberapa ratus meter, gue udah dihadapi dengan kemacetan Dago, meskipun gue udah pake motor pun gue masih juga kena lampu merah. Sambil menunggu, gue mengedarkan pandangan sekitar dimana gue mendapatkan figur badan yang baru gue kenal beberapa hari ini. Gue liat Gita berjalan kaki sendirian, baru juga gue berancang-ancang akan memanggil namanya, Gita masuk kedalam bangku pengemudi sebuah sedan silver yang terparkir di parkiran GOR disana

Kan, udah gue bilang, ada yang aneh sama dia

SENANDIKA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang