3 | Galuh

13 0 0
                                    

Sobbers malam ini ramai, gue sampai kesulitan cari tempat parkir dan berujung pada jasa vallet saking gue nyerahnya muter-muter tak kunjung menemukan parkiran di luasnya lahan paskal.

"Kan, kata gue juga Hangover aja"

"Macet-macetan ke Braga? Ogah gue mah"

Malken adalah sobat gue dari zaman berjuang skripsi, malam ini gue terima ajakan Malken buat nemenin dia nongkrong, walaupun ujung-ujungnya gue juga menikmati smirnoff ice di tangan gue walaupun gue gak ada niatan buat mabuk karena gue harus nyetir pulang

"Alasan aja lo, ke Setiabudi pengen ketemu Bella kan?"

Gue mengerutkan kening dan Malken malah menatap gue dengan tatapan menjijikkannya

Bella, mantan terakhir gue yang harus kandas cintanya dua tahun lalu. Nggak ada yang salah dari Bella, dia cewek baik dan selalu sukses nularin senyumnya dari bibir dia ke bibir gue. Waktunya aja yang gak pas waktu itu. Dua tahun lalu gue terpuruk di titik terendah, yang gue butuh adalah ruang dan waktu untuk berpikir sendiri namun Bella yang saat itu bersikukuh ingin membantu justru bikin gue melakukan hal yang bikin gue kehilangan orang-orang yang gue sayang.

"Garing Mal, cuma berdua" ucap gue sebelum mengambil tegukan besar. Malken sendiri cuma tersenyum mengiyakan

"Apa kabar ya tu anak satu?"

"Mana gue tau lah! Yang mantanya kan elo" Malken menggeleng pelan, mengakibatkan anting salib di telinga kirinya bergoyang

Gue akui gue dan Malken adalah contoh makhluk beragama namun berakhlak seolah nggak memilikinya. Gue bukan orang soleh, dan gue gak memaksakan itu. Selama gue gak merugikan orang lain secara langsung, gue rasa gue baik-baik aja. Gue rasa.

Kalau dipikir-pikir kemaren gue kesambet apa bisa sholat di cafe.

Kesambet Gita

"Eh cuy..." panggil gue, Malken tengah meneguk Heineken di tangannya sebelum menanggapi gue

"Hm?"

"Masa di tempat gue ada karyawan baru, aneh asli"

"Aneh apanya? Dandanannya?"

"Bukan itu," Gue berdecak. "Mahasiswi Martadinata, gue yakin dia bukan golongan orang gapunya, tapi dia kekeuh mau kerja part time di gue yang gajinya juga cuma sebatas UMR, mana orangnya perfeksionis garis keras lagi, lo bayangin aja kerjaan dia rapihnya kayak apa"

"Cantik gak?"

Gue melirik tajam kearah Malken "Genit lo anjir, inget, udah punya tunangan juga"

"Yeeeeu siapa bilang mau gue embat, orang gue mau nyuruh lo pepetin juga. Lo kan sama-sama perfeksionis tuh, yaudah cocok!"

Gue menggelengkan kepala "Gila lo!"

Tapi gue akuin Gita emang bikin penasaran. Dia punya tembok defensif yang cuma ngasih liat sedikit dari dirinya yang emang bikin gue menebak-nebak isi kepalanya yang gak kebaca itu. Tapi kalau emang gue bener naksir itu anak, gue gak yakin gue akan get along setelah gue tau dia dalemnya

"Nih, Gal. Chandra S2 di Australi, Adam udah nikah, gue udah tunangan, elo...?? Gini gini aja tuh"

Daripada menanggapi omong kosong Malken, gue memilih menenggakkan kepala gue meneguk smirnoff gue sampai habis. Sampai tiba-tiba mata gue melihat sosok yang barusan gue omongin diantara beberapa perempuan yang duduk di bar stool dengan jarak beberapa orang dari tempat Malken duduk, beberapa kali gue mengerjapkan mata kalau-kalau gue salah lihat

"Mal, lo udah tipsy belum?"

"Hah?" Malken menatap Heinekennnya yang masih setengah "Belum kayaknya. Kenapa?" Kembali menatap gue lagi yang masih memusatkan perhatian ke belakang punggung Malken

"Fix gue tipsy, masa gue liat Gita"

Malken mengikuti arah pandang gue sebentar lalu kembali lagi karena tak menemukan wajah familiar "Gita siapa?"

"Karyawan gue yang aneh itu"

Malken berseru heboh "Nah! Kan gue bilang apa! Jodoh nih jodoh! Samper gih!"

Gue menggeleng "Nggak Mal, gak mungkin, gue liat dia sholat, masa sekarang dia minum-minum? Halu nih gue gara-gara ngomongin dia"

Mike memutar punggungnya dan kembali mencari subjek yang gue bicarain "Yang mana sih?"

Gue menyipitkan mata untuk memastikan itu benar-benar Gita karena gue hanya mampu melihat figur sampingnya "Jaket ijo army yang banyak kantongnya, kaca mata"

"Oh, gak minum kok dia. Cuman.... Nyebat? Dia nyebat Gal?"

"Lah mana gue tau? Emangnya gue nyokapnya?"

Malken tak menanggapi, tetapi dia menatap gue dengan tatapan memincing dan seringaian bibirnya yang tampak mencurigakan

"Heh, mau ngapain lo?"

Belum sempat gue menahannya, tau-tau Malken sudah beranjak menghampiri Gita. Buru-buru gue ngikutin arah Malken, mencegahnya melakukan hal apapun yang memalukan bangsa dan negara

"Hai, gue Malken, boleh kenalan?"

Gue menepuk wajah. Malu sih Mal! Segerombolan cewek-cewek yang awalnya ramai dengan tawa kini hening karenanya. Gita sendiri bolak-balik menatap wajah dan tangan Malken yang masih ingin berjabatan dengannya

Sumpah gaada akhlak.

"Maaf ya, temen gue udah rada mabok" Buru-buru gue menarik Malken menjauh sambil melempar senyuman terpaksa kepada mereka. Gue sempat melihat ekspresi terkejut di wajah Gita namun ia tak mengatakan apapun

"Mal, sumpah, lo gue unfriend lama-lama" gerutu gue begitu masuk ke dalam mobil gue, kepanikam barusan memicu adrenalin gue yang bikin gue sekarang sedikit lebih sadar. Malken sendiri malah ketawa-tiwi di sebelah gue

Fix, jadi Malken yang tipsy

"Sumpah! Muka lo tadi priceless banget! Harusnya gue foto tadi"

Bacot Mal. Pusing gue. Besok ketemu Gita di Cafe, ngomong apa gue?!

SENANDIKA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang