Satu

85.2K 1.6K 51
                                    


Hiruk pikuk club malam tampaknya tidak begitu menarik malam ini, bagi Axel, pria dengan kemeja hitam, dengan lengan kemeja yang digulung sampai ke siku. Minuman keras yang ia teguk pun, tidak mampu membuatnya cukup lega atas masalah yang dihadapinya. Harusnya ia tidak pergi ke sini, melainkan mengunjungi beberapa relasi bisnis atau keluarga untuk menolongnya.

Langkahnya yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan membuatnya mengalami kerugian besar. Ia terlalu muda untuk menangani ini semua. Kini ia menyadari bahwa, terlalu percaya diri itu tidak baik.

Hans, sahabatnya yang membawanya ke sini menepuk pundak Axel. Pria itu duduk di sebelah Axel setelah pergi entah ke mana selama setengah jam.

"Kau dari mana, heh?" Axel melayangkan tatapan kesal. Saat ini ia butuh solusi, bukan ditinggalkan begitu saja di tengah gemerlap club ini.

"Mencari solusi!"

Axel tertawa lirih,solusi apa yang didapat di tempat seperti ini. Ini adalah tempat untuk bersenang-senang saja."So...?"

"Tidak ada." Hans terkekeh.

Axel mendengkus."Kau cuma pura-pura bilang akan kasih solusi. Padahal, kau sendiri cuma mau minta ditemani ke sini,kan? Supaya ada alasan untuk istrimu."

"Bukan itu..."

"Bertaubatlah, kasihan istri dan anakmu." Axel meneguk gelas terakhirnya."Ayolah, kita pulang!"

"Nanti!" Hans mencegah Axel.

"Apaan dah!" Axel menepis tangan Hans. Ia turun dari kursi dengan sedikit sempoyongan. Waktunya di sini terasa sia-sia.

Hans cepat-cepat menahan tubuh Axel agar tidak tumbang."Kau mabuk!"

"Aku nggak mabuk, cuma pusing mikirin masalah ini!" Axel berjalan pelan.

Langkah Hans dan Axel terhenti, begitu ada dua orang wanita menghadangnya. Dua-duanya cantik.

Hans tersenyum lembut,"maaf, kami harus lewat."

"Mau ke mana? Kenapa terburu-buru?" Wanita bergaun merah menatap Hans dan Axel tajam.

"Temanku mabuk, jadi, aku harus antar pulang." Hans tertawa kecil. Sebenarnya, ia tahu siapa dua wanita yang ada di hadapannya sekarang. Wanita bergaun hitam, namanya Citra, istri dari Pengusaha kaya raya. Lalu, wanita bergaun merah itu adalah sahabatnya, bernama Olla. Melihat begitu besar kekuasaan suami Citra, tentu Hans tidak akan bermain-main dengan wanita itu, meskipun, ia terlihat sangat cantik dan seksi.

"Permisi!"kata Axel datar, kemudian berjalan melewatkan Citra dan Olla begitu saja.

Citra mengikuti bayangan Hans dan Axel pergi. Keningnya berkerut karena ia merasa diabaikan."Siapa mereka?"

Olla melambaikan tangannya."Orang nggak penting, abaikan. Ayo..."

Citra mengikuti Olla dengan sesuatu yang mengganggu di otaknya. Ia duduk di tempat yang sudah direservasi Olla. Kedua wanita itu mulai minum, melepaskan segala kepenatan hidup yang sedang terjadi. Olla adalah istri kedua dari seorang Pengusaha tambang. Suaminya itu hanya akan mengunjunginya beberapa kali. Ia kerap kesepian.

Sejurus dengan itu, Citra juga merasakan hal yang sama. Namun, Citra bukanlah istri kedua. Ia baru saja menikah dengan pria bernama Nicholas setahun lalu. Suaminya adalah pria yang sempurna di mata wanita lain. Kaya raya, tampan, punya banyak properti, setiap hari ia memberikan bunga mawar di tempat tidur Citra, sebagai sapaan suami tercinta pada sang istri. Setiap hari pula, Nicholas mengunggahnya ke media sosial. Hal itu membuat citranya sebagai suami semakin baik.

Sebagai wanita pada umumnya, Citra pasti bahagia tiada terkira. Hidupnya sempurna. Pernikahan yang terjadi karena perjodohan paksa itu, ternyata begitu indah. Banyak yang mengatakan kalau Citra sangat beruntung dijodohkan dengan Nicholas. Ke mana pun mereka pergi, menghadiri acara-acara penting, Nicholas kerap menggenggam tangannya mesra. Perlakuan manis, seperti menarik kursi, membukakan pintu mobil, atau mengusap sisa makanan yang menempel di bibir, selalu ia tunjukkan di depan umum. Namun, semua itu hanyalah pencitraan semata.

Nyatanya, Nicholas tidak menyukai wanita. Ia sudah memiliki kekasih, dan itu ia beri tahu pada Citra saat malam pertama pernikahan mereka. Alhasil, Citra melewati malam pertama tanpa melakukan hubungan suami istri.

Olla menyenggol lengan Citra."Ngelamun!"

Citra tersenyum tipis."Iya..."

"Masih mikirin Nicho?"

"Ya, nggak habis pikir...kenapa dia nggak mau menceraikan aku aja. Dia bisa hidup bebas dengan pacarnya itu."

"Dia memikirkan hubungan keluarga kalian, Citra. Lagi pula...dia selalu bersikap baik,kan? Uang bulananmu saja begitu banyak." Olla mencoba menenangkan. Ia tahu bagaimana rasanya ada di pihak yang tidak dianggap. Bedanya, Citra melihat suaminya setiap hari

"Orangtuaku sudah mulai bertanya soal kehamilan...mertua juga." Citra menelan ludahnya kelu.

Olla tertawa terbahak-bahak."Bagaimana mau hamil, kalau sampai detik ini saja kau masih perawan." Wanita itu kembali tertawa.

"Apa Nicholas tidak tahu, kalau aku juga mau merasakan yang namanya bercinta. Jika dia tidak mau melakukannya denganku, harusnya dia melepasku saja. Dengan begitu, aku bisa cari laki-laki lain. Setahun berlalu, dan terasa sia-sia."

Olla menatap Citra serius."Kau sudah sering diskusi dengan Nicholas bukan?"

"Soal apa?"

"Mengenai hubungan kalian. Apa dia melarangmu punya hubungan dengan pria lain?"

Citra menggeleng."Nggak. Nicholas sangat baik, Olla, bagaimana aku bisa mengkhianatinya sebagai suami?"

"Tapi, dia mengkhianatimu, Citra...bukan dengan wanita, tapi, pria. Apa kamu itu berharap sama Nicho?" Olla memainkan alisnya.

Citra tertawa lirih."Ah...iya. Mungkin, aku pernah berharap, Olla...tapi, rasanya tidak mungkin." Mata Citra menerawang ke lampu yang berganti-ganti warna.

"Nicho tidak melarangmu memiliki hubungan dengan pria lain,kan?"

"Nggak, justru dia menyarankan agar aku cari pria lain. Tapi, dia meminta agar hubungan pernikahan ini tetap bertahan. Nicho nggak mau, hubungan antara keluarga menjadi rusak. Dia berjanji akan memberikan yang terbaik untukku. Dia juga bersedia membelikan apa pun yang aku mau. Dia sudah minta maaf, kalau dia tidak bisa jatuh cinta padaku. Dia menikah denganku...karena orangtuanya. Sekaligus...menepis rumor yang tidak baik tentangnya." Citra menghela napas berat, kemudian meneguk segelas minumannya.

"Kalau begitu, carilah pria. Tapi, kau harus beri tahu Nicho juga. Jika suatu saat kau ketahuan dengan pria lain, atau Nicho dengan pria itu...kalian bisa kompak menutupinya." Olla menatap lurus ke depan. Suara musik yang keras sama sekali tidak mengusik curhatan mereka.

Citra mengambil ponsel dari tasnya. Kemudian melihat jam menunjukkan pukul dua dini hari. Ia mencoba mengirim pesan pada Nicholas.

"Apa aku boleh berhubungan dengan pria lain?"

Citra menimang ponselnya. Tidak ada jawaban. Mungkin Nicho sudah tidur. Lima menit kemudian, Nicho membalas pesannya.

"Tentu saja. Carilah pria yang baik dan bisa menjaga rahasia kita."

"Ada apa?" Olla melongok ke arah Citra yang tertunduk di ponselnya. Citra memperlihatkan pesannya dengan Nicho.

Olla mengusap lengan Citra."Lihatlah, dia mengizinkanmu. Apa aku perlu mencarikannya?"

Citra mengangkat kedua bahunya. Ia kembali mengisi gelas minuman, kemudian meneguknya sampai habis.

Pria SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang