Delapan

28.9K 1.1K 24
                                    

Masih Flat? Sabar... 😂

Sore harinya, Citra kembali ke rumah. Tentunya ia sudah membersihkan diri, merias diri, memakai pakaian yang dibelikan Nicho, siap menyambut suami yang tidak mencintainya itu.

"Hai!"sapa Citra.

Nicho tersenyum, mengusap puncak kepala Citra dan mengajaknya masuk. Citra meraih koper dari tangan Nicho. Pria itu menjauhkannya dari Citra. Wanita itu menatap Nicho sebagai bentuk protesnya.

"Biar aku yang bawa. Nanti kamu capek."

Jawaban Nicho membungkam mulut Citra. Wanita itu tidak ingin lagi bicara, membantah, atau membalas. Semua terserah Nicho saja.

"Papa sama Mama datang sebentar lagi." Nicho bicara sembari melepaskan kemejanya. Sepertinya pria itu hendak mandi.

"Iya, aku sudah tahu." Citra menjawab dengan nada tidak bersemangat.

"Nanti kita makan malam berdua,ya?"

"Nggak sama Papa dan Mama?"tanya Citra.

"Mama sama Papa cuma mampir, sekalian mau ketemu menantunya." Nicho tidak menunggu balasan Citra. Usai berkata demikian, ia langsung masuk ke toilet untuk mandi.

Citra mengembuskan napas berat. Sembari menunggu mertuanya datang, ia berbaring, kemudian teringat dengan Axel. Hari-hari yang ia dan Axel lewati begitu indah. Sentuhan dan kecupannya membuatnya candu. Baru beberapa jam saja, ia sudah merindukan Axel. Apa yang sedang dilakukan pria itu sekarang.

Tanpa Citra sadari, Nicho sudah selesai mandi. Pria itu mengerutkan kening saja ketika mendapati istrinya senyum-senyum sendiri. Ia mendekati Citra, duduk di sebelahnya."Kamu baik-baik aja?"

Citra tersentak, ia memperbaiki posisi duduknya."Iya, baik kok. Kaget, tiba-tiba kamu ada di sini."

"Kamu senyum-senyum terus."

"Iya, kah?" Citra memegang jedua pipinya yang kini terasa panas.

Nicho mengusap-usap pipi Citra dengan lembut. Tindakan Nicho yang seperti ini, yang terkadang membuat hati Citra porak-poranda. Tapi, sekarang ada Axel yang bisa mengobati kesedihan serta kesepiannya.

"Bagaimana liburanmu?"

"Sangat menyenangkan. Terima kasih, sudah mengerti akan kondisiku." Nicho terlihat jauh lebih bahagia dari Citra. Andai Citra tidak bisa bekerja sama dengannya, liburan ini tidak akan pernah terjadi.

Bel berbunyi, keduanya bertukar pandang. Nicho membantu Citra berdiri, lalu keduanya menuju ruang tamu untuk menyambut kedatangan orangtua Nicho.

"Sayang!" Dengan riang, Ibu mertua memeluk menantunya. Ibu Nicho, memang sangat menyayangi Citra seperti anak kandungnya sendiri.

"Mama apa kabar?"

"Baik sekali. Mama bawa oleh-oleh,"katanya dengan semangat. Ia menggenggam tangan Citra, membawa wanita itu duduk, membuka beberapa barang yang dibeli di Paris.

Nicho tersenyum, kemudian menatap sang Papa."Bagaimana perjalanan Papa dan Mama?"

"Ya, begitulah.. tidak selamanya lancar, Mamamu lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbelanja. Ketimbang menemani Papa liburan." Pria paruh baya itu terkekeh.

Istrinya melirik sebal,"Nicho, nanti kamu jangan seperti Papa. Wanita itu ya, harus belanja."

"Iya,Ma...iya."Nicho menjawab dengan cepat sebelum terjadi perdebatan panjang.

"Nicho, sini!" Papa memberikan kode agar mereka mencari tempat lain untuk bicara.

"Ya, Pa?"

"Kamu belum berniat punya anak?"

"Hmm, Nicho dan Citra belum membicarakan hal itu, Pa. Kami sedang menikmati masa-masa pacaran kami. Ya, Papa tahu,kan...kami dijodohkan. Butuh waktu untuk saling menyesuaikan." Alasan Nicho memang masuk akal. Terkadang ia merasa bersalah karena sudah berbohong pada semua orang. Terlebih pada Citra. Namun, di dalam hati, Nicho berjanji akan memperbaiki semua kekacauan ini.

Pria itu mengangguk mengerti."Tapi, apakah dua tahun itu belum cukup. Toh, kalian sudah suami istri. Tidak akan ada masalah. Jika kalian butuh bantuan, datang saja pada Mama dan Papa."

"Iya, Pa. Papa sama Mama sabar dulu,ya." Nicho akan tetap menenangkan walaupun ia sendiri tidak berbuat apa pun.

Sekitar setengah jam, sepasang suami istri itu pamit. Citra sudah menerima beberapa oleh-oleh mahal dari mertuanya.

"Citra, Nicho...kita pamit, ya. Mama mau kasih oleh-oleh ke Mama kamu, nih!" Mama Nicho tertawa riang.

"Kalian yang akur, semoga...anggota baru segera hadir!" Papa mertua setengah berbisik.

"Iya, Pa, Ma."Citra memeluk lengan Nicho dengan erat. Wajahnya bersemu merah, terlihat begitu ceria seakan tidak punya beban. Nicho terheran-heran, apa yang sedang terjadi sampai Citra seceria itu. Keduanya mengantarkan Papa dan Mama Nicho sampai depan.

"Dapat oleh-oleh apa?"tanya Nicho.

"Lihat aja tuh,"tunjuk Citra yang tidak bisa menjelaskan satu persatu, sebab, baginya itu terlalu banyak.

Nicho mengusap puncak kepala Citra, lalu, membantu membawakan semua barangnya itu ke kamar. Citra tidak menanggapinya dengan perasaan, pada akhirnya ia sadar, sikap lembut Nicho padanya hanyalah karena sekadar teman. Dan sikap Nicho memang begitu pada semua orang.

Ini sudah malam, Citra mengganti pakaiannya dengan lingerie. Ia membayangkan disentuh oleh Axel saat berpakaian seperti ini. Di tempat tidurnya, yang berseberangan dengan tempat tidur Nicho,Citra menghubungi Axel. Ia bergerak semaunya tanpa memedulikan selangkangannya terlihat. Ia membalikkan badan ke kanan dan ke kiri, tanpa memerhatikan buah dadanya tumpah ke mana-mana. Pemandangan itu mampu menarik perhatian Nicho. Pria itu diam saja di tempat, sesekali menggelengkan kepala hingga tertidur.

❤❤❤

Pria SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang