Malam ini, Citra menginap di apartemen. Nicho juga sudah memberi kabar, kalau ia juga tidak pulang, pergi bersama kekasihnya. Kabar baik untuk Axel dan Citra, mereka bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama lagi. Sementara Nicho, pria itu menghabiskan waktu bersama kekasihnya. Pria muda berkulit bersih,dan tentunya sesuai dengan kriteria Nicho. Kekasih Nicho, memiliki kehidupan yang glamour. Setiap malam, dia harus pergi hangout, ke club malam, atau menghabiskan waktu untuk berpesta. Sebagian uang Nicho juga diberikan untuk pria itu. Saat ini, mereka benar-benar menikmati hubungan mereka.
Nicho yang dimabuk cinta tidak pernah sadar, bahwa dirinya selalu menjadi sorotan. Tempat yang ia kunjungi setiap malam, juga dikunjungi oleh beberapa orang dari kalangan mereka. Satu orang mengambil video dan foto Nicho yang sedang tertawa bersama teman-temannya. Lalu, orang tersebut mengirimkan kepada Mama dan Papa Nicho.
Paginya, Mama Nicho berteriak histeris melihat foto dan video anaknya. Seisi rumah cepat-cepat menghampiri, sebab, takut wanita paruh baya itu sedang terluka.
"Ada apa, Ma?"tanya Nesya, adik bungsu Nicho.
Wanita itu memegangi dadanya yang sakit, kemudian menggeleng. Kaki-kakiknya lemas, tidak bisa bangkit, meskipun beberapa asisten rumah tangga membantu mengangkatnya."Sudah, di sini saja dulu."
"Tolong ambilkan air!"kata Nesya. Ia mengusap-usap lengan sang Mama khawatir."Ma, beneran nggak apa-apa?"
"Iya."
"Tapi, kenapa tiba-tiba Mama begini?"
Raut wajah sang Mama berubah seketika, lalu, ia menangis histeris. Nesya dan beberapa asisten rumah tangga yang masih di sana kembali panik.
"Mama, bilang sama Nesya, ada apa?" Suara Nesya terdengar keras karena begitu khawatirnya.
"Mas-mu, Nesya, Mas-mu!"katanya dengan suara bergetar.
Kening Nesya berkerut, ada apa dengan Kakak laki-lakinya itu."Ada apa sama Mas Nicho, Ma? Mas Nic baik-baik aja, kan?"
"Bu, ini minumnya."
Nesya menerima air dari asisten rumah tangga, meminumkan pada sang Mama. Ia menatap sang Mama yang masih belum menceritakan dengan jelas. Ia menatap kepada orang di sekitarnya, meminta mereka untuk kembali bekerja. Lalu, pelan-pelan ia mengusap-usap tangan Mamanya.
"Ada apa dengan Mas Nicho, Ma?"
"Lihat ini!"
Nesya menerima gawai yang diserahkan sang Mama, lalu melihat foto-foto Nicho di klub malam. Ia terlihat bermesraan dengan seorang wanita. Gadis itu tidak kalah kagetnya dari sang Mama. Ia tidak menyangka, Kakaknya akan berbuat seperti ini. Andai Citra tahu, apa yang dilakukan suaminya di belakang sana. Hati Nesya sebagai wanita, berdenyut. Jika ia ada di posisi Citra, ia pasti sudah mengamuk."Mbak Citra sudah tahu, Ma?"
"Mama nggak tahu. Kalau bisa, jangan tahu! Kasihan Citra..." Wanita paruh baya itu menangis.
"Mama sabar dulu, ya, kalau memang Mbak Citra nggak tahu, sebaiknya kita nggak kasih tahu, Mas. Nanti, Mbak Citra sedih. Kita nasihatin Mas Nicho saja, dia yang salah, Ma."
Mama Nesya mengangguk pasrah,"Mama...kecewa sekali sama Nicho. Rasanya ingin Mama hajar!"
"Ya udah, Mama istirahat dulu di kamar,ya. Nanti, kalau kondisi Mama sudah baikan, kita bicara sama Mas Nicho." Nesya membantu sang Mama berdiri, perlahan, membawanya ke kamar untuk istirahat.
Sementara itu, pesan yang sama diterima oleh Papa Nicho yang kebetulan sudah sampai di kantor.
Darah pria itu mendidih. Ia tidak pernah mendidik Nicho menjadi pria pengkhianat. Tangannya mengepal, dengan wajah marah, ia keluar kantor dan menuju rumah Nicho saat itu juga. Nicho dan Citra sedang sarapan, ketika Papa Nicho tiba. Keduanya kaget."Loh, Pa, tumben pagi-pagi sekali,"sapa Citra."Ayo, duduk, Pa. Sarapan...."
Papa Nicho tersenyum tipis pada Citra. Kemudian, ia menatap anak laki-laki satu-satunya dengan marah."Ke mana kamu semalam?"
Gerakan Citra dan Nicho terhenti. Keduanya bertukar pandang. Keduanya berdebar, mulai berspekulasi, kalau mereka sedang ketahuan. Hubungan tidak sehat ini mulai tercium.
"Ada apa, Pa? Duduk dulu!" Citra menenangkan.
"Papa tidak bisa tenang, jika kelakuan suamimu itu begini!"katanya sembari menunjukkan ponselnya. Di saja ada sebuah foto yang terbuka.
Citra tertegun melihat foto tersebut. Nicho sedang ada di klub, tempat biasa pria itu berkencan dan menghabiskan malam. Tapi, yang mereka sorot adalah wanita yang memeluk pundak Nicho.
"Kamu ini,ya? Sudah berumah tangga, kenapa masih suka ke Club malam? Sama perempuan lain lagi!"bentak Papa Nicho.
Citra melirik Nicho yang hanya bisa tertunduk. Tapi, saat ini, Citra tidak bisa melakukan apa pun, seperti marah atau sedih, yang harusnya memang akan terjadi pada wanita pada umumnya. Karena, semua itu memang sudah ia ketahui.
"Bagaimana kalau berita ini sampai ke Mama dan Papa Citra? Malu-maluin keluarga aja kamu ini. Kamu menikahi Citra, bukan untuk diperlakukan seperti ini!"lanjut Papa Nicho lagi.
"Pa, nggak apa-apa. Mungkin, kita memang butuh waktu untuk penyesuaian diri. Lagi pula, itu temannya Mas Nicho kok, Pa, Ma. Mereka hanya teman biasa." Citra mulai bersandiwara. Ia melakukan ini untuk Nicho. Tentu saja Nicho dan wanita itu tidak ada hubungan apa-apa, sebab kekasih Nicho adalah pria.
"Ya ampun!" Papa Nicho mengusap wajahnya frustrasi."Kamu nggak perlu bela suamimu yang jelas-jelas sudah salah."
"Pa, itu cuma teman!"Nicho buka suara. Kemudian ia memegang tangan Citra."Nicho hanya cinta pada Citra."
Citra mendecih dalam hati. Anggap saja, ia mulai muak dengam sikap Nicho. Atau mungkin, bisa saja, rasa cintanya pada Axel membesar, lalu ia diselimuti rasa kebencian pada Nicho.
"Papa, semalam Nicho pamit mau pergi ke klub kok, Pa. Katanya ada beberapa yang harus diurus di sana,"kata Citra lembut.
"Kamu percaya sama Nicho?"
Citra mengangguk yakin."Sebagai istri, saya akan terus percaya pada suami, Pa. Karena...suatu hubungan tidak akan bertahan, jika tidak ada kepercayaan di dalamnya."
"Ya ampun, kamu baik sekali, Citra. Papa saja emosi, tapi, kamu...justru tenang. Baiklah kalau memang begitu. Kalian berdua yang menjalani rumah tangga ini, kalian yang lebih tahu. Papa harap, kejadian serupa tidak terjadi lagi. Dengar itu, Nicho!"
"Iya, Pa."
"Papa jangan khawatir, Citra akan jagain Mas Nicho,"sambung Citra. Wanita itu berdiri, hendak menuangkan teh untuk Papa mertua.
"Papa langsung ke Kantor aja, Nak. Kalian baik-baik,ya, di sini,"katanya sembari mengusap puncak kepala Citra.
"Iya, Pa. Hati-hati." Citra mengantarkan Papa Nicho sampai ke teras. Sementara Nicho, ia masih duduk dengan kepala tertunduk. Tampaknya, ia masih syok atas kejadian ini. Di dalam pikirannya, ia masih mencari-cari, siapa orang yang sudah berani mengambil fotonya.
Citra kembali ke ruang makan, melanjutkan sarapannya tanpa mengajak Nicho bicara. Citra anggap, itu bukanlah urusannya.
"Maaf!" Tiba-tiba saja Nicho berucap maaf.
"Kenapa minta maaf? Aku tidak cemburu, Nic!"
"Maaf, membuatmu terus-terusan repot."
"Yah, jujur saja...aku merasa repot, Nic. Aku harap, kita bisa bercerai!" Citra mengatakannya dengan gamblang, sementara Nicho tidak menjawab. Moodnya sudah dipastikan tidak akan membaik sampai sore hari.
"Aku sudah selesai." Citra menyeka mulutnya, kemudian ia berdiri, bersiap untuk ke apartemen.
"Mau ke mana?"
"Ke apartemenku. Kamu juga harus kerja."
Nicho mengangguk."Hati-hati."
Citra mengangguk, dengan santai ia melenggang pergi ke apartemennya. Axel pasti sudah pergi. Jadi, Citra bisa menghabiskan waktu di sana sembari menunggu makan siang. Wanita itu pun menyiapkan menu makan siang. Tidak lupa, ia memberi kabar pada Axel bahwa ia menunggunya di apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Simpanan
RomanceMaukah kamu menjadi Pria simpananku? Fotografer (cover) : W R