Empat

42.3K 1.3K 49
                                    

Tubuh Citra bergetar, gairahnya terbakar. Citra membalas ciuman Axel dengan begitu bergairah. Axel menarik Citra untuk duduk kembali dan memagut mesra. Citra semakin cepat meneguk gelas demi gelas minumannya. Keduanya terbawa suasana. Citra memutuskan untuk mengakhiri malam.

Hotel bintang lima itu menjadi tujuan terakhir Citra dan Axel. Udara begitu dingin, keduanya sudah setengah sadar. Usai mendapatkan kunci kamar, keduanya berpelukan mesra di dalam lift. Sesekali mereka berciuman, saling menyentuh dan memuja. Sampai di kamar, Citra mendorong tubuh Axel ke tempat tidur, seakan-akan ia adalah wanita yang sungguh ahli dalam hal ini. Ia menurunkan celana Axel, mengusap-usap tonjolan di dalamnya. Tanpa sungkan, ia mengulum benda keras tersebut.

Axel menegang, ia mengangkat tubuh Citra ke tempat tidur. Menurunkan gaun seksi yang membuat miliknya mengeras di dalam klub. Axel mengenyahkan semuanya dari tubuh Citra, mencium leher dan memberikan gigitan kecil di sana. Wanita itu mengerang nikmat, malam ini ia terasa begitu lepas.

Puncak dada bewarna gelap itu kini menjadi sasaran Axel. Ia melahap semuanya. Tubuh Citra melengkung, meminta Axel melakukan lebih dari ini. Pria itu membuka paha Citra. Melihat sesuatu di balik rambut-rambut halus yang menutupinya. Miliknya semakin mengeras, meronta ingin memasukinya.

Axel menyentuh pusat diri Citra yang kini terasa begitu lembap. Wanita itu semakin bergairah dan mendesah. Axel bersiap memenuhi diri Citra. Axel menekan miliknya, sedikit sulit, namun, atas kesadarannya yang sudah melayang  ia terus melesak ke dalam. Citra hanya mendesah, kesadarannya juga sudah melayang bersama mimpi-mimpi indahnya.

Malam ini, Citra dan Axel menyatu. Kedunya mendesah begitu liar. Hunjaman-hunjaman keras dari Axel begitu nikmat dirasakan oleh Citra. Apa yang selama ini ia khayalkan sekarang menjadi kenyataan. Keduanya tenggelam dalam gairah malam, lalu Citra merasakan kehangatan di dalam dirinya.
Lega dan bahagia. Wajah Citra bercahaya, setelah merasakan pelepasan, lalu terpejam kelelahan.

Axel terbangun sembari memegang kepalanya. Ia melihat ke sekelilingnya. Pakaian berserakan di lantai, lalu, ia melihat Citra masih tergulung selimut di sebelahnya. Ia tersenyum, beberapa detik kemudian ia terperanjat saat menyibak selimut. Ada bercak darah di sprei. Ia menganga, sungguh sulit percaya kalau wanita itu masih virgin. Semalam, ia dan Citra sudah tidak sadarkan diri saat melakukannya.

"Citra..." Axel membangunkan Citra."Citra, bangun, Citra..."

Wanita itu menggumam, membuka mata."Hai..."

"Ha-hai. Sudah jam dua belas. Kita harus chek out."

Citra terkekeh."Nggak apa-apa, kamu tinggal di sini aja dulu, sampai aku hubungi lagi."

"Kenapa begitu?"

"Aku masih ada keperluan sama kamu." Citra bangkit,kemudian memunguti pakaiannya."Aku harus pulang, Axel...kamu di sini saja."

"Apa yang kulakukan di sini, Citra?"

Citra menoleh."Menungguku!"

"Citra!" Axel menghentikan langkah wanita itu yang sudah hendak ke dalam toilet.

"Ya?"

"Kamu virgin?"

Citra mengangguk lembut,"ya. Terima kasih sudah menembusnya." Setelah itu ia masuk ke toilet.

Axel mematung di tempatnya. Debaran jantungnya begitu cepat usai mendengarkan ucapan Citra. Wanita itu terlihat santai usai melepas keperawanannya. Apakah setelah ini, ia akan dimintai tanggung jawab, atau justru diminta untuk menikahi Citra atas perbuatannya ini. Perasaan Axel tiba-tiba saja merasa tidak nyaman.

Masih dalam kekagetannya, ponsel Axel berbunyi. Pria itu melihat pesan dari Hans yang sedang mencari keberadaannya. Ia tidak membalas, sebab masih kaget atas kejadian ini. Sepuluh menit kemudian, Citra muncul. Ia bersiap-siap untuk pulang.

"Kamu pesan makanan di hotel ini aja, ya. Masukkan ke dalam tagihanku." Citra mengeringkan rambutnya.

"Kamu mau ke mana?"

"Aku harus pulang. Suamiku menunggu."

"Apa!" Ini kesekian kalinya Axel kaget atas ucapan Citra. Wanita itu sudah bersuami tetapi masih perawan. Apa saat ini ia sedang dipermainkan atau bagaimana. Ia mulai pusing tujuh keliling.

"Nanti aku jelaskan. Aku pulang dulu. Kita ketemu lagi malam nanti."
Citra terlihat buru-buru. Ia segera pergi, meninggalkan sejuta pertanyaan di benak Axel.

"Apa ini!" Axel memegang kepalanya frustrasi. Masih dalam kebingungannya, Axel menghubungi Hans. Mereka membuat janji sembari makan siang.

Citra masuk ke dalam rumah. Ia langsung masuk ke kamar. Di sana, ia melihat Nicho sedang merapikan beberapa barang dari laci meja kerjanya.

"Kamu nggak pulang semalam?"tanya Nicho langsung. Sudah Citra katakan, Nicho adalah lelaki yang perhatian.

"Iya,"jawab Citra.

"Jangan terlalu sering, bisa-bisa dilihat orang yang kita kenal."

"Baiklah." Citra tidak bisa membantah selain menikmati sandiwara ini.

"Aku harus ke luar kota, satu minggu."

"Kerja?"

"Sekalian liburan." Nicho menjawab dengan santai. Keputusan Citra untuk mencari kebahagiaan lain tidak salah. Liburan? Mungkin Nicho akan liburan bersama kekasihnya.

Citra menghela napas panjang."Oke, lah." Ia melangkah ke nakas, meneguk air mineral yang tersedia di atasnya.

"Kemarin kamu bersama seorang pria?"

Gerakan Citra berhenti, ia melihat Nicho melalui ekor matanya. Ia mengangguk saja.

"Hati-hati,ya. Di sana banyak orang yang kenal kita."

"Baiklah, aku akan berhati-hati mulai sekarang." Citra tidak peduli dengan Nicho yang kerap mengingatkannya untuk berhati-hati. Sementara pria itu sendiri terlihat bermesraan dengan seorang pria secara terang-terangan.

"Uangmu masih ada?"

Citra tersenyum penuh arti."Masih ada. Tapi, aku nggak akan menolak kalau kamu mau transfer lagi."

Nicho tertawa,"ya sudah, nanti ya...aku siap-siap dulu."

"Perlu aku bantu?" Citra menawarkan bantuan.

"Hmmm...kayaknya sudah selesai semua. Kamu sudah makan siang?"

"Belum, aku baru bangun." Citra tertawa kecil.

"Kamu terlihat bahagia, syukurlah."

Citra mengangguk saja, rasanya tidak ada yang bisa ia ungkapkan isi hatinya secara gamblang di hadapan Nicho.

"Ganti baju, kita pergi makan siang."

"Sekarang?" Citra terbelalak

"Iya dong. Jam tiga aku harus berangkat. Aku tunggu di bawah, ya?" Nicho mengedipkan sebelah matanya.

"Astaga!" Citra menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi, ia memang sedang lapar. Makan bersama Nicho, tentu ia bebas memesan apa pun. Citra bergegas mengganti pakaian, merapikan riasan wajah dan segera menemui suaminya itu.

❤❤❤

Pria SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang