Dua Belas

22.7K 1K 31
                                    

Karena lelah, Citra tidak bereaksi apa-apa, termasuk ketika Axel membuka pakaiannya. Mungkin, kali ini ia akan menjadi wanita yang pasif. Axel berhasil menelanjanginya. Memainkan setiap titik sensitif Citra, membuatnya menegang, basah, hingga siap untuk penyatuan diri.

Axel memasuki Citra. Wanita yang sudah lemas itu, pasrah berada di bawah tubuh Axel. Axel menghujani Citra dengan hunjaman keras dan cepat. Sesekali Citra mendesah, namun, terkadang ia terbaring pasrah. Waktu pelepasan segera tiba, Axel menarik miliknya, kemudian membiarkan cairannya menyembur di badan Citra. Cairan putih kental itu mengenai perut, dada, dan sedikit di wajah Citra. Wanita itu menatap Axel sebal.

"Axel, aku ini lagi lemas. Kenapa disemburin ke sini?"

"Kalau gitu, kita mandi bersama aja." Axel membopong Citra ke dakan toilet,membaringkan wanita itu di bathup. Axel membantu membersihkan tubuh Citra, setelah itu mengeringkannya. Axel kembali membopong Citra ke tempat tidur, menyelimutinya dalam keadaan telanjang.

"Kamu istirahat,ya?" Axel memberikan kecupan di kening Citra.

"Kamu mau balik ke Kantor?"

"Iya, aku ada telemeeting, sayang. Aku akan pulang cepat."

Citra mengangguk, kemudian matanya terasa begitu berat. Dalam hitungan detik, ia terbawa oleh mimpi. Sementara Axel langsung pergi ke Kantor dan membiarkan Citra istirahat dengan tenang.

Sementara itu, Nicho yang sejak pagi sudah dibuat pusing oleh Papa. Sekarang semakin bertambah pusing. Nyonya Athena,Mama Nicho datang untuk mempertanggung jawabkan foto yang beredar.

"Ma, tadi Papa sudah bahas ini." Nicho mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Itu Papa, sekarang Mama!"katanya dengan tegas."Pantas saja Tuhan belum kasih kamu anak, kelakuan kamu seperti ini. Mama tahu, kamu sudah berumah tangga, bebas melakukan apa saja. Tapi, Nic, Kamu melakukan hal yang salah. Apa lagi sama Citra. Kamu menikahinya, bukan untuk menyakiti."

"Nic tahu, Ma!" Nicho semakin frustrasi.

"Sudah tahu, kenapa masih kamu lakukan?"Nyonya Athena memukul meja.

"Ma, itu cuma teman Nic!"

"Teman,kah, atau siapa saja...kamu harus jaga jarak!" Nyonya Athena semakin marah.

"Iya, Ma."

"Hentikan kebiasaan kamu untuk minum-minum di bar! Apa lagi, sampai berkencan dengan wanita lain. Kesenangan apa lagi yang kamu cari? Apa tiga puluh tahun lamanya itu tidak cukup?"

"Maafkan Nic, Ma!"

"Minta maaf pada istrimu. Kamu punya Adik dan Kakak perempuan, juga Mama. Perlakukan istrimu dengan layak. Maka, kami juga akan diperlakukan dengan layak!"

Nicho mengangguk-angguk."Iya, Ma. Maaf...."

"Kalian pergilah liburan. Selama dua tahun, kalian nggak pernah pergi bersama di luar dari pekerjaan." Nyonya Athena mengeluarkan ponsel dari tasnya. Wanita itu membalas pesan seseorang, kemudian kembali menatap Nicho."Pergilah ke Eropa atau Amerika. Nikmati musim dingin di sana berdua. Ambil cuti paling tidak satu bulan."

"Baik, Ma, Nic harus atur jadwal dulu." Nicho mengiyakan saja. Ia bisa mati gaya, satu bulan lamanya hanya bersama Citra.

Nyonya Athena mengangguk."Ingat,ya, Nic...kalau sampai berita ini sampai ke orangtua Citra, Mama nggak akan memaafkan kamu!"

"Iya, Ma...iya."

Nyonya Athena bangkit, menyandang tasnya kemudian pamit. Nicho cepat-cepat membukakan pintu untuk sang Mama. Setelah itu, ia merenung sendirian di dalam ruang kerjanya.
Hal yang paling membuat Nicholas tidak nyaman adalah, ketika privasinya terganggu. Seperti saat ini.

Nicho mengirim pesan pesan untuk Citra, semoga saja wanita itu segera membalasnya. Namun, menit demi menit berlalu, tidak ada balasan apa pun. Padahal, biasanya, Citra tidak pernah terlambat seperti ini ketika membalas pesannya. Mencoba menghubungi Citra, ternyata tidak dijawab sama sekali. Nicho baru ingat, kalau Citra ada di apartemen bersama Axel.

"Ah, sudahlah." Nicho meraih kunci mobil, kemudian pergi untuk menemui Kekasihnya.

Suasana sedang hening. Waktu terus berjalan, sebentar lagi jam kantor berakhir. Karin merapikan meja kerja, sembari memeriksa kembali jadwal Axel besok. Suara ketukan sepatu menuju ke arahnya. Gadis itu menoleh, tersenyum pada tamu yang datang.

Karin berdiri,"selamat sore, ada yang bisa saya bantu, Bu?"

Citra tersenyum."Sore, saya mau ketemu Pak Axel."

"Maaf, apa Ibu sudah buat janji dengan saya?" Karin memeriksa agendanya. Ia takut ada jadwal yang terlupakan. Gadis itu tidak ingin lagi dimarahi oleh Bosnya.

Kening Citra berkerut. Dia menggeleng pelan."Tidak ada. Saya sudah janji melalui Pak Axel langsung."

"Baik, saya beritahu Pak Axel dulu, ya, Bu?"

"Baik."

"Silakan duduk." Karin masuk ke ruangan Axel. Bosnya itu tampak sedang bersandar di kursi. Matanya menerawang ke langit-langit.

"Pak, ada yang ingin bertemu? Apa Bapak sedang membuat janji?"

"Tidak. Siapa yang datang?"

"Seorang wanita."

Axel tidak membalas, ia mengambil kunci mobil dan ponselnya di atas meja. Kemudian beranjak dari kursinya. Karin cepat-cepat mengikuti Axel. Rasa ingin tahunya begitu besar. Langkahnya melambta saat melihat Axel dan wanita tadi berpelukan. Bahkan, Axel mengecup bibir wanita itu. Hati Karin berdenyut. Dengan langkah gontai, ia menuju meja kerjanya.

"Aku sudah bilang, biar aku yang jemput, sayang!" Axel merapikan anak rambut Citra.

"Nggak perlu, nanti kamu bolak-balik. Kalau aku ke sini, kan...kita tinggal jalan aja."

"Kamu ini." Axel mencium pipi Citra dengan gemas. Lalu, terdengar petanda jam kerja berakhir. Ia menoleh pada Karin."Pastikan tidak ada jadwal di jam makan siang besok, Karin."

"Baik, Pak!"jawab Karin kelu. Otaknya terus berpikir. Ia menatap curiga pada Citra, wanita yang tidak asing. Sepertinya, ia sering melihat wajah Citra. Tapi, di mana? Ia merapikan barang-barangnya cepat, ia harus mengikuti Citra dan Axel.

❤❤❤

Pria SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang