03√ Special

1.5K 255 9
                                    

Aku membisu, diam seribu bahasa– tak berkutik sama sekali dikala indra pendengaraku mendengar kenyataan yang baru saja dilontarkan.

"Jika memang kau tidak mau, tidak perlu dipaksakan. Kau boleh menolaknya."

Aku tercenung lama, hingga akhirnya tersadar tatkala bibi Yoona berkata. Aku melayangkan pandanganku pada pria bernama Kim Taehyung yang sejak tadi terus bergeming ditempatnya.

Ia sama sekali tidak membuka suara. Jadi, ditaman tadi— Baiklah, aku sudah tahu jawabannya.

Mendadak, aku jadi merasa iba padanya. Haruskan aku menerima perjodohan ini?

Aku akan membuat ayah dan ibu kecewa jika aku menolaknya. Aku bingung.

Butuh beberapa saat untuk aku menjawab. Menghela napas, lalu aku berkata,

"Aku menerimanya."

Sontak, Beberapa pasang mata menatapku dengan terkejut, namun setelahnya mereka serempak bersorak ria atas jawabanku.

Terpancar kebahagiaan dari senyuman yang mereka lihat kan. Aku yang melihatnya hanya tersenyum tipis.

Kembali, aku menatap Taehyung yang kini berstatus sebagai calon suamiku. Pria itu tampak diam, tanpa mengeluarkan ekspresi pada wajahnya.

Apa dia tidak senang aku menerima perjodohan ini?

****

Sesampainya dirumah, aku menghempaskan tubuhku pada kasur king size bermotif Pikachu kesukaanku.

Aku memejamkan mata– memijat pelipis ketika rasa pening menjalar dikepalaku. Jujur saja, aku masih terheran padanya.

Dia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi pada wajahnya, senang atau sedih? Entah, aku pun tidak tahu.

Sepertinya, aku memang perlu mengenalnya lebih dalam lagi. Pria itu, sulit kupahami.

Mungkin dengan mengajaknya esok hari jalan-jalan ke taman bermain, satu-satunya ide yang bagus untukku lebih dekat dengannya sekaligus mengetahui sifatnya lebih dalam.

Dikala aku yang tengah asyik termenung sambil pejamkan mata, seseorang dari luar sana tiba-tiba mengetuk pintu kamarku.

Membuatku membuka kedua mata dengan cepat, lalu mengalihkan pandangan pada pintu yang kini tengah diketuk.

"Masuk."

"Oh, kak Jennie! Kenapa, kak?"

Aku memanggil namanya sesaat netraku melihat kak Jennie mulai memasuki kamarku yang bernuansa biru ungu ini.

"Mau ngeledek lagi, nih?" Cibirku dengan alis terangkat sebelah.

"Dih! Aku mau ngobrol aja sama kamu. Nggak boleh?"

Kak Jennie berbicara padaku lalu ia duduk di sisi ranjang. Kontan, aku mengernyit— menyadari sikap kakakku yang kini tenang dan terkesan kalem, tidak seperti biasanya. Aku menolehkan kepalaku kearahnya, lalu tersenyum.


"Kak Jennie mau ngobrol apa, emangnya?"

Kulihat kak Jennie menghela napas beratnya.


Special[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang