14. Indah

25 11 0
                                    

Eris dan yang lainnya berdiri di depan sebuah gua. Dari sisi gua terdapat sebuah tanda yang terbuat dari papan kayu. Andrew memegang papan dengan hati-hati lalu membersihkan debu yang menempel. Perlahan tulisan kuno mulai terlihat, regu enam mendapati sebuah teka-teki.

"Meoww meoww."

"Eh? Apa kita harus ikut Mori ke dalam? Bisa saja itu berbahaya loh." Kata Mila.

Hicchan memegang dagunya. "Menurutku kucing ini sedang memberi tahu kita sebuah hal. Bisa saja harta karun atau sebagainya jika berhubungan dengan gua ini."

Ave menunjuk papan. "Kita belum bisa memecahkan tulisan di papan itu. Jangan dulu ke mana-mana teman-teman."

"Meoww!"

Suara Mori menggema hingga keluar. Mata mereka langsung tertuju ke tempat Mori masuk tadi.

"Eh Mori berteriak, ayo kita ke dalam, bisa saja dia dalam bahaya." Ucap Hicchan.

Mila menarik lengan Hicchan. "Kita belum tahu apakah tempat itu benar-benar aman. Bisa saja ada naga atau makhluk mitologi lain hidup di sana."

Ave menepuk dahinya. "Oi Mila, ini bukan kisah fantasi. Hmm tapi bisa saja sih, lihat saja tulisan ini. Mereka menulis apa kita saja tidak tahu. Ahh, mungkin bangsa Viking telah hidup di gua dan membuat bahasa mereka sendiri."

Andrew menggeleng. "Hmm itu tidak mungkin. Bangsa Viking hidupnya sudah sejak lama. Mungkin papan kayu ini sudah lapuk terkena air hujan. Apa ada yang pernah menempati Hinland sebelumnya?"

Eris memajukan bibirnya. "Kalau kita berdebat terus seperti ini tidak akan dapat memecahkan misteri. Lebih baik kita ke dalam agar lebih tahu."

Mereka semua mengangguk. Saran Eris kali ini terlihat lebih baik. Eris sebenarnya takut untuk ke dalam lagian para guru belum pernah membahas tentang Hinland sama sekali.

Akhirnya mereka melangkah masuk. Aroma tidak sedap tercium dimana-mana. Ada tikus yang membuat Mila berteriak sampai memeluk Hicchan. Hicchan menggunakan kekuatannya dan pencahayaan di gua menyala begitu terang hingga semuanya benar-benar terlihat.

"Teman-teman, apa ... ini?" tanya Andrew.

Semua bekas tumpukan perang berada di mana-mana. Tulang belulang terletak memenuhi jalan mereka. Senjata api juga terbengkalai tanpa ada yang menggunakannya. Seragam perang masih menempel di mayat para tentara itu.

Mori bersikap biasa seperti tidak terjadi apa-apa. Dia berputar-putar mengelilingi Mila yang masih tercengang. Eris menatap seragam yang terdapat gambar sebuah negara kerajaan.

"Hinland pernah dijajah Inggris? Wah mereka hebat sekali bisa menjajah pulau ini." Kata Eris.

Ave mengarahkan tangan pada salah satu mayat. Sebuah api biru memasuki sela-sela tulang dan menempel di antara lubang mata. Ave tersenyum, ternyata kekuatannya bisa digunakan untuk membangkitkan orang mati.

Tulang itu bergerak. Lalu berdiri sebagaimana manusia biasanya. Mata Mila membesar, dia ngeri saat ditatap si makhluk kerangka.

"Mau apa kalian ke sini? Pergilah, ini bukan tempat kalian berasal."

"Maaf kami berasal dari Indonesia, dan Hinland-Indonesia itu jauh." Ceplos Eris.

Regu enam langsung memberikan senyuman maut agar Eris tidak banyak berbicara. "Eh ada apa?"

Andrew maju untuk bertanya. "Ah maaf Tuan, kenapa Tuan bisa mengerti bahasa kami?"

Ave terkikik. "Kekuatan api biru milikku bisa dianggap seperti memberi orang mati energi. Aku memberinya energi kehidupan sementara. Lalu karena aku memakai bahasa Indonesia, dia juga berbahasa Indonesia. Yah, bagaimana orang yang menyalurkannya."

Mila mengangguk paham. "Wah sangat keren."

Si kerangka tetiba bergerak meninggalkan mereka. Regu enam yang sadar akhirnya mengikutinya. Semakin dalam gua, semakin banyak ditemukan kerangka yang menumpuk di sisi kanan hingga kiri jalan. Banyak kelelawar yang bergantungan juga di atas mereka, menambah kengerian mendalam bagi Hicchan.

Mori tampak biasa saja. Sepertinya kucing itu sudah terbiasa akan tulang belulang di gua. Hicchan mulai melemah, nyalinya juga ikut menciut. Cahaya di gua mati dalam sekejap.

"Woi nyalakan lagi cahayanya Hicchan! Ayo nyalakan! Eris takut."

"Kau berisik Eris kami bertiga juga ketakutan. Ave, Hicchan, kalian tenangkan diri kalian, tolong jangan berte--"

Si kerangka yang berapi biru mulai berbalik. Mila yang baru saja berbicara untuk tidak berteriak tapi malah dia sendiri yang berteriak duluan. Mila berlari hingga tidak sengaja menampar si kerangka sampai kepalanya terjatuh.

"Tenangkan dirimu manusia."

"Kyaa! Aku tidak peduli lagi!"

Mila berlari kencang entah sudah sampai mana sekarang. Hicchan akhirnya tenang kembali. Cahaya gua kembali menyala terang.

"Eris jangan peluk aku!" tegas Andrew.

Eris yang sadar akhirnya melepas. Dia nyengir tanpa merasa doa sedikit pun. Andrew sudah mempersiapkan pukulannya jikalau Eris memeluk dirinya lagi. Ave bergandengan tangan dengan Hicchan agar Hicchan dapat mengkuatkan keberaniannya.

Eris menunjukkan lengannya. "Kuy ikutan kayak Ave."

Andrew menunjukkan kepalan tangannya. "Eris, kalau udah siap mati hari ini aku bahagia loh."

Eris terkikik. "Ya udah nanti aja matinya. Andrew masih belum sengsara sih. Oke aku duluan."

Shh!

"Woi! Eris! Kemari kau, akan aku cingcang kau di atas api unggun."

Andrew berjalan cepat mengejar Eris yang sudah kabur dari hadapannya. Si kerangka menyamakan langkahnya dengan Ave. Mori sudah tidak ada di sisi Hicchan, dia mengejar Mila.

"Kalian mungkin adalah seorang pewaris kami."

Ave mengernyit bingung. "A-apa yang kau bicarakan yah? Aku tidak mengerti Tuan Kerangka."

Si kerangka terkekeh. "Panggil aku Jason saja."

Ave mengangguk. Hicchan bungkam tidak ingin berbicara kepada siapa pun. Dia masih berkutat dengan seberapa besar keberaniannya.

"Ah iya, apa tadi maksudmu 'pewaris'?" tanya Ave melanjutkan pembicaraan.

Jason menengok ke arah Ave. "Kami menyimpan kekuatan yang tersimpan di Hinland sejak zaman perang dunia pertama. Orang-orang Hinland hidup dalam kekuatan sihir yang sangat besar. Mereka lah yang menyimpan warisan itu. Namun, kami telah merebutnya."

Mulut Ave terbuka. Dia baru mendengar kalau di Hinland telah terjadi perang dunia pertama.

"Tu-tunggu maksudmu apa? Bu-bukannya Hinland ini didirikan oleh akademi Four-Leaf Clover? Aku tidak mengerti?" tanya Ave.

Jason yang mendengar itu langsung tertawa sambil menampar udara. "Mana mungkin ada orang yang berhasil mendirikan pulau seindah Hinland. Bahkan Hinland telah lama ada di muka bumi ini."

Ave menelan salivanya kasar. Akademi benar-benar gila menempatkan ujian di pulau yang jelas-jelas bekas terjadi perang lama. Hicchan yang mendengarnya saja sudah bergidik ngeri apalagi kalau memikirkan tentang pembantaian di Hinland.

Jalan mereka tetiba terhenti. Mila, Eris dan Andrew tampak sedang menengadah. Sebuah pemandangan luas terlihat di netra mereka semua kecuali Jason. Butiran cahaya berwarna terbang di mana-mana. Tempat itu mereka rasa lebih sangat luas daripada saat di gua.

"Indah sekali."

To be continued..

Wah ketemu apa tuh? Lanjut baca kuy

Four-Leaf Clover Academia 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang