Udara dingin di Hinland sampai-sampai terasa menyentuh tulang saat itu. Rizal bersin-bersin akibat hidungnya gatal. Teman sekamar Rizal tidak dapat tidur juga. Tenda yang mereka kira akan hangat ternyata akan menjadi sedingin ini. Kripik mengusap-usap tubuhnya agar hangat tapi tetap tidak terjadi apa-apa.
"Buset! Dingin banget ini. Perasaan Jepang masih musim semi." Ucap Yuma yang wajahnya ditutupi selimut.
Bintang menatap atas tenda. "Memangnya tenda bisa sedingin ini yah? A-apa ada yang punya kekuatan api?"
Mereka semua menggeleng kecil. Dingin mulai menambah buruk keadaan, karena mereka sudah tidak tahan akhirnya keluar dari tenda. Teman-teman yang lain menyapa orang dari kamar 156 A yang baru bergabung.
Api unggun yang sangat besar dapat dilihat di hadapan mereka. Tidak ada yang tertidur untuk menyambut acara ini. Bersin Rizal juga mulai berangsur berhenti. Anak-anak duduk melingkar sambil melihat kobaran api yang tidak berhenti dari tadi.
Saling bercerita mengalami pengalaman hidup adalah hal yang paling menyenangkan di saat sedang berkemah. Tawa tidak ada henti-hentinya jika berbicara mengenai sebuah lelucon. Padahal mereka semua berasal dari daerah yang berbeda, tapi rasa persatuan dan tidak membeda-bedakan adalah jiwa mereka yaitu Indonesia.
Dila melihat sekitarnya. Teman-teman perempuan masih lengkap begitu juga laki-laki, tidak ada yang berkurang satu pun. Tetapi, bagi Dila ada keanehan lain di sini. Eris yang biasanya berisik hanya diam saja, Fururun yang tingkahnya lucu juga seketika bungkam. Hanya mereka berdua yang diam seribu bahasa.
Dila menyenggol lengan Vara yang berada di sebelahnya. "Kau tidak merasa--"
"Aneh?" tanya Vara yang berhasil menebak arah pembicaraan Dila.
Dila mengangguk. "Eris dan Fururun hanya diam. Matanya juga melihat ke api unggun terus, padahal teman-teman sedang membicarakan mereka."
Mata Vara menyala. Cahaya bulan yang normal, seketika menjadi tak normal kala itu. Cahaya bulan terasa menyilaukan dari biasanya.
"Kok, jadi tambah dingin gini yah?" tanya Lays.
Rehan mengarahkan tangannya ke api unggun. "I-iya. Padahal kita udah ada depan api unggun gini. Apa apinya kurang besar?"
Anak-anak saling mengeluh kedinginan. Salju turun dari atas, bulan yang terang perlahan semakin indah. Anak perempuan tersenyum lebar karena mereka baru pertama kali merasakan salju secara langsung. Beberapa anak lelaki berdiri dari duduknya dan mencari sumber kedinginan ini.
Salju mulai menumpuk cepat. Pakaian mereka yang biasa dipakai hanya diiklim tropis saja, seketika menjadi tidak berdaya saat dihadapkan perubahan iklim drastis.
Sura melihat Fururun dan Eris yang diam di posisi biasa saja. Seakan mereka tidak melihat apa yang sudah terjadi di sini. Sura bangkit dari posisi duduknya dan langsung menghampiri mereka berdua.
"Kalian berdua ayo sadar! Nanti kalian aku jodohin di pelaminan mau?" tanya Sura.
Tetap tidak ada jawaban. Sura duduk sambil mengangkat tangannya yang secara cepat menjadi gerakan menampar ke pipi Fururun.
Plak!
Tubuh Fururun langsung menghilang tiba-tiba. Saat Eris ditampar juga yang terjadi sama seperti Fururun. Sura mulai panik, kelas 1-E sudah terkena ilusi.
Vara berteriak kencang karena tidak dapat menghentikan kekuatannya. Rekan-rekan lain membantunya agar tetap tenang, tetapi yang terjadi adalah semakin buruk. Vara mulai mendorong teman-temannya agar menjauhinya.
"Rav! Apakah Vara bisa tertolong? Gunakan kekuatanmu! Ayo cepat!" teriak Mezu.
Rav menggeleng cepat. "Tidak bisa Mez. Aku belum belajar mantera penghenti kekuatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Four-Leaf Clover Academia 1 [END]
Fantasía[ZRENS Project] "Orang yang mempunyai kekuatan hebat akan menjadi pemenangnya." Ucapan itu terdengar seperti menyemangati orang-orang Indonesia bangkit dari keterpurukannya di bidang sihir Internasional. Four-Leaf Clover Academy menampung anak-anak...