OurLove#9

28 9 4
                                    

♡Happy Reading♡
.
.
.

Di malam yang sepi ini, Gigha duduk tenang di ranjang dengan gitar yang berada di pangkuannya. Laki laki itu sangat bosan, biasanya di jam seperti ini ia akan pergi atau telepon dengan Stecia, tapi kali ini tidak. Gadis itu pamit untuk ke Gereja bersama Papa dan Mamanya.

Mengingat itu, Gigha tersenyum miris. Pikirannya menjadi melayang kemana mana dan tidak yakin dengan masa depannya bersama Stecia, gadis yang sangat ia cintai sampai detik ini.

"Kita adalah seseorang yang saling mendoakan, tapi tak bisa disatukan oleh Tuhan."

Gigha terkekeh sendiri dengan ucapannya, laki laki itu mulai memetik gitarnya,

jreng..

"Kuharap semua ini bukan sekedar harapan
Dan juga harapan ini bukan sekedar khayalan

Biarkan 'ku menjaganya sampai berkerut
Dan putih rambutnya jadi saksi cintaku padanya

Tak main-main hatiku
Apapun rintangannya kuingin bersama dia

Kumau dia, tak mau yang lain
Hanya dia yang s'lalu ada kala susah dan senangku

Kumau dia, walau banyak perbedaan
Kuingin dia bahagia hanyalah denganku
Biarkan ku menjaganya sampai berkerut

Dan putih rambutnya jadi saksi cintaku padanya
Tak main-main hatiku
Apa pun rintangannya kuingin bersama dia

Kumau dia, tak mau yang lain
Hanya dia yang s'lalu ada kala sus--"

DRTDRTT..

Saat tengah meresapi lagu yang ia nyanyikan, suara ponselnya yang bergetar menghentikan kegiatan menyanyi laki laki itu.

"Ngapa lu? Tumben,"

"Nongkrong tempat biasa yuk, Nyet!"

Gigha mendesis pelan saat dengan tidak tahu dirinya Reza mengganggu kegiatan menyanyinya dan sekarang memanggilnya dengan tidak benar.

"Nyat nyet nyat nyet, lo yang Monyet!"

Terdengar kekehan dari seberang, "Buruan mau kagak? Gue sama sepupu gue yang akan jadi anak baru di sekolah kita,"

"Iya gue ikut. Duluan aja."

Setelah itu Gigha langsung mematikan sambungan teleponnya dan bangkit dari ranjang. Laki laki itu segera mengganti pakaiannya dengan sebuah kemeja putih dan celana jeans hitam.

"Bunda, Gigha keluar dulu," pamit Gigha pada Salma, Bundanya. Wanita paruh baya itu segera menghentikan kegiatannya menonton televisi dan menoleh pada putra semata wayangnya, "Kemana Boy??"

"Nongkrong sama Reza dan Sepupunya. Boleh, kan, Bun??"

Salma mengangguk ringan, "Tumben nggak sama Stecia??" Laki laki itu menggeleng pelan sembari tersenyum tipis, "Ke Gereja."

Bungkam. Itulah yang menggambarkan Salma sekarang, ia bingung harus menjawab apa ketika melihat putranya yang tersenyum tipis dan terlihat miris, "Sana berangkat, Hati hati loh ya!"

Gigha segera menyalimi tangan Bundanya, "Siap Bunda, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

♥♡♥

"Akhirnya datang juga, bocah!" pekik Reza heboh saat Gigha baru saja mendudukan diri dihadapannya.

Our LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang