6 | RUMAH TEH

3.5K 763 532
                                    

Halo! :D Siapa yang nungguin bab ini update? :D

Terima kasih banyak yaa buat teman-teman yang antusias sama cerita ini :'3 Awalnya aku kasih target minimal 100 votes untuk update bab selanjutnya, dan 100 votes langsung terpenuhi bahkan kurang dari 24 jam. Akhirnya, aku naikin minimal votes jadi 150, dan berhasil dipenuhi dalam waktu 24 jam :'3 Guys, kalian sungguh luar biasa! Aku terharu TwT

Kali ini sama ya aturannya :'D Setelah 150 votes, aku update bab 7. Jangan lupa komennya juga :D

Enjoy~

.

.

.

Seumur hidupnya, Mark tidak pernah merasakan getaran seperti yang ia rasakan sekarang, entah karena wanita atau keberhasilannya menembak tepat sasaran untuk pertama kali. Getaran kali ini sungguh berbeda, membuat dada Mark berpacu berkali lipat lebih cepat dibanding biasa, menggelitik perutnya. Dan semua itu hanya karena tatap yang tak sengaja tertabrak pada manik cokelat karamel milik sosok itu, si geisha baru.

Getarakan itu berlangsung cukup lama, selama kedua pasang manik itu saling memandang. Sampai akhirnya, si geisha berjalan dengan langkah anggun ke tengah ruangan, setelah seorang wanita lainㅡyang dikenali sebagai geisha senior akibat kerah putihnyaㅡmemberinya sepasang kipas lipat. Itu adalah alat si geisha baru untuk menunjukkan bakatnya.

Mark masih diam, terpaku pandang. Kepalanya bergerak seiring dengan gerakan si geisha baru, menandakan betapa terpesona ia akan sosok itu. Ketika petikan-petikan shamisen mulai terdengar dan membentuk nada yang apik, Mark harus berkali-kali meneguk saliva saat melihat keelokan tubuh sosok si geisha yang kini meliuk, menunjukkan tarian anggun yang sangat indah.

Si geisha menyadari akan tatapan tajam yang hanya terfokus padanya, sehingga sesekali pandangan mereka kembali bertemu. Entah mengapa, hal itu membuat si geisha menarik garis pendek di bibirnya, sambil tubuh berlenggak-lenggok mengikuti irama petikan shamisen yang dimainkan seniornya.

Begitu petikan terakhir, geisha itu menyudahi tarian dengan sentakan kedua kipas lipat di tangannya, membuat seluruh penonton di ruangan itu bertepuk tangan dengan puas. Mark bahkan tak luput. Setelah membungkuk sopan, si geisha berjalan menghampiri meja Jung Jae, memosisikan diri duduk di sana, mengikuti arahan seniornya.

"Meski baru debut, pesona dan keahliannya tak terbantahkan, bukan?" Jung Jae menarik perhatian semua orang dengan tawa renyahnya. Haechan, sebagai objek yang dimaksud, tersenyum simpul menerima pujian itu.

"Bukankah junior tidak sepatutnya dikatakan selalu di bawah senior? Yang menentukan itu semua adalah bakatnya, terlepas statusnya sebagai junior atau senior. Walau memang di banyak kasus, senior cenderung lebih unggul akibat pengalaman mereka," ucap Haechan dengan suara halusnya, merespons ujaran Jung Jae.

Pria itu sontak menolehkan kepala ke arah Haechan yang duduk di sampingnya. Ia kembali tertawa renyah. "Geisha seperti kalian memang pandai bicara."

Haechan kembali tersenyum dengan mata yang memaku ke bawah, pada lantai yang terbuat dari susunan sandingan kayu.

Ishihara berdecak tak suka, merotasi kedua bola matanya dengan geram. Wanita itu kembali mendekatkan tubuh ke arah Mark, meraih gagang teko sambil mengangkat sedikit lengan kimononya, memperlihatkan kulit halus nan putih yang membalut pergelangan tangannya; suatu gerakan sensual geisha dalam melayani kliennya.

[✓] The Reddish Crown [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang