12 | PELARIAN

2.8K 540 418
                                    

Halo! Maaaf nih, yang harusnya update jam 8 malah molor jadi jam setengah 11. Aku baru bisa megang laptop jam 7, terus ngedit emang rada lama karena mata aku udah nggak sekuat dulu :") Makasih udah nunggu ~

.

.

.

Hari demi hari berlalu, memberi waktu tiap butir salju menumpuk di seluruh penjuru. Seiring waktu, musim dingin tak lagi seekstrem minggu-minggu awal, tak ada lagi badai di larut malam, atau embus angin kencang yang mengerikan, pun lantas digantikan oleh hawa dingin membekukan, sama dingin dengan es yang kini membekukan hati Haechan.

Semenjak malam itu, satu bulan lalu, Jung Jae maupun Mark tak menunjukkan batang hidung sekali pun, meninggalkan Haechan seorang diri, terbenam dalam rasa penasaran mengenai kabar mereka.

Tanpa kehadiran orang-orang itu, perlahan hidup Haechan kembali sebagaimana semula. Ia kembali meramaikan Rumah Teh, mengabaikan tumpukan salju yang menebal di setiap jalan. Itu adalah tuntutan Yuki dan Pon Hiki, keluarga barunya saat ini, sehingga Haechan tak punya alasan untuk menolak, sebagaimana memang demikian sifatnya.

Malam itu, Haechan memetik shamisen-nya di salah satu Rumah Teh. Menghibur setiap orang yang berdecak kagum melihatnya, sembari menikmati teh hangat di cangkir masing-masing, menjadi pengalih dari hawa dingin di luar sana. Hingga permainan selesai, tatapan kagum setiap orang masih berfokus pada Haechan, berikut sunggingan senyum yang dibalas tarikan bibir manis oleh si geisha. Haechan berdiri dari posisinya, membungkuk hormat, sebelum kembali memosisikan diri duduk di sebelah meja pria berkedudukan tinggi di ruangan itu; Tuan Koichi, CEO perusahaan pembangkit listrik terbesar di Osaka.

"Penampilanmu selalu luar biasa, Mitsuko-san," puji pria berusia sekitar 50 tahun tersebut.

"Suatu kehormatan bagi saya dapat menyenangkan Anda, Tuan." Haechan tersenyum simpul, menuangkan sake ke cangkir Tuan Koichi.

"Jangan banyak-banyak, Mitsuko-san. Kalau sampai mabuk, aku bisa langsung menerkammu." Kalimat itu memang dimaksudkan untuk bercanda, tetapi Haechan tak terlalu senang mendengarnya. Terlebih saat seluruh pria di ruangan itu menertawai candaan tak pantas tersebut.

Haechan melirik Koichi melalui sudut mata, menyiratkan pandangan tak suka, walau senyum tipis masih bertahan di wajah beriasan tebalnya. "Sungguh leksikon tak terduga yang bisa membuat gelandangan menghapus hormat. Bukan begitu, Tuan Koichi?" sindirnya.

"Apa?" Mengerutkan alis, pria tua itu menatap Haechan, mendapati si geisha memandangnya dengan tatapan tak terdefinisikan.

Haechan menyeringai tipis, sebelum kembali buka suara. "Teko Anda sudah kosong. Saya akan kembali mengisinya, Tuan." Ia pun meraih teko di meja Koichi, berdiri, lalu membungkuk sopan dan berjalan keluar dari ruang jamuan.

Setelah menutup pintu, Haechan menghela napas. Apa yang ia katakan jelas hanya sebuah alasan. Teh di dalam teko bahkan masih tersisa setengah. Ia hanya berusaha menyingkir dari ruangan itu, entah karena terlalu sensitif, atau karena ia memang tak menyukai si tua Koichi itu.

Haechan menarik napas, pun melangkah menjauhi ruang jamuan, menyusuri lorong yang diapit bilik-bilik terisi. Ia hendak menuju dapur, tetapi sebelum langkahnya mencapai tujuan, tiba-tiba tubuhnya ditarik paksa memasuki salah satu bilik kosongㅡterbukti dari cahaya remang di sana. Seorang pemuda dengan tinggi menjulang dan surai hitam yang menjadi pelaku penarikan membuat Haechan lekas membulatkan mata.

"Tuan Lucas?" bisiknya.

Pemuda bersurai hitam itu mengangguk. "Aku datang menjemputmu, Mitsuko-san," ujarnya. "Atas perintah Tuan Beltran."

[✓] The Reddish Crown [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang