Selamat malam, teman-teman! ^-^
Sebelumnya, aku minta maaf atas keputusanku kemarin. Aku berlaku nggak adil buat teman-teman pembaca gratis yang memang sudah usaha untuk mencapai target. Aku mengaku egois karena mengeluarkan keputusan sebagaimana kemarin (take down naskah).
Maka dari itu, TRC aku republish dengan ketentuan baru: Buku ini akan tetap lanjut, nggak peduli sesuai dengan target atau nggak. Aku mengapresiasi tindakan apresiasi kalian terhadapku. Untuk selanjutnya, TRC akan aku update 1 minggu sekali, setiap malam Minggu seperti ini. Batas maksimal upload adalah sampai 26 bab (ending versi Wattpad). Tapi begitu PO TRC resmi dibuka, beberapa chapter akan aku take down.
Target 26 bab bisa tercapai, bisa juga nggak. Kalau ternyata PO dibuka lebih cepat sebelum TRC mencapai bab 26, publisitas di Wattpad-nya tetap akan dihentikan.
Terima kasih banyak atas dukungan dan pengertian kalian pada TRC dan juga aku selaku author. Inilah yang bisa aku berikan untuk kalian, pembaca Wattpad. Selamat menikmati ♡
.
.
.
Angin hangat musim semi masih menerpa ketika Yuki, dengan sedikit tergesa, berjalan menyusuri jalanan kecil Kyoto. Sore itu, ia melewati okiya demi okiya dengan wajah sedikit gusar. Bagian bawah kimono sutra berwarna biru langitnya kusam akibat jilatan debu. Namun, tak jua ia memperlambat langkah, mengimani bahwa semua harus dilakukan secara tergesa.
Yuki menghentikan langkah saat kakinya berhasil mengantar ia ke hadapan sebuah pondok okiya yang tak lebih besar dari miliknya. Membuka pagar dengan sedikit kasar, Yuki memasuki pondok tanpa memedulikan keping indah sakura yang beterbangan di luar. Ia hanya punya satu tujuan dan ingin cepat-cepat menuntaskannya.
"Kenapa begitu tergesa?" Wanita kurus menyambut kedatangannya. Dengan kimono sedikit usang serta cerutu yang terapit di belah bibir, wanita kurus itu menatap Yuki dengan kedua alis yang menukik, heran.
"Di mana Ishihara?"
Sejurus setelah pertanyaannya terlontar, pintu salah satu ruangan mendadak terbuka, menimbulkan bunyi cukup kuat saat menghantam kayu penyangganya. Seorang wanita pun muncul, dengan kimono tidur sederhana serta rambut yang tergelung tak sempurna. Ia menatap Yuki dengan mata membulat serta bibir yang sedikit bergetar.
"Onee-san ...." Ishihara tak menyangka akan bertatap muka dengan wanita itu lagi.
"Aku membutuhkan bantuanmu." Manik Yuki tampak gusar, berikut air liur yang bergerak dengan sedikit kurang ajar melewati kerongkongannya yang menyempit. "Secepatnya."
*
Senyum Ishihara memekar sempurna. Pasta putih tebal ia tempa pada wajah cantiknya, menutup segala gurat, menciptakan wajah baru. Tak lupa, garis alis pun ia lukis kembali, bersamaan dengan cipratan warna merah menyala yang ia paparkan pada belah bibir. Ishihara kembali mengenakan topengnya.
Beranjak berdiri dari simpuhan di hadapan cermin, Ishihara berjalan mendekati Yuki yang telah menanti, pun membiarkan wanita itu melilit seluruh lekuk tubuhnya menggunakan kimono sutra bermotif sakura, berwarna dasar putih dengan sedikit bercak rona merah. Kimono itu sangat cantik dan pas di tubuhnya, membuat Ishihara tak kuasa menahan senyum bangga.
"Ingat, ini bukan karena aku menyukaimu. Aku melakukan ini karena perintah." Yuki mengeratkan obi yang melilit pinggang ramping Ishihara, membuat wanita itu sedikit tersekat akibat sesak.
"Terlalu kuat!" Ishihara meringis.
Yuki menyeringai. "Pinggangnya memang sekecil ini, jadi kau tidak punya pilihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] The Reddish Crown [Bahasa]
Fanfic[SUDAH CETAK] Lee Haechan tak mengira bahwa kehidupannya yang serba kekurangan, berubah seratus delapan puluh derajat begitu sosok kurus Pon Hiki hadir di hidupnya. Dalam fantasi paling liar Haechan sebagai bocah, geisha tidak pernah melintas barang...