Part 11

113 1 0
                                    

Febry's POV

Aku bangun dari tidurku karena sudah pagi, karena aku memiliki kelas pagi. Aku menyempatkan diriku untuk melihat kak Arthur. Ia masih terlelap dalam mimpinya, ia tak memiliki kelas pagi, ia akan memiliki kelas jam 10.00 pagi, lalu kami akan pulang bersama, kali ini kami akan pulang sore.

"Hi anak ayah tersayang." kata ayah Arthur. Dari jauh ibu Febry tersenyum bahwa suaminya menyayangi putrinya seperti anaknya sendiri.

"Pagi ayah." aku menengok kiri kanan untuk sebentar, lalu ibuku memberikanku handuk untuk mandi tanpa berkata tetapi dengan senyuman manisnya untukku. Aku segera mandi agar aku tak terlambat kelas pagi ini.

"Aku senang kau menyayangi anakku layaknya anakmu sendiri." kata ibuku sambil duduk.

"Kau tahu Rit, apa bila istriku tak meninggal, Arthur akan memiliki seorang adik seperti Febry. Tetapi takdir berkata lain." kata ayah Arthur sambil duduk.

"Tak ada yang bisa menentang takdir. Ia sudah bahagia di kehidupannya sekarang."

"Maafkan aku." ibuku kebingungan.

"Maafkan aku telah mengusir Arthur dari rumah ini, aku menyiksa batin Febry secara tak langsung. Padahal aku tak mau melakukan hal seperti itu kepada putraku. Terutama ia adalah buah cintaku pada istriku. Aku di saat itu amat bodoh. Aku juga tak bisa menerima apa yang Arthur katakan."

"Jangan salahkan dirimu, terkadang seseorang lepas kendali dan menyalahkan dirinya, jangan biarkan itu membebani pikiranmu. Aku juga menyayangi Arthur layaknya anakku. Aku tak tahu betapa hancurnya Febry di saat Arthur pergi. Ia sangat menginginkan seorang kakak, ia mendapatkannya. Bagaimana ia tak menyayanginya."

Ayah Arthur tersenyum. Lalu mereka sarapan bersama.

Aku yang telah selesai mandi, dengan cepat segera berpakaian. Aku bukan lah orang yang suka menunjukkan status sosialku, walau ayah ibuku adalah orang mampu, tetapi aku bergaya sederhana. Setelah selesai aku segera turun ke bawah, aku akan berangkat bersama ayah, karena kak Arthur akan kuliah jam 10.00 pagi nanti, tetapi kami akan pulang bersama.

"Febry!" panggil ayahku, tanpa menjawab pun aku lekas turun tangga.

"Ibu aku berangkat." kataku sambil memeluk ibuku, begitu juga ayah.

-

Sesampai di kampus aku segera mencari kelasku agar tak terlambat dalam mengikuti perkuliahan di pagi ini. Banyak mata yang tertuju padaku, kebanyakan mereka adalah pria, bila kak Arthur ada pasti tak semua pria akan manujukan matanya padaku. Andai saja.

Begitu melihat kelasku dengan segera aku duduk dan membaca sebuah buku yang kemarin kak Arthur baca. Walau dari sampul bukurnya menyeramkan ternyata ceritanya membuatku mematung untuk terus memcaba buku ini. 

"Hi Feb." kata Disty dari belakang memegang kedua pundaknya setelah itu ia duduk di depan Febry, sedangkan Febry melanjutkan membcan buku Arthur.

"Waw kau menyukai sebuah cerita pembunuhan ? Judulnya saja sangat sadis, bagaimana dnegan ceritanya nanti ? Mungkin bila aku membacanya aku sudah bergidik."

"Memang judulnya mengerikan, tetapi ceritanya begitu menarik dan membuatku mematung membacanya."

Disty tersenyum, tetapi dalam hatinya ia khawatir. Khawatir akan apa yang akan terjadi nanti. "Mana kakakmu ?"

"Ia masih terlelap. Hmm ia tak ada kelas pagi ya ?"

"Ya ia akan mulai kelas nanti jam 10.00 pagi nanti, tetapi kami nanti akan pulang bersama."

"Andai saja kakakmu adalah saudaraku, aku akan sangat senang sekali."

"Bayangkan lah sampai kau berhalusinasi Dis, karena takdir berpihak padaku!"

My StepsisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang