TCR15

1.5K 223 19
                                    



Happy Reading











🌹~🌹









Rosé menghentikan laju mobilnya dengan sangat kasar tepat di depan rumahnya, terdengar suara decitan ban mobil yang lumayan memekakkan telinga, dengan sangat terburu gadis itu keluar dari mobil dan membanting pintu mobilnya dengan sangat kuat, dari raut wajahnya yang terlihat gusar, jelas sekali kalau Rosé sedang menahan amarah, bisa jadi kapan saja dia akan marah besar.



Dengan langkah besar Rosé membawa dirinya memasuki rumahnya, beberapa maid sudah menyambut dirinya dan menunduk dengan hormat pada putri keluarga itu, Rosé tidak memperdulikan mereka karena sekarang tujuannya adalah menemui seseorang yang menjadi biang dari kekesalannya, dia tidak menyangka kalau ayahnya akan bertindak dengan sangat terang-terangan seperti itu.







Flashback on





Seperti biasa Rosé memarkirkan mobilnya dengan rapi di dekat apartemen Jennie, mata Rosé tidak lepas dari bibir Jennie yang terlihat sedikit membengkak walaupun telah diolesi obat tadi olehnya, dia memperhatikan itu bukan karena khawatir tapi dia berpikir untuk seorang polisi seperti Jennie memiliki luka seperti bukan hal yang mengherankan apalagi jika telah berhadapan langsung dan melakukan pertarungan dengan pelaku kejahatan, untuk ukuran seperti itu Jennie terlihat sensitif.


Melihat tatapan mata Rosé membuat Jennie sedikit salah tingkah dibuatnya, tanpa sadar Jennie menyematkan sedikit rambut dibelakang telinganya.


Rosé tersenyum lemah, dia melepaskan seatbelt dan segera membawa tubuh mungil Jennie kedalam pelukannya, mengelus punggung detektif itu dengan sayang, sesekali mengusap belakang kepalanya, “Maafkan aku sayang” bisik Rosé pelan kemudian mengecup sisi samping wajah Jennie, dia mengatakan itu dengan penuh penyesalan terdengar dalam nada suaranya. Tidak bohong tapi apa yang baru saja dilakukan Rosé pada dirinya membuat Jennie merasa sangat disayangi oleh gadis jangkung itu, pipinya merona dengan semburat merah muda.


“Jika itu masih mengenai luka gigitan yang kau berikan, lupakan saja. Ini akan membaik” ucap Jennie sambil mengeratkan pelukannya pada Rosé , suhu tubuh gadis itu memang tidak terlalu hangat tapi entah mengapa Jennie selalu merasa hangat jika sudah ada dalam pelukan Rosé.


Beberapa saat mereka masih betah pada posisi seperti itu, tidak setelah mata Rosé mentap mobil yang mencurigakan terparkir tidak jauh dari mereka dari kaca jendela dengan jelas mata Rosé menangkap pergerakan seseorang di dalam mobil, sang pengintai tidak cukup pintar mencari posisi yang menguntungkan dirinya, Rosé adalah ahli dalam hal seperti itu, bukan sesuatu yang sulit baginya menemukan pergerakan mencurigakan yang terjadi di sekitarnya. Raut ekspresi Rosé seketika mengeras, ini bukan yang pertama kalinya dia melihat keberadaan mobil itu ada disekitar Jennie.


Satu hal yang pasti untuk saat ini dia tidak bisa bertindak gegabah karena dia maupun Jennie sedang dalam pengawasan yang bisa saja membuat dia rugi, tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Rosé adalah seorang perfeksionis yang bahkan kesalahan sedikit pun tidak akan dia lakukan.



Rosé melepaskan pelukan mereka terlebih dahulu, Jennie sebenarnya merasa sedikit kecewa karena dia masih merasa sangat nyaman di dalam pelukan gadis jangkung itu tapi dia tidak ingin terlihat needy jadi dengan ekpresi biasa saja dia kembali menatap kekasihnya yang terlihat dingin lagi, alis Jennie terangkat melihat itu tapi dia memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu, Rosé memang kadang suka berubah tiba-tiba. Rosé menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Jennie, sesekali mengelus wajah halus Jennie dengan ibu jarinya,


The Coldest RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang