TCR18

1.6K 209 33
                                    

Happy Reading







🌹~🌹




Suara decitan mobil yang terdengar sangat memekakkan telinga memecah keheningan tempat parkir apartemen Jennie, Rosé menghentikan mobil dengan sangat kasar dia tidak peduli dengan tubuh Jennie yang hampir terhempas ke dashboard mobil, untung saja gadis detektif itu memakai sabuk pengamannya dengan benar, jadi kepalanya tidak jadi berbenturan dengan benda keras itu.


"Apa yang terjadi padamu Rosé!?" teriak Jennie kesal pada gadis jangkung yang masih memegang setir mobil dengan sangat keras, tangannya bahkan sampai memutih.


Rosé tidak menjawab, dapat Jennie lihat kalau Rosé sedang mengatur deru nafasnya sambil menatap lurus, mencoba menahan dirinya, seketika rasa takut Jennie menghilang, dia malah menjadi khawatir. Dengan cepat Jennie melepas sabuk pengamannya, mendekatkan dirinya pada Rosé, perlahan dia memegang tangan Rosé yang masih memegang erat setir mobil.

"Apa aku membuatmu marah?" tanya Jennie dengan pelan juga lembut.


Pandangan Rosé langsung berganti menatap Jennie yang terkesiap seketika, tatapan mata Rosé sungguh sangat tidak bisa diartikan, yang satu pasti, tatapan itu bukan tatapan yang biasa diberikan oleh Rosé, yang ada hanya dingin dan juga kosong, tidak ada kehangatan di sana. Ketakutan itu kembali datang menyeruak dalam diri Jennie.


"Ayo segera masuk ke dalam" tukas Rosé datar tanpa ekspresi pada Jennie. Dia memilih keluar mobil terlebih dahulu, meninggalkan Jennie yang merasa ragu apa harus mengikuti Rosé masuk ke dalam apartemennya, tapi dia langsung menepis pikiran buruknya, tanpa lama Jennie langsung keluar mobil dan menyusul Rosé yang sudah berjalan di depan.


Jennie tahu kalau Rosé masih berencana untuk menginap di apartemennya.


Di dalam elevator tidak ada yang membuka pembicaraan, keheningan menyelimuti mereka berdua, Rosé masih dengan tatapan gusar namun dingin, Jennie yang harap-harap cemas mengenai itu, beberapa kali Jennie melirik Rosé yang diam layaknya patung, gadis detektif itu ingin sekali menggenggam tangan Rosé tapi dia masih merasa takut, bagaimana jika gadis jangkung itu menepis sentuhannya, pasti akan sangat menyakiti hatinya.


Setelah sampai di lantai dimana apartemen Jennie berada, Rosé mempersilahkan Jennie untuk berjalan terlebih dahulu untuk membuka passcode apartemennya, suasana diantaranya mereka anehnya terasa sangat dingin bagi Jennie, dia berharap agar Rosé tidak berbuat aneh, dia bisa merasakan tatapan gadis jangkung itu sangat menusuk walaupun dia membelakanginya.


Dengan ragu Jennie menekan angka pada pintu apartemennya, dia masuk terlebih dahulu kemudian diikuti oleh Rosé yang masih diam membisu, Jennie berjalan mencari saklar untuk menyalakan lampu yang menjadi sumber cahaya di tempat itu.


Tidak sampai dua langkah Rosé menarik tubuh Jennie dan mendorong tubuh detektif itu ke dinding lumayan keras hingga membuat Jennie sedikit meringis dibuatnya, senyum simpul seketika terukir di sudut bibirnya tapi itu luput dari mata Jennie karena gadis detektif itu masih sibuk menahan rasa sakit di punggungnya.

Rosé meraih tangan Jennie yang tadi di genggam oleh Jongin dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya masih memegang bahu kiri Jennie agar tidak bergerak.


"Hanya aku yang boleh menggenggam tangan ini" ucap Rosé dalam sambil menempelkan telapak tangan Jennie di pipi kirinya. Jennie terdiam, dia bisa melihat sisi posesif Rosé yang jarang gadis jangkung itu tunjukkan, di satu sisi dia merasa lucu tapi di sisi lain ada sedikit ketakutan dalam dirinya melihat Rosé yang seperti ini.


The Coldest RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang