Sebulan sesudah meninggalnya bayi kakakku cobaan terus datang tiada henti. Kakakku jatuh sakit, anggota keluarganya pun tidak betah lagi dirumah sebab selalu datang gangguan seperti ada suara hentakan kaki berjalan diatas genteng, suara-suara aneh setiap malam, dll. Kakakku pun mau tidak mau harus pindah dulu ke rumah mertuanya.
Disaat ini pula aku dan keponakanku (anak pertama kakakku) terkena sihir. Namun kali ini beda, tidak seperti ibu dan kakakku yang di dera penyakit, aku dan sepupuku di sihir supaya menjadi anak nakal dan membangkang.
Dahulu aku dan keponakanku tidak suka kemana-mana, bahkan main pun hanya sekedar di kampung sebelah. Namun kala itu kami menjadi anak yang membangkang pada orangtua, kami main sampai lupa waktu, kami seperti kehilangan akal, kami sering kabur dari sekolah, kami menjadi suka berbohong, tak peduli apa yang di katakan orangtua bahkan rasa kasihan pada orangtua pun tidak.
Semua orang merasa aneh, kenapa kami menjadi berubah tidak punya aturan. Bahkan saat itu kami pernah pulang main jam 9 malam sampai kami di marahi habis-habisan. Namun tetap saja kami tak merasa takut bahkan tak kasian melihat orangtua kami selalu merasa kesal dikarenakan ulah kami.
Tanpa sepengetahuanku dan keponakanku, kakak iparku berusaha mengobati kami ia bertanya pada ustad tentang kami yang semakin hari semakin berperilaku aneh. Siapa sangka ternyata kami di sihir oleh seseorang dan orang itu bekerja sama dengan * Mang Ujang* (Orang yang mengguna-guna ibuku)
Kami seperti kehilangan aman apalagi kenyamanan. Bersyukur, setelah selalu di obati akhirnya kami berujung membaik.
Sebulan kemudian akhirnya aku lulus SMP, keponakanku naik kelas. Aku yang lulus harus menerima dengan lapang bahwa aku tidak bisa seperti teman-teman yang lain, aku harus mengubur dalam-dalam tentang sekolah.
Ya, aku tidak melanjutkan sekolah, di karenakan perekonomian keluargaku yang mulai lagi dari nol. Aku mengalah, aku berusaha untuk bangkit aku berusaha agar bisa menolong keluarga.
Aku pergi merantau jauh dari kampung halaman, aku bertamu di ibukota JAKARTA aku bekerja sebagai ART (Asisten Rumah Tangga) mungkin bagi orang-orang terasa hina tapi menurutku tidak sama sekali. Pekerjaan ini mulia daripada mengemis ataupun menjual harga diri.
Rasa sedih kadang menghampiri jika melihat orang-orang memakai seragam berwarnakan Putih Abu, dalam hati aku berbicara sendiri bertanya-tanya kenapa saat remajaku aku harus memikul beban ini, kenapa aku tidak seperti yang lain.
Namun, kerasnya Jakarta sampai sekarang memupuk rasa syukur dalam benakku, Jakarta mengajarkan sesusah-susahnya diri masih ada yang sangat merasakan susah.
Aku melihat ibu-ibu berjualan kue menggendong anak bayinya dan disampingnya anaknya yang kira-kira masih 5 tahunan di bawah teriknya matahari siang namun tak pernah menyerah untuk menyambut hari esok.
Dari situlah aku belajar banyak apa itu rasa SABAR.
2 bulan berlalu, aku semakin semangat, namun malam harinya HP ku berdering. Lalu ku cek ponsel, ternyata ada kabar tak mengenakan. Keponakanku (anak kakakku) terkena penyakit paru-paru kering dan harus di rujuk ke rumah sakit.
Sejak sakitnya keponakanku yang terus berangsur - angsur memburuk, aku pun pulang dari jakarta. Sampainya dirumah betapa terkejutnya aku melihat keponakanku yang tubuhnya sangat kurus dan pucat di gerogoti penyakitnya. Orangtuanya tidak pernah berhenti untuk kesembuhannya sampai - sampai semua uang bahkan barang habis di jual untuk pengobatannya.
#Plagiat dilarang mencopy-paste
#Jangan Hanya Mampir
#Baca, Vote , lalu follow✨
#Vote dan followmu berharga bagi saya
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR SESAT
HorrorJIKA KAU PENASARAN DENGAN HIDUPKU, SILAHKAN BACA CERITAKU. copyright ©2020 by: RaraRosi