Sybi berkeliling TCOTW ditemani wanita cantik disampingnya, Lareina. Walaupun Sybi tahu sepertinya Lareina tak menyukai kehadirannya, tapi karena Bell sendiri yang menyuruh, ia mengerti maka Lareina diam.
"Umm..boleh saya bertanya?"
"Tidak usah formal, silahkan" Ujar Sybi seraya tersenyum
"Kenapa kau ingin bekerja disini? Padahal kami tidak membuka lowongan untuk magang"
"Pak Daniel yang menyuruhku" Ingin saja Sybi mengatakan hal itu, tapi ia tak mungkin, kesannya ia seperti tak berniat.
"Karena aku pantas berada disini, itu kata-kata seseorang yang kusetujui" jawab Sybi
Lareina berhenti, lalu menatap Sybi dalam "Kau tahu tempat ini tidak untuk orang yang hanya main-main," Ujarnya seraya menunjuk wajah Sybi, hal itu tidak sopan menurut Sybi.
"Begitukah? Maaf tapi aku lolos dari kata 'main-main' yang kau maksud"
"Ohh Kau berlaga hebat didepan seniormu rupanya?"
"Ohhh senior? maafkan aku" Sybi menunduk hormat bagaikan orang Jepang, ia tahu artinya, karena ia pernah tinggal di Jepang.
Lalu Lareina pergi meninggalkan Sybi yang berada di rooftop, pemandangan disini cukup indah dan sejuk, tak panas walaupun siang hari, karena tertutupi kaca yang tak menyebabkan panas, disini bahkan dipasang ac, dan kacanya bisa tutup-buka.
Sybi tak diberi tahu, tapi sifat penasarannya, sifat pengamat yang baiknya, menjadikan ia tahu semua itu, maklum anak HI.
Lalu ponsel Sybi berdering, ia melihat siapa yang menelpon, ibunya.
"Halo Bu ada apa?"
"Sybi, kapan kamu pulang? Keluarga kita sedang berkumpul, kamu tidak merindukan keponakanmu? Dia terus bertanya tentangmu, andai saja ibu bisa menutup mulutnya tapi tak bisa, pulanglah jangan jadi anak yang membangkang"
Sybi diam, mencoba tak menangis, entah kenapa, apa yang diucapkan ibunya selalu menyakiti hatinya.
Ia benci ibunya harus berkata kejam kepadanya, ia tak ingin mendengar itu lagi, ia merasa capek.
"Bagaimana kabar ibu dan semuanya? Aku harap baik-baik saja, aku disini baik-baik saja, aku tak bisa pulang, aku sibuk, aku minta maaf, aku punya kabar bai—"
"Ibu tak bertanya kabarmu dan keseharianmu, ibu hanya tanya apa kau bisa pulang? Jika tidak bisa tak usah berbelit-belit, kau memang tak meyangangi keluargamu, tak berguna"
"Jangan sok peduli jika hanya bohong belaka, dari dulu kau anak yang liar dan tak tahu terimakasih" Sambung ibu Sybi.
Sybi bergetar, hatinya terasa sangat sakit, ibunya tak peduli akan dirinya, kenapa ia harus menerima hal kejam itu?
"Bu—kan seperti itu Bu, ak—"
Tut...Tut...tut..
Panggilan terputus, Sybi tak sanggup berdiri lagi, ia jatuh, melihat lantai dengan penuh rasa sakit.
Ibunya. .. keluarganya ...apa mereka tak pernah mendengarkan penjelasan darinya? ia benci menjadi dingin dan tangguh didepan banyak orang tapi sebenarnya lemah dihadapan keluarganya.
Sybi meneteskan air mata untuk miliaran kalinya, ya, Sybi sering menangis, walaupun ia terlihat tegar.
Sybi menekan jari-jari tangannya hingga lecet dan berdarah, lantas ia menelpon seseorang, seseorang yang selalu ada untuknya.
"Halo....Sybi? Ada apa?"
"Sur...Surya ...a—aku...aku ingin ke Jepang" ujar Sybi seraya menangis deras

KAMU SEDANG MEMBACA
SYBELL
General FictionIni lah SYBELL, Sybille dan Bell yang bertemu dalam ruang yang tak terduga, saling menyapa untuk perasaan yang berbeda, menyukai hal yang sama, memiliki landasan hidup yang sama. Bell, seorang CEO TCOTW, startup hectocorn swasta yang berperan dalam...