"Kenapa begitu terkejut?" Tanya Johan tak berdosa
"Tidak, kopinya panas" ujar bell seraya meniup kopinya.
"Lihat siapa yang sedang berbohong ini?" Tanya Johan jujur, kalian pasti tahu kelakuan Bell yang tak biasanya. Bell hanya menatap dingin. "Kalau bukan Sybi berarti Lareina?" Tebak Johan.
Bell mengangkat satu alis,"Menurutmu begitu?" Johan diam, mengamati gerak-gerik temannya itu, beda.
"Mungkin saja, aku akan memeriksa pegawai magang dari universitas internasional lain, jangan lupa kau balas, ingat pakai email perusahaan bukan pribadi." setelah itu Johan menutup pintu, Bell menggaruk kepala yang tidak gatal, ini juga aneh baginya, ia seperti tak terkendali ketika berada didekat Sybi. Sebenarnya, ada magnet apa pada wanita itu?
Sementara ditempat lain Sybi sedang sibuk diajari oleh Lareina, walaupun Lareina agak kejam kepadanya, tapi dalam hal pekerjaan ia konsisten. Lareina jelas saja akan mengajari Sybi dengan keras, karena ia menjadi Manager, dan itu bukan pekerjaan yang bisa disepelekan.
"Sybi kamu mengerti?" Tanya Lareina tegas, Sybi mengangguk "Ya, saya mengerti!." Lantas Lareina mengangguk, "Kau bisa istirahat sekarang, lalu kau bisa latihan, jam 12 siang akan ada rapat, kau harus siap." Ujar Lareina tegas.
"Siap!" Jawab Sybi yakin, ia tak takut dengan dunia pekerjaan, karena ia sudah tahu, sudah merasakannya.Tak lama Johan datang, ia memberikan Sybi kunci tempat rahasia, Sybi tak tahu itu dimana, tapi Johan bilang, jika Sybi ingin belajar sendiri ditempat itu, maka ia memberikannya.
Maka ketika istirahat Sybi berani menghampiri Johan, ia sedang makan ditempat khusus CEO, bersama Bell. Nyali Sybi memang tak ada batas, ia tak merasa bersalah atau apapun.
"Permisi pak, boleh saya duduk disini?" Bell Dan Johan terkejut, sangat terkejut, Sybi itu, polos dan mereka tak mau mengakui. Johan mengangguk pasrah, ia hanya tak tega melihat Sybi terus berdiri.
"Lain kali anda harus duduk ditempatmu, para manager" Ujar Bell dingin, ia melahap makanannya dengan tatapan dingin, tentu saja membuat Sybi, agak takut, ya sedikit takut.
"Saya minta maaf pak, saya tidak diberi tahu"
"Walaupun tak diberi tahu, memangnya ada tak memiliki sopan santun?" Ucapan Bell semakin dalam, semakin menusuk, semakin membuat Sybi tak mau kalah. Sybi ini merasa tak bersalah, jadi ia akan mempertahankan argumennya, sementara Johan melirik sekitar yang ramai menatap, walaupun tanpa kata, tentu saja mereka takut, tapi wanita disampingnya malah menggali kuburan sendiri.
"Sekali lagi saya minta maaf pak CEO yang terhormat, tapi saya punya pertanyaan" Bell mengangkat alis, "Jangan bicara omong kosong" Ujar Bell kesal, ia menatap Sybi semakin dalam, lalu menaruh alat makannya.
Sybi tersenyum, lantas mengeluarkan kunci yang tadi Johan berikan, sementara Johan menatap kunci itu seakan akan mati, ia lupa mengatakan kepada Sybi bahwa Bell tak boleh tahu.
Johan berdahem pelan "Sybi kau dapat kunci itu dari mana?" Tanya Johan bergetar,ia harap Sybi mengerti, Sybi malah menatap Johan balik, ini membuatnya bingung, kenapa Johan malah bertanya balik?.
"Bukannya Pak Johan yang memberi saya kunci ini?" Mampus! Johan akan mati, Bell pasti akan memarihinya habis-habisan, pasalnya kunci itu Unlimited, hanya Johan dan Bell yang mempunyainya.
Bell langsung menatap Johan, dingin dan penuh tuntutan, Johan hanya menyengir "Saya bisa jelaskan Pak Bell" Jelas Johan. Bell menghentikan ucapan Johan dengan menatapnya penuh kebencian, lantas "Kau ingin bertanya kenapa Johan memberikan anda kunci itu?"
"Ya pak, bisa anda beri tahu, atau beri tahu saja tempatnya, maafkan jika saya lancang, tapi saya tidak tahu apapun" Bell bisa melihat, Sybi jujur dan memang polos. "Simpel saja, Johan menyukai anda, Sybi"
Purrr ..... Johan menyemburkan air yang sedang ia minum kearah lantai, lantas menatap Bell Tak percaya, tentu saja, bukan itu maksud Johan. Sementara Sybi hanya membeku ditempat, menatap Bell dan Johan bergantian. Ia tak percaya jika Johan menyukainya.
"Tidak Sybi, saya akan jelaskan, ruangan itu adalah lantai atap, multifungsi, jadi jika anda ingin belajar tanpa terganggu anda bisa kesana, saya hanya meminjamkannya tidak memberikannya" Johan menjelaskan, sementara Sybi masih belum mengerti, kenapa Bell mengatakan hal itu?
"Saya permisi" Sybi angkat kaki dan menyudahi istirahatnya, ia menuju atap lantas membuka jendela atap menikmati udara siang, walaupun panas.
Hal ini mengingatkan Sybi akan seseorang, seseorang yang selalu menemaninya melihat bintang, pemandangan indah, dan menikmati udara segar. Ia adalah orang yang sudah lama, sangat lama tapi kenangan itu masih tetap menempel dalam ingat Sybi.
"Bagaimana kabarmu? Bee" bisik Sybi seraya menghela napas panjang. Ia ingat kenangan SMA dulu, kenangan yang selalu membuatnya tersenyum, ia ingin tahu apa kabar dengan temannya itu, oh bukan teman, tapi seseorang yang spesial, dalam kehidupan SMA-nya.
Namanya Albee, kakak kelas Sybi ketika SMA, sekaligus seseorang yang selalu ada ketika ia SMA. Sybi tak ingin mengingat lagi, terlalu menyakitkan, ya, Albee harus pergi karena sekolahnya dan sejak saat itu mereka tak berhubungan lagi, tak ada kabar apapun, hanya kenangan itu yang selalu menemani Sybi.
Tak lama Lareina menelponnya, ia harus segera bersiap dan bergegas untuk rapat, karena ia yang akan melakukan presentasi hari ini. "Sybi kau harus tampil sempurna" ujar Lareina, Sybi hanya menatap dingin "Manusia itu tidak ada yang sempurna" mendengar itu Lareina tersinggung, "Aku tak membahas hal itu, tapi presentasi—" Sybi memotong ucapan Lareina "Walaupun tidak ada yang sempurna tapi aku akan membuatnya terlihat sempurna" ujar Sybi seraya tersenyum, walaupun dipaksa. Lareina menghela napas lantas duduk ditempatnya, para pegawai sudah berdatangan satu persatu.
Rapat sudah berjalan sekitar 1 jam yang lalu, Sybi sedang menjelaskan presentasinya dengan berwibawa, sesi tanya jawab akhirnya tiba. Lareina mengangkat tangan, Sybi mempersilahkannya bertanya.
"Menurut anda, bagaimana cara kita lebih memperkenalkan produk kita kepada para mahasiswa di luar internasional sana?"
Sybi berfikir, bukankah ini pertanyaan yang mudah. "Jawaban saya cukup simpel, saya merekomendasikan untuk membuat cabang di Negera yang besar pengaruhnya untuk perusahaan kita, saya tahu ini tidak mudah, tapi, dengan adanya cabang baru, dunia internasional akan lebih memperhatikan kita, dari sana kita bisa mulai membuat level baru" jawab Sybi yakin, entah kenapa itu ide yang bagus menurutnya.
Beberapa orang tentu saja berbisik-bisik, membuat ruangan kacau, sementara Bell menatap Sybi tajam, oh tatapan itu bisa mengenai hati Sybi yang paling dalam, Bell hanya berfikir bagaimana bisa seorang mahasiswa yang tak tahu sopan santun bisa berfikir sejauh itu, ya maksudnya Sybille.
"Semuanya diam!" Johan berteriak tegas, tentu saja ini pertama kalinya ruang rapat kacau, hanya karena seorang anak magang, sepertinya Sybi memiliki pengaruh cukup besar.
"Bagaimana pendapat kalian tentang hal ini?" Tanya Bell kepada semua orang. Lareina mengangkat tangan terlebih dahulu "Saya tidak setuju pak,karena membuat cabang baru hanya akan membuat kita sibuk,sementara kemajuan perusahaan kita belum tentu terjamin, semakin besar kita semakin banyak biaya, dan jika kita gagal, bagaimana? Semua akan berantakan, bagaimana bisa seorang manager menyimpulkan hal ini tanpa bertanya kepada atasannya terlebih dahulu" Lareina berbicara sangat pedas, tapi Sybi tak takut, tak gentar, ia malah merasa di tantang.
"Maaf bu,tapi ini pendapat saya, bukankah Anda tadi meminta pendapat saya?" Tanya Sybi seraya menatap Lareina tajam.
"Pendapat anda akan saya lakukan, jika, anda bersedia dengan syaratnya" Ujar Bell seraya menatap Sybi.
"Saya akan berusaha"
Sampai berjumpa dengan SYBELL - Ciaosucia24

KAMU SEDANG MEMBACA
SYBELL
General FictionIni lah SYBELL, Sybille dan Bell yang bertemu dalam ruang yang tak terduga, saling menyapa untuk perasaan yang berbeda, menyukai hal yang sama, memiliki landasan hidup yang sama. Bell, seorang CEO TCOTW, startup hectocorn swasta yang berperan dalam...