Sejak saat itu Sybi dan Akzal benar-benar diam, padahal Akzal bilang bahwa dirinya tidak bermaksud apapun, ia hanya memuji Sybi. Memang sulit di pungkiri bahwa Sybi itu cantik dan sangat mempesona, hanya saja Sybi terkadang julid dan sangat dingin.
Mereka sampai di tempat tujuan, Akzal turun terlebih dahulu dan membuka pintu mobil untuk Sybi. Dan disinilah mereka sekarang, di atas bukit yang sangat indah nan mempesona, pemandangan yang tak bisa terlupakan, pemandangan yang hanya kau dan aku yang tau. Sybi tersenyum lebar melihat pemandangan di bawahnya. "Bagaimana kau suka?" Tanya Akzal, ia mengajak Sybi duduk di tempat duduk yang sudah tersedia. Sybi mengangguk "Aku suka sekali Akzal, terimakasih"
Akzal membalas senyuman Sybi, lantas ia memfokuskan pandangannya menuju pemandangan yang menarik perhatiannya itu, "Sybi, kau tau kenapa aku membawamu kesini?" Sybi menggeleng "Kenapa?" Akzal menatap wanita itu "Karena aku ingin menjernihkan pikiranku bersamamu" ujar pria itu serius. Tapi Sybi tak merespon ia balik menatap pria itu lantas tersenyum "Terimakasih, aku menikmatinya" lagi-lagi Akzal di buat merinding, ini bukan Sybi yang biasanya, apakah kini Akzal telah meluluhkan gunung es wanita itu? Akzal merasa ia bermimpi.
Sebenarnya Sybi tau apa maksud Akzal, hanya saja ia akan pura-pura tidak tahu, seperti itulah cara Sybi membalas perasaan Akzal, dengan pura-pura tidak tahu. "Aku senang kita bisa keluar berdua, dari dulu aku sangat sulit untuk mengajakmu" kekeh Akzal. Sybi ikut tersenyum simpul "Harusnya kita mengajak Vane" Ujar Sybi seraya menatap pria itu, lalu ketika Akzal hendak membuka mulut Sybi dengan cepat memotongnya "Aku tau kau hanya ingin hanya kita kan? Aku dan kamu saja" Akzal tersenyum mendengar itu, ia merasa bahwa Sybi sepertinya lebih pengertian.
Walau Akzal membatasi dinding yang kokoh dan gunung-gunung tapi ia tak bisa berhenti untuk menyayangi Sybi, walaupun ia tahu jelas dimana posisinya. "Jangan salah faham Sybi, mungkin ini akan jadi pertemuan terakhir kita" ujar Akzal lagi. "Kau akan mati?" Pertanyaan itu membuat Akzal tertawa, sifat Sybi yang blak-blakan dan dingin. "Kau sungguh menganggap seperti itu?" Sybi menatap acuh, "Lalu kenapa kau mengucapkan perpisahan?" Tanya Sybi penasaran. "Aku bilang mungkin kan?"
"Mungkin tidak akan ada jika kau tidak punya pemikiran lebih jauh" jelas Sybi. "Aku sepertinya akan meninggalkan Indonesia untuk beberapa tahun" ujar Akzal lagi. Sekarang Sybi mengerti, Akzal akan pergi ke luar negri. "Kenapa? Kau mau pergi kemana?" Akzal membuang pandangan, ia menatap ke bawah lesu "Aku akan menemukan tempatku, karena itu aku ingin mengunjungi tempat ini denganmu, sebagai kenangan terakhir" ujar Akzal lagi. Sybi menatap pria itu serius, ada rasa khawatir juga terharu "Kau harusnya membawa vane, kau pasti tau bagaimana dia" ujar Sybi.
Akzal tersenyum "Aku ingin kau yang mengatakannya, aku akan menyelesaikan skripsi secara online, semua sudah di bicarakan dan mungkin aku tidak akan menghadiri wisuda tapi, congratulations! Sebentar lagi masa magang mu akan selesai dan skripsimu akan berjalan lancar" ujar Akzal seraya tersenyum. Sybi membalas senyuman itu "Ck, padahal kau bisa mengucapkannya nanti, magangku masih sekitar 3 bulan lagi, kau bercanda ya?" Kekeh Sybi. "Yah pokoknya begitu, waktu itu kan berjalan cepat, aku hanya ingin mengatakan itu saja, i just hope you understand" Ujar Akzal lagi. Sybi mengangguk "Kapan berangkat? Lalu bagaimana dengan Alaois? Kau menyerah? Lalu adikmu yang akan mendapatkan takhta?"
Akzal berfikir "Ayah memberikan waktu beberapa tahun, dia juga tidak akan pensiun dalam waktu cepat jadi I still have time to find myself" jelas Akzal. "Jati diri itu bukan di cari tapi di buat sendiri, it's up to you how to make yourself because that's yours" mendengar itu Akzal tersenyum lantas mengelus rambut Sybi secara refleks, tapi Sybi tak marah ia hanya menatap pria itu senang.
"Good luck! Sebentar lagi mungkin aku jadi diplomat junior at—" Akzal memotong ucapan Sybi. "Kau lebih baik berada di TCOTW, That is your place " Sybi tersenyum "I'll try"
Setelah itu keduanya tersenyum dan menikmati hari libur dengan bersenang-senang.
**
Sementara itu di tempat lain, tepatnya di rumah mewah keluarga Albaric, Bell sedang rebahan dengan kucing kesayangannya yang diberi nama Bella, karena dia perempuan."Bell, kau akan datang ke undangan MR. Frezh bersama orang yang kupilihkan" ujar Albaric kepada anaknya. Bell hanya menatap acuh, ayahnya itu selain menyuruhnya mendekati setidaknya 1 wanita dia juga berbuat semena-mena terhadap Bell. "Ayah sudah kubilang aku sedang dekat dengan perempuan" jelas Bell, sebenarnya pertengkaran seperti ini selalu terjadi. "Ya aku tahu, namanya Bella kan?? Kucing mu itu!" Ujar Albaric kesal, sikap anaknya itu menyebalkan sekali. "Baguslah jika ayah tau, jadi tidak usah repot-repot carikan perempuan manapun" ujar Bell lagi.
"Kau harus tetap hadir bersamanya, jika tidak terpaksa aku akan menyuruh Lareina menemanimu" Bell melotot "Ayah ini!! Kenapa harus Lareina sebagai ancaman! Aku tidak menyukainya! Baiklah aku akan datang bersama wanita pilihan ayah..." Setuju Bell, ia bangkit dari tempat duduknya "Oh ya, asal jangan Tante" sambungnya. Sementara itu Albaric hanya tersenyum lebar, "Kuharap kau akan menyukainya!" Teriak Albaric. Bell hanya berdecih "Ck, memangnya dia pewaris takhta kerajaan" kesal Bell lantas masuk kamarnya dan kembali bekerja.
Bell berfikir sebentar, ia rasanya ingin melihat Sybi. Ia tidak tahu kenapa tapi sejak saat itu, sejak Bell Tak sengaja lewat apartemen Sybi, ia rasanya candu.
"Arrrgh!! Kenapa aku kepikiran Sybi !" Kesal Bell, tapi ia tetap stalk Instagram milik wanita itu. Ia tak melihat wajahnya satupun, hanya potret alam dan sekitarnya. "Padahal dia can—ah apasih!!" Bell langsung menggeleng dan menyimpan ponselnya, lalu tak lama terdengar suara telpon dari seseorang, Lareina.Bell dengan malas menganggkat telpon itu "Ya, ada apa?" tanya Bell langsung.
"Sepertinya kita harus bertemu" ujar Lareina di sebrang sana.
Bell mengerutkan dahi "Johan sepertinya sedang mengadakan sesuatu, datanglah ke apartemennya"
"Ap—" Lareina menutup sambungan telpon, itu membuat Bell kesal, ia segara berdiri dan bersiap. "Kenapa mereka selalu membuat sesuatu yang menyebalkan!!" Batinnya.
**
Sybi mengajak Vane jalan-jalan sore, walaupun memang tidak biasa. Vane dengan senang hati melakukan itu. "Kau harusnya melakukan hal ini lebih sering, kenapa harus 1 tahun sekali?" Tanya Vane. "Berisik, jika tidak mau yasudah" Sybi pasti selalu berkata seperti itu, setiap Vane merengek. "Baiklah, aku akan ikut, kemana kau akan membawaku?" Tanya Vane penasaran, pasalnya mereka terus berkendara tanpa henti. "Sebentar lagi sampai" ujar Sybi, belum 1 menit ia mengucapkan itu mereka sudah sampai.
"Wow! Hebat! Kenapa kau kepikiran membawaku kesini?" Tanya Vane aneh, pasalnya mereka berada disebuah tempat yang sangat indah. "Ini rumahmu?" Tanya Vane lagi, "Masa sih? Kau punya rumah banyak?" Pertanyaan bertubi-tubi dari Vane membuat Sybi berdecih. "Kau berisik sekali, ini hanya vila peninggalan ayahku, diam saja" ketua Sybi. Vane terkejut sekaligus mengerti, ia tak pernah mendengar hal itu sebelumnya dan sekarang ia mengerti bahwa Sybi penuh dengan rahasia.
"Kau akan mengajakku kemana??" Tanya Vane lagi, rupanya Sybi tak ingin ambil pusing ia hanya berjalan dna membiarkan wanita itu mengekor setelah mereka masuk ke dalam rumah dan Sybi menuju lantai bawah, yeah lantai yang penuh akan keindahan. Sybi membuka pintu lantai bawah dan lihatlah pemandangan yang sangat indah itu, pantai dan juga matahari yang sepertinya sebentar lagi terbenam.
"Tunggu!! Kenapa ini bisa terjadi?!!!" Takjub Vane, ja benar-benar terbuai akan keindahan alam yang tidak biasa. "Tentu saja, sudahlah duduk dimana saja kau mau" Sybi duduk di atas pasir putih yang sejuk seraya melihat air pantai yang cantik. "Vane" Panggil Sybi serius. Vane yang sedang berfoto langsung menatap Sybi. "Kenapa? Tidak biasanya kau menatapku seperti itu" Ujar Vane jujur. Sybi tersenyum "Aku selalu ke rumah ini setiap orang lain pergi dari hidupku, contohnya ayahku, Albee dan sekarang Akzal" jelas Sybi.
Vane menatap sangat tajam "Tunggu, Akzal? Apa maksudnya?" Heboh Vane. "Akzal pergi ke luar negri, ia menitip salam untukmu" Vane terkejut, ia benar-benar terkejut lagi ketika melihat Sybi terisak. "Hey!kenapa kau malah menangis, Sybi tenanglah jangan menangis" Vane memeluk Sybi walaupun wanita itu menolak. "Jangan bersedih Sybi, kau tau pelangi juga datang sebentar, kurasa kau mengerti itu" semakin mendengarkan Sybi rasanya semakin kalut dalam kesedihan yang membekas dalam hatinya.
Jangan lupa vote and komen ya!
SYBELL - Ciaosucia24
KAMU SEDANG MEMBACA
SYBELL
General FictionIni lah SYBELL, Sybille dan Bell yang bertemu dalam ruang yang tak terduga, saling menyapa untuk perasaan yang berbeda, menyukai hal yang sama, memiliki landasan hidup yang sama. Bell, seorang CEO TCOTW, startup hectocorn swasta yang berperan dalam...