Sybi mengetuk pintu ruangan CEO, hatinya sangat bergetar dan tak tahu harus bagaimana, ia takut langsung dipecat oleh Bell karena telah mengumpat. Ia sadar bahwa dirinya tak harus berkata seperti itu.
"Silahkan masuk" ujar Bell di dalam sana, Sybi dengan langkah yang penuh ketakutan akhirnya masuk melewati pintu besar nan lebar. "Selamat pagi pak" ujar Sybi seraya tersenyum manis. "Sybi? Kenapa?" Tanya Bell masih fokus dengan komputernya, bagaimana bisa ia menebak itu Sybi tanpa melihat siapa yang datang. "Saya...umm...it—"
"Jika ingin mengatakan hal tidak penting keluar saja" Lihatlah ucapan Bell yang dingin. Sybi kesal walaupun ia sedang takut "Nona Sybi anda tidak ada kerjaan?" Tanya Bell seraya mendekat ke arah Sybi. Wanita itu mundur satu langkah karena wajah mereka sangat dekat. "Ma....ma...maaf! Maaf untuk yang kemarin pak" Sybi dengan cepat meminta maaf sebelum Bell melakukan hal lain.
Bell berdahem lantas menatap Sybi "Baiklah, saya tidak memikirkan yang kemarin, tapi bisakah anda membantu saya?" Tanya Bell. Sybi mengangguk dengan cepat, lantas Bell memberikan buku panduan yang sangat besar dan tebal. "Tolong hafalkan itu, untuk cabang baru, minggu depan akan ada meeting lagi" ujar Bell setelah itu duduk.
Sybi menghela napas panjang "Baiklah pak, saya akan berusaha, saya pamit" sebelum Sybi meninggalkan ruangan itu Bell menariknya "Ini" Bell memberikan kunci unlimited khusus atap multifungsi.
"Balajarlah disana, lain kali jangan bertanya kenapa saya memberikannya" ujar Bell dingin tapi bagi Sybi itu adalah kehangatan yang tak biasa. Sybi tersenyum lantas mengangguk "Terimakasih pak" setelah itu Sybi benar-benar pergi.
Sybi naik ke atap, ia menikmati pemandangan yang sangat indah dan mulai membaca buku setebal perasaannya kepada seseorang.
"Apa dia tidak waras? Sebanyak ini?" Gerutu Sybi kesal. Walau begitu ia tetap membaca buku itu. Lalu tak lama telpon dari seseorang masuk, dia adalah Johan.Sybi mengangkat telpon dari Johan "Sybi kau dimana?" Tanya Johan tiba-tiba
"Saya di atap pak, ada apa ?"
"Bisa minta tolong?" Suara Johan terdengar buru-buru.
"Ya pak kenapa?" Tanya Sybi penasaran.
"Tolong datang ke ruang wawancara 1 menit lagi, kita harus mewawancarai pegawai magang internasional, pak CEO yang memerintah langsung"
Sybi sempat kebingungan, padahal tadi Bell memintanya membaca buku dan sekarang?Bell benar-benar kejam dan mengasalkan "Saya tunggu!" Sebelum Sybi bicara Johan sudah memutuskan panggilan.
Akhirnya Sybi memutuskan untuk berlari menuju ruangan wawancara."Sybi, syukurlah kau datang" ujar Johan merasa lega, tadinya ia khawatir Sybi akan menolak. "Saya tidak bisa menolak kan?" Kekeh Sybi seraya duduk di samping Johan, pria berusia 25 tahun itu tertawa. "Kamu memang peka, saya suk—maksudnya saya bangga" setelah itu Johan memalingkan wajahnya, ia malu jika menyebutkan suka. Pasalnya Bell telah menuduhnya menyukai Sybi, padahal bukan seperti itu.
Sybi sendiri jadi canggung, ia hanya menyengir lebar setelah itu bersiap untuk mewawancarai anak magang.
**
Jam istirahat Sybi tak pergi ke kantin, ia kembali ke atap dengan roti, Sybi sangat lelah dan tak ingin pergi ke kantin dan tak berselera makan, walaupun ia sangat lapar. Sybi membaca buku lagi, kepalanya sudah sangat pusing, tapi pekerjaannya tidak boleh tertunda.
Lalu panggilan masuk kembali, sungguh Sybi tak punya waktu untuk membaca dengan tenang.
"Sybi, bersiaplah untuk membuat konsep perencanaan 5 menit lagi sesudah istirahat saya tunggu" ujar Lareina di sebrang sana, Sybi menghela napas panjang. "Baiklah saya mengerti" setelah itu panggilan dimatikan oleh Lareina.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYBELL
General FictionIni lah SYBELL, Sybille dan Bell yang bertemu dalam ruang yang tak terduga, saling menyapa untuk perasaan yang berbeda, menyukai hal yang sama, memiliki landasan hidup yang sama. Bell, seorang CEO TCOTW, startup hectocorn swasta yang berperan dalam...