Sybi membuka matanya, pandangannya belum sepenuhnya jelas, ia melihat wajah Bell dihadapannya yang sedang tertidur, Sybi kaget, ia pikir ia bermimpi,tapi rupanya tidak, kalaupun bermimpi Sybi tak ingin bangun, ia suka melihat wajah Bell yang sangat manis.
Sybi tersenyum simpul, Bell menemaninya tidur. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 23.45 ternyata Sybi sudah lama tertidur. Udara semakin dingin Sybi harus segara membangunkan Bell tapi ia tak tau harus bagaimana, tampaknya Bell sangat nyaman tertidur sambil duduk seperti itu.
Sybi memberanikan diri untuk menyentuh punggung pria itu, "Pak Bell..." Ujar Sybi seraya menggoyangkan tubuh kekar itu. Bell tampak terbangun, ia melihat Sybi remang-remang, ia tersenyum lebar membuat Sybi takut. "Sybi" ujarnya, "Kau sudah bangun ya?" Tiba-tiba senyuman itu hilang ketika kesadaran Bell kembali.
"Sejak kapan bapak disini?" Tanya Sybi khawatir. Bell menatap Sybi dalam "Sejak kau tertidur" jawab Bell jujur.
"Sudah larut, ayo pulang" ajak Bell. Sybi mengangguk setuju, mereka turun dari atap. Jalanan mulai sepi, walaupun tak seluruhnya sepi, Sybi bingung harus naik apa, ia tak mungkin meminta Bell mengantarnya."Tiiiiiiiiit....." Suara klakson mobil, Bell membuka jendela mobil "Sybi ayo naik" ujar Bell kepada Sybi. Sybi setuju dan naik, walaupun rasanya sangat canggung. "Jaga kesehatanmu, jangan tertidur seperti tadi" ujar Bell mengawali perbincangan. Sybi menatap Bell "Lalu kenapa bapak bisa tidur bersama saya?" Tanya Sybi penasaran, ia harusnya bersyukur Bell tidak menguncinya di atap, tapi itulah Sybi.
Sementara itu Bell melotot, ucapan Sybi terdengar ambigu. "Ucapanmu harusnya lebih jelas, ucapan itu bisa menimbulkan salah paham" ujar Bell menjelaskan. "Tapikan saya jujur, bapak tidur bersama saya, tepat di samping say—" Bell langsung menghentikan mobilnya dengan kasar, ia menutup mulut Sybi dengan tangannya. "Kau bisa diam? Aku sedang menyetir" ujar Bell seraya berbisik kearah Sybi, seperti akan mencium wanita itu.
Wajah Sybi rasanya sudah memerah, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, perasaan yang tak biasa, Sybi tak pernah seperti ini sebelumnya. Sybi rasanya ingin berteriak, pasalnya wajah Bell sangat dekat, begitu dekat hingga Sybi bisa merasakan hembusan napas pria itu. "Ba....Baiklah" gugup Sybi seraya memalingkan wajah, ia membuka jendela karena merasa gerah, walaupun sebenarnya udara begitu dingin.
Bell tersenyum simpul seraya melajukan kembali mobilnya, ia bahagia, cukup bahagia melihat Sybi yang angkuh tersipu.
**
Pagi ini sebelum Sybi masuk kantor, ia berkunjung ke kampus terlebih dahulu, bersama Akzal dan Vane. "Vane, skripsimu sudah selesai?" Tanya Sybi ketika mereka masuk gedung fakultas. Vane menggeleng, wajahnya itu begitu lesu.
"Beluuuuuuuum....aku sangat stress mengerjakan itu, tunggu sebentar lagi, aku akan selesai!!" Ujar wanita cantik itu berteriak. Sybi tertawa, "Baiklah, santai saja kenapa kau stress seperti itu?" Kekeh Sybi. "Karena aku tidak sepintar dirimu" lirih Vane. Sybi tertawa lagi "Kau tidak percaya diri sekali, itulah masalahmu!" Ketus Sybi seraya meninggalkan Vane duluan. "Hey tunggu!!" Teriak Vane seraya mengejar Sybi.
"Ayo kejar jika bisa!!" Teriak Sybi seraya berlari semakin jauh, ia tak sadar bahwa sepatunya licin dan tepat di depan ruang direktur, lebih tepatnya Pak Daniel, Sybi hampir terjatuh. Ya hampir, karena seseorang menyelamatkannya dengan cepat, ketika Vane berteriak dan Sybi menutup mata.
"Sybi kau tidak apa-apa?" Tanya pria itu, Sybi tak asing dengan suara itu. Sybi membuka mata dan Johan ada di hadapannya, lebih tepatnya orang yang menyelamatkannya. "Pak...pak Johan? Kenapa anda disini, oh maksudku terimakasih banyak" ujar Sybi. "Sybi kau tidak apa-apa?! Kau harusnya jangan berlari kencang!!" Teriak Vane, karena teriakannya itu telinga Sybi hampir pecah. "Kau bisa turunkan nada suaramu? Menganggu!" Dingin Sybi. Johan tertawa "Kebetulan sekali kita bertemu, mau berangkat bersama?" Tanya Johan. "Tapi saya harus menemui pak Daniel terlebih dahulu"
KAMU SEDANG MEMBACA
SYBELL
General FictionIni lah SYBELL, Sybille dan Bell yang bertemu dalam ruang yang tak terduga, saling menyapa untuk perasaan yang berbeda, menyukai hal yang sama, memiliki landasan hidup yang sama. Bell, seorang CEO TCOTW, startup hectocorn swasta yang berperan dalam...