"𝑇ℎ𝑒𝑟𝑒'𝑠 𝑛𝑜 𝑤𝑎𝑦 𝑡𝑜 𝑒𝑛𝑑 𝑡ℎ𝑖𝑠 𝑔𝑎𝑚𝑒 𝑠𝑤𝑒𝑒𝑡𝑖𝑒."
-
FIRST COLLABORATION.
[nct fanfiction]
➡ write in bahasa semi baku mixed with some broke english and korean.
➡ DISCLAIMER : contain mature, disturbing, triggering, harsh, dirty...
WARNING CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN, BAHASA VULGAR, KATA KATA KASAR DAN BEBERAPA MATERI DEWASA YANG DIKHAWATIRKAN MENJADI TRIGGERING BAGI BEBERAPA PIHAK, DIMOHON KEBIJAKSANAANNYA DALAM MEMBACA!!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini hari ke 3 semenjak pemakaman Doyoung, dan selama itu pula Jean sama sekali tidak menyentuh makanan yang diantarkan ke kamarnya.
Ya, seusai prosesi pemakaman, Jean memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Busan.
Bukan apa-apa, mentalnya benar-benar terguncang saat ini. Bagaimana tidak? Pacarnya, tunangannya, calon suaminya, satu-satunya laki-laki lain yang Jean cintai setelah ayah dan kakaknya, separuh dunianya, pergi tepat di depan mata Jean.
Jean merasa sangat bersalah tidak bisa melindungi Doyoung dari jelmaan iblis bermarga Jung saat itu.
Nyonya Park sudah berkali-kali meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Jean, tapi tidak pernah diberi.
Jean butuh waktu, waktu untuk mengikhlaskan, waktu untuk memahami, waktu untuk menerima.
Tapi demi tuhan, Jean tidak akan pernah memberikan maaf walau sedikit untuk Jaehyun.
Jean resign dari pekerjaannya, dengan harapan keadaannya membaik jika tidak bertemu selamanya dengan Jaehyun.
Tok tok.
Suara pintu kamar Jean diketuk dari luar.
"Siapa?" Meskipun Jean yakin bahwa itu pasti ibunya.
"Jeanne."
Suara seorang laki-laki.
Bukan, bukan tuan Park, pak tua sibuk itu sedang ada urusan bisnis di Rumania.
Doyoung? Sudah jelas bukan.
"Jeanne, buka pintunya."
Jean berusaha mengidentifikasi suara tersebut, suara yang sudah tidak asing di telinganya, suara yang begitu hangat setiap kali Jean mendengar nya.
Ragu-ragu, Jean berjalan menuju pintu kamarnya kemudian membukanya perlahan.
Mengintip sedikit, Jean bisa melihat sosok laki-laki tinggi dengan kemeja hitam yang lengannya sudah tergulung.
Laki-laki itu tersenyum hangat, sebelum akhirnya merentangkan tangannya menandakan Jean boleh berlari ke pelukannya.
Air mata Jean kembali menetes setelah mengering semenjak kepergian Doyoung.