"Papa minta kamu nurut sekali ini saja."
Dengan tanpa ekspresi, Jo menatap laki-laki tua yang saat ini terbaring lemah dengan infus yang menempel di punggung tangan kiri, dan selang pernapasan terpasang di hidungnya.
"Coba Papa sebutin hal-hal yang selama ini sudah aku lakukan dan yang menurut Papa adalah perilaku membangkang. Apa aku pernah?"
"Jonathan! Aku nggak pernah ngajarin kamu ngomong begitu," sela Eva menimpali.
Jo melirik sekilas ke arah wanita yang duduk di sebelahnya. Eva, kakak sekaligus sosok pengganti ibu yang telah merawatnya sejak ia berumur sepuluh tahun. Satu-satunya keluarga yang menyayanginya tanpa menuntut apa-apa. Kalau bagi seorang perempuan, ayah adalah cinta pertama. Sementara bagi laki-laki, ibu adalah cinta pertama. Namun, tidak bagi Jo. Ia hanya punya Eva. Kakak perempuan yang ia kasihi. Satu-satunya.
"Kamu keluar dulu, Ev," sahut Jo tidak menghiraukan teguran kakaknya. Walaupun Eva sudah sering memintanya untuk membiasakan diri memanggilnya kakak, Jo tidak pernah melakukannya. Sudah terlanjur.
Kening wanita itu berkerut, tak setuju dan agak khawatir dengan gagasan yang Jo utarakan. Jo dan ayahnya sudah lama tidak berada dalam satu ruangan yang sama, menghirup udara yang sama tanpa ditemani orang lain.
"Ev, please. Aku lagi nggak bercanda sekarang," pinta Jo sekali lagi dengan serius.
Eva menghela napas panjang, kemudian berdiri dari duduknya. "Fine. Bicara baik-baik, ya, sama Papa."
Eva mencium pipi adik laki-lakinya itu dan mengacak rambut Jo dengan sayang. Kemudian mengelus tangan kanan ayahnya yang bebas infus dan berjalan ke luar ruangan.
Setelah Eva keluar, ayah Jo kembali bersuara, "Namanya Aurora. Anak teman Papa. Papa mau kamu berkenalan dengan dia. Dia gadis yang baik."
Jo mendengus. Jari-jarinya menyugar rambut yang jatuh ke dahinya dengan kasar. "Nggak ada orang tua yang rela anaknya kenal sama laki-laki seperti aku, Pa. Kecuali mereka nggak ingin anaknya bahagia."
Laki-laki tua itu menatap anaknya dengan tatapan mata yang tajam. "Papa yakin kamu bisa memperlakukan dia dengan baik dan tidak akan menyakiti dia. Kamu pasti paham bagaimana menjadi sosok laki-laki yang beradab, bukan?"
Jo tertawa sinis dan berkata, "Nggak akan ada perkenalan dan perjodohan seperti yang Papa mau."
"Keluarga Aurora sudah setuju. Tinggal menetapkan tanggal saja," tegas sang ayah.
Jo menatap ayahnya dengan kemarahan yang meluap-luap. "Papa udah gila, ya?! Sebenarnya yang anaknya Papa itu siapa? Kenapa seenaknya ambil keputusan? Papa nggak berhak memperlakukan aku begini. Tolong, berhenti mengatur hidupku kalau Papa masih ingin aku sebagai anak."
Laki-laki tua itu tampak tak gentar walaupun perkataan anaknya baru saja mengiris-iris jantungnya. Ia lalu berucap, "Sudah habis waktu kamu untuk main-main, Jonathan."
"Aku nggak akan menikah dengan Aurora. Atau dengan siapapun," ujar Jo tanpa berpikir.
"Kalau kamu menolak, Eva yang akan Papa nikahkan dengan laki-laki pilihan Papa."
Kedua tangan Jo terkepal kuat-kuat hingga ruas-ruas jarinya memutih. Ia menggeram pelan dan berkata, "Jangan pernah melibatkan Eva. Just ... don't touch her. She has nothing to do with it."
Dengan sisa-sisa kesabaran yang ia miliki, Jo berjalan ke arah pintu dengan cepat,membukanya dengan kasar. Ia membanting pintu keras-keras setelah berhasil keluar dari ruangan yang terasa sesak itu.
XOXO
naftalenee
15 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Non-matching Puzzle Pieces [TAMAT]
RomanceFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ . . . Berkisah tentang Jo dan Aurora yang dipertemukan dalam acara perjodohan yang dirancang keluarga. Perjodohan itu menjebak Jo dan Aurora dalam ikatan tanpa cinta. Proses perkenalan mereka tidak berlangsung mulus. Pe...